Sang dokter menatap semua orang di ruangan itu dengan ekspresi serius.
"Nona Jelita kemungkinan mengalami amnesia sementara. Beberapa memorinya, tidak cocok dengan kenyataan."
Ruangan mendadak hening.
Tak ada yang bersuara.
Mama Jelita akhirnya tak bisa lagi menahan tangisnya. Ia menangis dalam pelukan sang suami, bahunya terguncang hebat.
Dokter menatap mereka penuh pengertian.
“Saya menyarankan agar kalian semua mulai memperkenalkan diri kembali pada Nona Jelita. Biarkan ia merasa aman. Jangan paksa dia mengingat, cukup dampingi dia perlahan.”
Semuanya mengangguk pelan.
Setelah dokter dan para perawat meninggalkan ruangan, keheningan sejenak melingkupi udara. Suasana menjadi ganjil, canggung, penuh harap, namun juga sarat dengan kebingungan.
Mama Jelita melangkah maju perlahan. Senyumnya lembut, namun jelas terlihat getar di sudut bibirnya. Ia mencoba mengendalikan emosi, mencoba menjadi kuat di depan anak yang bahkan tak mengenalnya.
“Halo, sayang.” ucap Mama dengan suara pelan, seperti sedang menyapa anak kecil yang baru pertama kali dikenalnya. “Kata dokter kamu mengalami amnesia sementara, jadi, kita kenalan dari awal dulu, ya?”
Jelita menatapnya bingung. Wajah wanita itu cantik dan teduh.
“Aku adalah mamamu. Nama mama, Acha Yunanda. Kamu bisa panggil Mama Acha,” lanjutnya sambil meraih tangan Jelita perlahan. “Dan, nama kamu itu Jelita Yunanda.”
“Hai... Mama Acha!” ucap Jelita agak canggung.
Di sebelah Mama, pria paruh baya ikut melangkah maju. Posturnya tinggi, berwibawa, namun wajahnya memperlihatkan kehangatan.
“Aku Papa kamu,” katanya pelan. “Nama Papa, Rendy Yunanda. Panggil saja Papa Rendy.” ucapnya sambil mengelus kepala Jelita dengan penuh kasih sayang.
“Hallo, papa Rendy!”
Jelita menelan ludah pelan. Jelita Yunanda.
Namanya mengalun pelan dalam kepala.
Ada sesuatu yang terasa aneh. Nama itu bukan cuma familiar, tapi terlalu familiar.
“Jelita Yunanda, bukankah itu nama karakter figuran dalam novel terakhir yang aku baca? pikirnya panik. ‘Cintaa untuk Laura’, itu novel yang aku baru beli dan terakhir aku buat bercandaan bersama ketiga sahabatku. Jangan bilang... jangan bilang aku... Tolong jangan bilang aku..”
Tatapannya melayang ke sekeliling ruangan. Orang-orang yang berdiri di sana, wajah-wajah mereka juga terasa tak asing. Seolah, ia pernah melihat mereka sebelumnya. Tapi bukan di dunia nyata.
“Jangan bilang aku masuk ke dunia novel itu, setelah kecelakaan, aku? Ah kenapa aku malah masuk kedalam karakter figuran sih, mana muncul nya hanya beberapa. Aduh jalan cerita nya bagaimana juga. Au Ah pusing!”
Suara Mama Acha memecah lamunannya.
“Anak-anak, ayo! kalian juga kenalan sama adik dan teman kalian. Biar Jelita bisa mengenal kalian satu-satu lagi.”
Dua anak laki-laki yang mirip bagai pinang dibelah dua maju. Yang satu berponi rapi menutup dahinya, yang satu lagi berambut poni nya sedikit berantakan.
“Hai, aku kakak kamu, namaku Reza,” ucap si poni berantakan sambil tersenyum lebar.
“Dan aku si kembar Reza, Kakak kamu juga, Raza,” sambung yang berponi, nadanya lebih kalem.
“Dua-duanya kembar?” tanya Jelita pelan, masih bingung.
Reza tertawa. “Iya, tapi kamu dulu sering bilang aku lebih ganteng.”
Raza mendengus. “Itu dulu, sekarang Jelita amnesia, jadi belum tentu ingat siapa yang lebih ganteng.”
Jelita hanya mengangguk pelan. “Wah karakter fiksi memang gak main-main visualnya cakep poll! Kakak ku ganteng poll weh, lah kak Jordi juga sih tak kalah ganteng, cuma kalah usia.” ucap nya dalam hati sambil tertawa.
Lalu seseorang dari belakang mereka maju.
“Aku Willy,” ucap anak laki-laki berpostur lebih tinggi dengan senyum lebar.
“Dan aku Harry!” ucap anak laki-laki disebelahnya.
Willy, Harry, Reza, Raza, Devano, dan Verrel. tunggu, Devano, dan Verrel?
