Bang Dallas dan Bang Herca menyerahkan masing-masing satu ekor kerbau merah juga jambangan perunggu sebagai persembahan bagi pihak Kedaton.
Malam itu juga Rigi dan Dindra ikut Bang Dallas dan Bang Herca pergi menuju tanah rantau.
"Sebenarnya kita mau kemana?? Dimana Kedaton tempat Om Herca kerja??" Tanya Dindra penasaran.
Mama Shila tersenyum geli karena menantunya itu sedikit lebih aktif dari menantu Nindy yang kalem dan irit bicara.
"Nanti Dindra akan tau." Jawab Mama Shila.
Papa Danar ikut tersenyum tipis mendengarnya, beliau melirik Bang Herca yang menatap jalanan tanpa bicara, hanya ada ekspresi datar di wajahnya.
"Usiamu sudah matang untuk punya anak. Jangan telat punya anak..!!" Kata Papa Danar menasihati putra keduanya.
"Jangan mikir anak dulu, Pa. Nikah saja belum. Kenapa sih Papa dan Opa harus menjodohkan saya seperti ini?? Apa saya tidak boleh punya pilihan?? Lihat, saya terjebak dalam masalah dan harus momong bocah macam Dindra." Protes Bang Herca.
"Apa yang bocah? Dindra juga sudah dewasa, jangan suka menghakimi orang." Oceh Dindra.
Mama Shila segera menengahi dan memeluk Dindra agar tidak lanjut mengoceh sebab Mama Shila paham bagaimana kerasnya sifat putranya.
"Kalau sudah dewasa tuh mikir..!! segala kabur, manjat pagar beton, rok sobek segala. Kamu anak manusia atau anak lutung?"
"Kamu diam to, Her..!! Jangan saur m*nuk sama perempuan..!!" Tegur Papa Danar.
"Mana ada perempuan seperti belatung begitu, lompat sana lompat sini."
Dindra kesal dan hendak membuka pintu mobil. Mama Shila segera menariknya.
Bang Herca terbawa emosi dengan tingkah Dindra, ia segera menepikan mobilnya lalu keluar dan membuka pintu belakang. Ia menarik tangan Dindra.
"Keluar..!!! Mumpung disana ada jembatan, lompat sana..!!!" Bentak Bang Herca.
Bang Dallas yang melihat kejadian itu ikut menepikan mobilnya dan turun dari mobil. Begitulah watak adiknya jika ada yang tidak sesuai dengan hatinya.
"Hercaaaa.. sudah..!!!! Nggak begitu caranya momong perempuan, kamu harus sabar..!!" Papa Danar sampai pusing sendiri dengan kelakuan sifat putranya.
"Lompat ya lompat..!!" Dindra menyambut tantangan Bang Herca dan langsung berdiri di sisi pembatas jembatan.
Mama Shila histeris melihat keributan ini, sejak dulu putranya memang tidak pernah mengenal rasa takut dan beliau tidak pernah melihat putranya berinteraksi dengan wanita hingga mungkin membuat hati putranya sekeras batu karang.
"Cepat.. tunggu apalagi..!!!!!" Perintah Bang Herca.
"Her, istighfar..!! Ojo ngawur..!!" Tegur Bang Dallas.
Papa Danar sampai menggeleng tapi beliau cukup paham. Sebenarnya putra keduanya itu adalah pria yang baik hanya saja memang Bag Herca memiliki watak kasar dan kaku.
Sekujur tubuh Dindra gemetar hebat, Bang Herca pun menghampirinya.
"Saya paling tidak suka ada wanita yang berbicara dengan nada tinggi di hadapan saya..!!"
"Dindra juga tidak suka di bentak." Pekik Dindra.
"Kamu tidak nurut, bagaimana cara saya komunikasi sama kamu?? Pakai toa masjid?? Atau pakai sirine kebakaran????" Balas Bang Herca. "Sekarang mau ikut saya atau tinggal disini???"
plaaaaaakk..
Dindra menampar Bang Herca satu kali. "Dindra benci di bentak, Dindra benci Om Her..!!! Om Her jahaaaatt..!!!!!" Kini tangan Dindra memukul kesana kemari meluapkan rasa kesalnya.
Bang Herca membiarkan dan menunggu Dindra mengekspresikan kemarahannya hingga puas. Tangis Dindra pecah sejadi-jadinya.
Setelah beberapa saat, tangis Dindra melunak. Tubuhnya sudah lelah menyisakan getaran kecil. Dindra bersandar pada dada bidang Bang Herca seraya meremas pakaiannya dengan kuat.
"Sudah nangisnya? Masih mau pukul lagi atau tidak??" Tanya Bang Herca mengurangi nada suaranya. "Dada ini nantinya akan jadi tempatmu bersandar. Apa mau di robohkan??"
Dindra mendengar bunyi detak jantung bertalu begitu kencang namun terasa menenangkan.
"Sebenarnya sejahat apa saya di matamu. Saya tau kriteria pria idamanmu bukan saya, saya juga tidak berharap kamu bisa mengerti saya tapi tidak ada salahnya kita mencoba untuk saling mengenal satu sama lain. Mau ya??" Bujuk Bang Herca.
"Nggak..!!"
Bang Herca mengepalkan jemarinya. Ia menengadah sejenak, kepalanya kembali terasa panas. "Terserahmu."
Bang Herca memegang kedua lengan Dindra hendak menjauh tapi Dindra masih meremas kuat pakaiannya. Terdengar sesenggukan kecil di telinga Bang Herca.
"Ma_maaaa...." Ucapnya lirih hingga kemudian Dindra lemas di dada Bang Herca.
"Astaghfirullah, Din.. Dindraa..!!" Bang Herca menepuk pipi Dindra. "Kenapa lagi kamu, dek..!!!" Secepatnya Bang Herca membawa Dindra masuk ke dalam mobil.
Papa Danar langsung mengomel dan mengambil alih kemudi mobil. Sepanjang perjalanan telinga Bang Herca terasa panas. Papa Danar benar-benar marah.
...
Rigi ikut merawat Dindra, tapi untuk beberapa saat tidak mengijinkan siapapun untuk masuk ke dalam kamar hingga saudara tirinya itu benar-benar sadar.
"Kenapa saya tidak boleh lihat??"
"Ng_gak apa-apa, Om. Biar Dindra nyaman saja." Jawab Rigi.
Bang Herca sempat merasa aneh tapi mengabaikan rasa itu dan duduk di samping Dindra.
Oma Delia dan Opa Harso yang baru tiba bersama Bang Al-Fath dan Bang Riyadh segera memeriksa kondisi Dindra. Oma Delia merasa ada yang aneh.
"Dindra sudah konsumsi obat apa?" Tanya Oma.
"Ti_dak ada, Oma." Jawab Rigi.
Oma yang sudah sepuh tidak lagi bertanya banyak dan langsung meminta Bang Alfath menebus obat untuk Dindra.
:
"Kamu terlalu ceroboh, lain kali jangan sampai hal ini terjadi..!! Istri baik atau tidak, utamanya berasal dari didikanmu sebagai suami." Nasihat Opa Harso.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
dyah EkaPratiwi
sebenarnya obat apa yg dikasih rigi
2025-04-21
0
Atip Suryana
lanjutttt MBK naraa
2025-04-10
1
putri
😍😍😍😍😍
2025-04-10
0