Para pelajar menerima pemberian dari Tuan Senja dengan senang hati, mereka membungkuk sambil memberikan salam terima kasih saat kembali, bahkan ada yang sampai berlinangan air mata tanpa dia sadari. Pemandangan ini membuat suasana menjadi semakin hangat, ada beberapa temannya yang mengejek sikapnya yang sedikit berlebihan, tapi dalam hati mereka tahu kalau dia telah mengalami banyak kesulitan beberapa hari ini jadi hal kecil seperti ini bisa membuatnya bahagia.
Kakek Surya turut membelai pemuda itu seperti cucunya sendiri.
"Kamu sudah berjuang keras." Hiburnya.
Setelah keramaian yang hangat berakhir dengan kepergian para pelajar, ruangan menjadi sepi dan tenang. Danu bisa merasakan kehangatan dari kejadian tadi, tapi dia masih ingin menanyakan alasan dari perilaku ayahnya.
Danu menghampiri ayahnya dan menarik dengan lembut ujung pakaiannya, "Bapak, kitakan jarang makan makanan enak seperti ini, kenapa harus berbagi?"
Tuan Senja tidak langsung menjawab dan tersenyum pada anaknya, "kamu akan tahu begitu berpetualang ke daerah timur."
Kakek Surya yang mendengar ini menunjukkan ekspresi sedikit khawatir tapi tidak berkata apa-apa.
"Oh iya, dari mana kalian dapat makanan sebanyak ini?" Tanya Kakek Surya.
"Danu di kasih sama temannya, anaknya Tuan Daniel, pedagang yang datang ke sini 4 tahun lalu." Jawab menantunya yang baru selesai beres-beres di dapur setelah memasak banyak makan.
Tuan Senja membelai rambut istrinya yang tergerai di samping wajahnya dengan lembut, Ny. Cendana mengalihkan lirikan matanya karena malu, pipinya agak memerah, dan lesung pipi langsung terukir begitu senyumnya terangkat.
"Kamu sudah berusaha keras, terima kasih." Bisik Tuan Senja.
"I-ini bukan apa-apa." Jawab pelan sang istri dengan sedikit gugup.
"Ehem"
Kakek Surya sengaja berdehem, membuat ke dua pasangan tersebut agak tersipu malu.
"Dasar pasangan mudah, dunia serasa milik sendiri rupanya" keluh sang kakek dalam hati, tapi sangat terlihat dari wajahnya yang cemberut.
Danu memperhatikan sang kakek, "kakek kenapa, kakek sakit?"
"Gak papa, mungkin karena keseringan makan manis jadi kakek gampang lelah. Danu, ayo antar kakek ke kamar."
Danu mengantar sang kakek ke kamar, meninggalkan ke dua orang tuanya semakin tersipu dengan sindiran sang kakek.
"Aduh," Tn. Senja terkejut karena cubitan istrinya, "sakit!".
"Kamu sih, malu tahu sama kakek."
Tn. Senja justru terkekeh dengan reaksi istrinya yang masih sama dengan masa pengantin baru mereka, dia mengelus kepalanya, dengan ramah menenangkannya, "udah gak papa, dulu juga bapak kayak gitu pas ibuk masih ada."
Tn. Senja tersenyum kecut seolah tersentak oleh perkataannya sendiri, Ny. Cendana memeluk dengan lembut lengan suaminya, dia cukup pekka untuk mengetahui luka lama dalam hati sang suami. Tn. Senja mengelus kepala sang istri dengan perhatian dan pergi setelah menghela nafas sejenak.
###
keesokan harinya,
Ny. Cendana terlihat sibuk di dapur sambil menyiapkan sarapan untuk keluarga dan beberapa bekal yang akan dibawa suaminya sementara Danu sedang memijat kaki kakeknya yang terlihat agak terlelap.
"Iya, iya di sana Nu, eh iya di situ enak." Seru sang kakek.
Danu terus memijatnya, walau dia enggan untuk melakukannya, dalam hati dia mengeluh, "kapan selesainya sih, pengen cepet-cepet main."
Cahaya matahari perlahan menjadi semakin terang, menyisikan kegelapan pada pagi hari, dan menjadi pembuka suara kicauan burung yang lalu lalang di rumah mereka. Pada suasana pagi yang menenangkan itu, Tuan Senja membawa tombaknya ke dapur untuk perawatan rutin.
Ny. Cendana tersenyum pada suaminya, dia dengan iseng mencipratkan air bekas cucian sayuran ke arah Tn. Senja.
"Aduh aduh, walah.. pagi-pagi udah usil aja." Keluh Tn. Senja, mengikuti permainan istrinya dengan membalas cipratan air dari timba di depannya.