Pandangan Jelita langsung terpaku pada dua laki-laki yang berdiri di pojok ruangan. Sejak tadi, salah satu tatapan laki-laki itu tak pernah lepas darinya. Tatapan yang... sulit dijelaskan. Antara sedih, rindu, dan harapan yang membuncah.
“Aku Devano,” ujarnya pelan saat menyadari Jelita menatapnya.
“Em, dia aneh, kenapa tatapannya begitu saat melihatku? Apakah dia punya hubungan dengan si Jelita? Tapi kan di novel tidak di jelaskan.” ucap Jelita dalam hati.
Lalu tatapannya tertuju pada lelaki bernama Verrel. Sorot matanya tenang dan dalam. Wajahnya seolah dilukis langsung dari imajinasi penulis roman. Tatapannya menusuk ke dalam, tapi bukan karena tajam, melainkan karena terlalu lembut.
“Ah berarti yang terakhir ini pasti pemeran utama novel, si Verrel kan?” Ucapnya dalam hati.
“Aku Verrel, Lita!”
“Ah karakter utama nya memang cool sih, Hem emang author nya gak kaleng-kaleng. Seluruh karakter wajah nya aduhai.” ucap Jelita dalam hati.
Apalagi ketika tiga gadis lainnya ikut mendekat. Wajah-wajah cantik, anggun, dan khas. Salah satunya langsung membuat alis Jelita terangkat tinggi.
“Hai, Lita. Aku Meyriska, Maafkan aku, buat kamu jadi begini.” ucapnya pelan. Wajahnya sendu, matanya bengkak karena menangis tadi. Mungkin juga ia menangis sudah lama.
Di belakangnya, dua gadis lain menyusul.
“Dara,” ucap salah satu, sambil menatap Jelita dengan senyum kecil yang tidak jelas maksudnya.
“Dan aku Tiara!” kata yang satu lagi dengan senyum cerah dan gaya rambut dua kuncir kuda yang langsung mengingatkan Jelita pada sahabat si tukang makan.
“Meyriska, Dara, Tiara dan Jelita. Empat sahabat, atau mungkin empat karakter antagonis dalam novel ‘Cinta untuk Laura,’”pikir Jelita dalam hati.
“Tapi kenapa, kenapa karakter mereka malah kelihatan lebih mirip sahabatku di dunia nyata? Apa author nya gak salah?”
Ia sempat menoleh ke kaca di sisi ranjang, melihat pantulan wajahnya sendiri. “Dan kenapa, wajahku seperti Jelita Yunanda yang ada di cover belakang novel itu?! Yang berada paling belakang dari belakang dan paling terbelakang?’
Jelita mengerjap. Sekujur tubuhnya mulai merinding. Ia menatap tangan sendiri, lalu menarik selimut perlahan.
“Aku... transmigrasi? Masuk ke dunia novel?! Tapi kenapa jadi karakter figuran?!”
“KENAPA AKU JADI KARAKTER FIGURAN!” jeritnya tiba-tiba.
Semua orang di ruangan itu langsung kaget, menatap ke arahnya.
Verrel langsung maju, menyentuh bahu Jelita. “Lita, kamu kenapa?”
Jelita membeku.
Suara itu... oh, bahkan suara Verrel juga sama dengan suara tokoh utama yang pernah dia bayangkan dalam otaknya saat membaca novel itu dengan penuh baper.
“Adik, kamu kenapa?” ucap Reza dan Raza bersamaan.
Jangan bilang ini benar-benar dunia fiksi.
Ia menatap semua orang satu per satu lagi. Wajah-wajah ini, dunia ini, semuanya terlalu hidup.
Dan semakin dia berpikir, semakin nyata pula perasaan bahwa dirinya bukan lagi Jelita Pramono. Tapi Jelita Yunanda, karakter figuran yang hanya muncul beberapa kali di novel itu... sebelum akhirnya dilupakan begitu saja.
“Tunggu... kalau ini novel Cinta untuk Laura, dan aku adalah karakter figuran, jangan bilang aku nggak punya plot penting apa-apa?”
Jelita mulai panik.
“Aduh... gimana aku bisa bertahan di dunia ini kalau aku bukan tokoh utama? Mana bisa aku balik lagi ke dunia nyata kalau nggak ada arc ceritanya?!”
“Tolong bangunin aku, Please!”
Tolong dukung cerita baru ku, dengan cara like, komen dan jangan lupa subscribe dan Vote nya ya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
Wahyuningsih
D tnggu upnya kmbli thor yg buanyk n hrs tiap hri jgn lma2 upnya ntar lumutn klau lma upnya sellu jga keshtn istrht yg ckp mkan tept wktu seeeeemaaaangaat thor jgn ampe kndor 😉😉
2025-04-17
0
Cha Sumuk
nyimak dlu jika MC ceweknya kuat dan tdk badas tdk mudah di tindas aq lanjut bc nya trs tak vote
2025-04-17
0
vj'z tri
🤣🤣🤣🤣🤣🤣jelita kan yang minta jadi figuran yng langsung di kabulkan author 🤣🤣🤣🤣🤣🤣
2025-04-21
0