5. Tidak pernah damai.

Opa Harso tentu memikirkan cara terbaik untuk para cucunya. Setelah membawa kedua putri dari keluarga lain tentu saja beliau harus segera bertindak agar tidak ada masalah di kemudian hari. Melalui proses yang semestinya, beliau melaksanakan pertemuan kedua.

...

Bang Herca, Bang Dallas dan yang lainnya segera menata barang untuk kembali pada tempat tugas mereka di seberang.

"Kalian sudah tidak perlu Papa ingatkan untuk tidak berbuat hal fatal selama pengajuan nikah. Rigi dan Dindra sangat polos. Jangan suka kadali mereka." Pesan Papa Danar.

Bang Dallas hanya tersenyum saja tapi wajah Bang Herca sungguh tidak bersahabat.

"Jelas saja polos. Masih anak-anak begitu. Lagipula mana ada satwa liar yang pintar. Aku curiga dadanya pun hanya 'sumpelan'." Gerutu Bang Herca.

"Hhuuusshh.. mulutmu itu enteng sekali." Tegur Papa Danar.

Bang Alfath dan Bang Riyadh sudah cekikikan sendiri melihat Abangnya kesal.

...

Malam ini juga Bang Alfath dan Bang Riyadh menuju tempat tugas masing-masing, Bang Dallas dan Bang Herca pun kembali ke pulau tepi pesisir Utara. Jarak keempat bersaudara pun hanya tiga jam perjalanan darat.

Awalnya Bang Dallas dan Bang Herca hanya libur cuti berdua tapi saat kembali, mereka jadi berempat.

Dalam perjalanan, Dindra nampak gelisah. Apalagi alasannya kalau bukan karena persoalan pribadinya. Ia merasa tidak nyaman dan terus menggeliat.

"Kenapa tidak bisa diam?" Tanya Bang Herca.

Dindra enggan menjawabnya, rasanya kejadian kemarin saja sudah malu sekali. Ia tidak ingin lagi Bang Herca mengetahui persoalannya.

"Ayo saya antar ke toilet, bawa barangnya..!!" Ajak Bang Herca seakan paham permasalahan perempuan.

Dindra masih ragu, sungguh dirinya sudah malu setengah mati. Melihat Dindra belum bergerak, Bang Herca mengambil satu bungkus kecil lalu memasukannya ke dalam saku celana.

"Ayo, Neng..!! Apa nunggu bocor?"

:

Dengan sabar Bang Herca menunggu di depan toilet akhirnya Dindra keluar juga. Bang Herca mengikutinya dari belakang lalu meminta sesuatu pada pramugari.

Tak lama pramugari membawakan segelas air hangat.

Bang Danar membuka bungkus obat lalu memberikannya pada Dindra. "Nanti sakitnya berkurang."

"Om nggak tau rasanya." Oceh Dindra mulai membuka bahan keributan.

"Saya laki-laki, memang saya tidak bisa merasakannya tapi saya tau kamu kesakitan. Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan sudah sebegitu adilnya. Kamu, sebagai wanita hidup dengan kodratmu.. haid, melahirkan dan menyusui yang tidak akan pernah sanggup saya lakukan dan saya rasakan sedangkan saya laki-laki, hidup untuk menghidupi. Saya yang akan mendidik, menjadi imam bagi istri, memberi nafkah lahir dan batin dengan baik."

"Tapi Om Her tidak baik." Sambar Dindra.

"Jangan menyela, saya sedang membuka wawasanmu dan mendidikmu..!!!!!!" Kini nada bahasa Bang Herca jauh lebih keras.

"Om Her bukan suami Dindra." Dindra memalingkan wajahnya.

Bang Herca mengurut pangkal hidungnya, rasanya kepalanya mau pecah berdebat dengan Dindra tapi dirinya tidak ingin terpancing emosi untuk kesekian kalinya. Ia menarik Dindra ke dalam dekapannya.

"Benar, saya bukanlah laki-laki yang baik. Tapi sebagai manusia yang sudah tercipta sebagai laki-laki, saya akan selesaikan perkara dunia ini sebagaimana mestinya. 'Dunia' tau bahwa wanita sebenarnya tidak sanggup mengerjakan hal yang berat namun mereka tidak mampu melawan takdir bahwa mereka terpaksa mencari penghidupan di luar sana. Begitu pula dengan saya. Saya tidak ingin wanita yang bersanding dengan saya tidak merasa bahagia, saya akan berjuang membahagiakannya sekuat tenaga. Mungkin tetes keringat saya juga tidak ada apa-apanya karena saya menginginkan buah hati darinya. Jelas saya menyakitinya dan saya menyadari hal itu." Jawab Bang Herca. "Dindra paham?"

Dindra mengangguk, kelopak matanya perlahan meredup hingga akhirnya terbuai dalam mimpi.

...

Sore hari mereka tiba di pesisir Utara. Rigi dan Dindra kaget melihat pemandangan yang amat sangat jauh dari peradaban kota.

Rigi dan Dindra saling melirik dengan syoknya.

"Selamat sore, Danton." Sapa dua orang pria yang menjemput Bang Herca dan Bang Dallas di bandara sipil.

"Selamat sore, tolong bantu angkat barang saya..!!"

"Selamat sore." Jawab Bang Herca lebih tenang.

Kedua pria langsung memberi salam karena melihat Bang Herca mengambil alih tas seorang wanita dan menentengnya.

"Selamat sore, Ibu."

"Itu Om Ghandi dan yang pakai jaket coklat itu Om Purwo." Kata Bang Herca mengenalkan orang kepercayaannya pada Dindra.

"Selamat sore, Om." Dindra langsung memberi salam dengan sopan begitu pula dengan Rigi.

Namun ekspresi wajah Bang Herca nampak berbeda. Entah kenapa hatinya kesal melihat senyum Dindra, mungkin karena Dindra selalu bersitegang dengannya hingga melihat senyum Dindra pada pria lain membuat hatinya meradang. Bang Herca langsung meminta Dindra masuk ke dalam mobil.

"Masuk..!!! Kalau kambuh lagi saya turunkan kamu di jalan."

Mendengar adiknya sedikit emosi, Bang Dallas langsung merangkulnya. "Kamu PMS juga?"

Bang Herca menepis tangan Bang Dallas lalu menata barang bawaannya. Bang Herca tau Dindra kesal juga padanya tapi dirinya tidak peduli akan hal itu.

...

Mobil memasuki kawasan militer. Tiba di pos gerbang kesatrian, Bang Herca membuka kaca jendela.

Seperti mendapat angin segar, Dindra langsung berteriak tanpa paham situasi dan kedudukan Bang Herca serta Bang Dallas disana.

"Paaakk.. tolooong..!! Saya di culik..!!!"

Para penjaga sempat bingung pasalnya di dalam mobil ada dua orang 'ajudan' Danton dan Danton juga ada disana.

"Ibu Danton ngelindur, mabuk udara." Kata Bang Herca tenang.

"Siap.. silakan lanjut, Danton..!!"

Dindra melotot, ia tidak mengerti kenapa laporan penculikan bisa lolos dalam area militer. "Sebenarnya nama Om, Herca atau Danton???"

Bang Herca tidak menjawab, ia mengambil topi dari tas ranselnya lalu memakainya. Ada sebuah nama disana.

"Sangatta? Jadi nama Om, Sangatta?? Bukan Herca??????" Tanya Dindra.

"Kamu tidak bisa baca tulisan kecil di samping nama itu??"

Mata Dindra memicing, hari sudah malam hingga memudarkan penglihatannya.

"Lettu, oohh.. Om Lettu??"

"Astaga.. sebenarnya di sekolah kamu belajar apa????" Baru kali ini nada suara Bang Herca meninggi.

"Sudahlah, Dindra nggak mau kawin. Dindra mau pulang ke rumah Kakung." Dindra sudah bersiap keluar dari mobil sama seperti kemarin. "Cepat bukaa, Dindra mau pulang..!!!"

"Apa orang sebanyak ini tidak ada satupun yang membawa plester??" Omel Bang Herca.

cckkllkk..

Dindra sudah membuka pintu mobil membuat semua orang panik.

"Berani kau keluar dari mobil. Saya ikat kamu di pohon..!!" Ancam Bang Herca.

Bang Dallas menepuk dahinya. Adiknya memang pria 'berdarah panas'.

Terpopuler

Comments

Nurhayati Nia

Nurhayati Nia

astogeee dari awal baca di bikin ngakak terus ni ama kelakuan pasangan ni iya ampun neng sayang jangan bikin babang danton darting mulu ya kasihan lhoo 😅😅😅

2025-04-11

2

Mika Saja

Mika Saja

dindra.....jgn mancing2 trs ads yg kepanasan itu🤭🤭

2025-04-12

1

Setyaningsih

Setyaningsih

keras titisan papa Danar 😀😀😀

2025-04-11

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!