"Aah, kamu curang, masak pakek air dari timba" tanggap Ny. Cendana sambil tertawa kecil.
"Biarin, kalau gak mau sekarang nanti malam juga gak papa di kamar"
Wajah Ny. Cendana menjadi merah padam dan segera menyiramkan seluruh air cucian ke arah Tn. Senja, dia berkata "Iiiiih, mas gak tahu malu!"
Kakek Surya segera terbangun dari tidurnya, karena suara brisik dari dapur. Dia tersenyum masam dan menyuruh Danu untuk pergi bermain. Kakek Surya berdiri, menghampiri pasutri yang saling mengoda satu sama lain, meninggalkan Danu yang langsung berlari keluar dengan girang.
"E..hem" dehem Kakek Surya, menghentikan guyonan pasutri tersebut.
Ny. Cendana kembali tersipu dengan senyuman masam, melirik suaminya yang basah kuyup sambil tersenyum tanpa dosa.
Kakek Surya menggelengkan kepala tidak percaya dengan kelakuan anak dan menantunya yang seperti anak kecil. Dia bicara dengan nada agak tegas, "heh! Kalian itu udah besar kok kayak anak kecil aja, gak malu udah punya anak segede Danu!"
Ke dua pelaku saling memalingkan wajah, tidak tahu harus menjawab apa, dan membiarkan Kakek Surya pergi perlahan.
Setelah beberapa saat, Ny. Cendana menyadari kalau Danu pergi sebelum sarapan selesai.
"Ayah, Danu di mana?" Tanya Ny. Cendana.
"Udah pergi main tadi" jawab Tn. Surya dari ruang tamu.
Ny. Cendana menatap suaminya yang basah kuyup dengan kesal. "Iih, gara-gara kamu sih, Danu keburu pergi kan." Gerutu Ny. Cendana sambil mengambil beberapa rantang, mengisinya dengan makanan yang telah dia masak, dan menyodorkannya kepada Tn. Senja.
"ini, sekalian ajak Danu makan bersama, sekalian ajak dia ke mampir ke rumah Tn. Daniel."
Tn. Senja menerima rantang itu dan berdiri dengan enggan, tapi hal ini membuat Ny. Cendana yang telah kesal menjadi semakin kesal dan menendangnya keluar dari dapur.
Tn. Senja tersentak dan hampir terjatuh, sementara Kakek Surya menatapnya dengan penuh kebahagiaan.
.....
Di kamar Klara,
Klara memegang buku sihirnya dengan satu tangan dan mengangkat tangannya yang lain, mengarahkannya ke depan, memejamkan matanya, merasakan aliran mana di sekitar, memunculkan sebuah bola api kecil.
Tahap 3 pelatihan sihir api dasar, mempertahankan bentuk sihir api tanpa menggunakan sirkel atau lingkaran sihir.
Dalam buku yang terbuka itu, tertulis "setelah seseorang berhasil merasakan mana dan mengendalikan pergerakannya, seorang penyihir harus bisa menyeimbangkan kekuatannya."
Hanya saja, Klara tidak menyadari kalau tingkat kesulitan latihannya jauh dari normal bagi pemula.
Klara berkeringat banyak, urat pada kepalanya menegang hingga menampakkan bentuknya perlahan.
Walau begitu nafasnya masih stabil.
Booom!!
Bola api itu meledak, akibat teriakan dari luar yang membuat Klara kaget dan membuat wajahnya hitam karena bekas ledakan itu.
Klara melihat keluar jendela untuk memastikan apa yang terjadi diluar.
"Aaah, kenapa sih tidak nanti sore saja?" Keluh Danu pada bapaknya.
"Kalau nanti sore, keburu bapak sibuk, terus kamu jangan keras-keras kalau ngomong!!" Jawab Tuan Senja sambil menarik telinga Danu karena geram.
"Aa aah, sakit!!" Teriak Danu kesakitan.
"Bapak lepas, asal jangan gerutu lagi, ngerti!"
"Iya iya, Danu ngerti"
Akhirnya, Tuan Senja melepaskan tarikan tangannya.
Ke duanya berjalan menuju kediaman Klara dan terkejut dengan ukuran rumahnya yang besar, rumah dengan lebar 20 meter dan tinggi 8 meter, apalagi memiliki 2 lantai.
Mereka terperangah untuk beberapa saat dan kembali berjalan sambil terus menoleh ke sekitar dengan terpukau.
Mereka tidak sadar kalau tingkah mereka diperhatikan oleh Klara dari dalam rumah. Klara sempat tersenyum hingga menampakkan gigi manisnya, melihat tingkah Danu dan ayahnya yang menoleh secara kompak, ekspresi kagum.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments