4. Belum akur.

Mama Shila membelai lembut rambut Dindra. Beliau menyayangi Dindra seperti Oma Delia menyayanginya dulu. Mertua yang begitu baik dan selalu meratukannya tanpa kurang suatu apapun.

"Masih ada yang sakit ndhuk? Bilang sama Mama ya? Mama memang tidak punya anak perempuan tapi Mama sayang sama Dindra. Dindra anak Mama juga."

Seketika tangis Dindra menetes, sejak kecil dirinya tidak mendapatkan kasih sayang seorang ibu sama seperti Rigi. Memang yangti sangat menyayanginya tapi tetap saja ada yang terasa kurang.

Tau Shila menangis, Mama segera memeluknya.

"Maa.. punya pem**lut?"

"Yaaaa.. punya Mama habis. Biar Mama minta Herca beli." Kata Mama.

"Jangan, Ma. Biar Dindra beli sendiri saja." Dindra beranjak tapi ia merasakan nyeri di bagian dada juga perutnya.

"Tuh kan, biar Herca saja yang beli..!!"

~

"Masa anak Mama gagah begini di suruh beli begituan. Gengsi, Ma." Tolak Bang Herca.

"Kalau begitu mana sapu tanganmu." Mama mengulurkan tangan meminta barang penting yang biasanya ada di saku celana Bang Herca. "Papa saja mau kalau Mama minta tolong."

Meskipun kesal akhirnya Bang Herca berdiri kemudian menuju ruangan semacam gudang di bawah tangga. Bang Danar menggunakan rompi, masker full face, sarung tangan, dan kacamata hitam.

"Kamu mau beli pem**lut atau jadi penjinak bom. Kenapa rapat begitu???" Tegur Papa Danar.

"Bagaimana kalau kasir minimarket itu mengenali wajahku? Masa saya yang jantan, sangar, gagah perkasa begini beli benda itu." Gerutu Bang Herca.

Papa Danar rasanya ingin mengumpat melihat kelakuan putranya. Sejak kecil memang putranya itu selalu membuatnya sakit kepala.

"Berangkat atau tidak???" Papa Danar sudah melepas sandal dan akhirnya Bang Herca berlari pergi menyambar kunci motornya.

Para saudara laki-lakinya hanya bisa tertawa terbahak melihatnya.

:

Para karyawan di swalayan kocar-kacir melihat Bang Herca datang. Penampilannya yang mirip dengan rampok sungguh menakutkan.

"Mbak..." Sapa Bang Herca mendekati salah satu karyawan tapi karyawan tersebut malah berteriak.

"Jangan bunuh saya..!!"

"Nggak akan, saya mau minta tolong." Bisik Bang Herca.

"Minta tolong.. apa?" Tanya karyawan tersebut terbata.

"Saya mau beli pem**lut, istri saya lagi dapat." Jawab Bang Herca.

Karyawan tersebut mengusap dadanya merasa lega, hanya saja tingkah tamunya ini membuat keributan seantero jagad. Ia melihat gantungan kunci dengan karakter poni dan di rompi tersebut bertuliskan kata 'PENCAKAR LANGIT', di dadanya juga masih tertempel nama 'Sangatta Puma'.

Segera mereka menyiapkan pesanan tamu ajaibnya.

:

"Nih.. tambal tuh kran bocor." Kata Bang Herca sambil menyerahkan barang keramat tersebut.

"Sebegini banyak?" Tanya Dindra.

"Nanti saya minta."

"Om Her dapat juga?" Kedua manik mata Dindra sampai membulat besar.

"Buat kaki, untuk alas sepatu kalau ada acara latihan luar." Jawab Bang Herca.

"Latihan? Memangnya Om Her kerja apa?" Selidik Dindra masih tidak paham profesi calon suaminya.

"Kuli angkut."

//

Rigi menutup mulutnya dengan kedua telapak tangan saat Bang Dallas menyebutkan identitas nya. Ia sungguh tidak menyangka calon suaminya adalah seorang tentara.

"Apa Bang Herca juga tentara?? Dindra tidak suka profesi tentara."

"Kamu pikir apa?? Makanya kamu jangan coba katakan apapun pada Dindra sebelum Herca yang mengakuinya sendiri..!!"

Rigi mengangguk mantap. Kini ada hal yang membuatnya takut. Ia tersandar lemas tanpa bisa berkata apapun.

...

"Lama sekali kau, dek?? Pasang plafon atau ngukir dinding??" Tanya Bang Herca karena Dindra tidak kunjung keluar dari kamar mandi.

Tidak ada jawaban dari Dindra dan memang kamar mandi terasa sunyi tanpa suara.

"Dek..!!!" Panggil Bang Herca lagi.

Bang Herca mengetuk pintu kamar mandi tapi beberapa menit berlalu dan keadaan masih tetap sama.

Lama menunggu akhirnya Bang Herca akhirnya mencoba membuka paksa kamar mandi tersebut.

Suara gaduh menimbulkan perhatian seisi rumah.

"Aku bantu, Her..!!" Kata Bang Alfath.

"Kau menyingkir disana. Dindra istriku, kalau dia tidak pakai apa-apa bagaimana??" Usir Bang Herca.

"Ya rejekiku, Her."

"B*****t nya mulutmu..!!" bentak Bang Herca.

Bang Alfath mundur teratur, ia paham kondisinya dan Bang Herca segera mendobrak pintu kamar mandi.

Benar saja, setelah pintu terbuka, Dindra sudah tergeletak di lantai. Bang Herca segera mengangkat Dindra kembali ke kamar.

:

"Ada kasus dimana wanita selalu seperti ini di setiap bulannya. Perubahan hormon juda bisa jadi pemicunya. Oma lihat Dindra terkena anemia, wajar kalau sampai pingsan." Kata Oma Delia menjelaskan.

Bang Herca mengusap perut Dindra, ia baru tau ada kejadian semacam ini pada hidup wanita. Tubuh Dindra sangat lemah, sedari tadi hanya memejamkan mata.

"Harus bagaimana untuk mengurangi sakitnya?" Tanya Bang Herca nampak cemas.

Melihat Dindra tersadar, Bang Herca menarik tangannya. Wajahnya berubah dingin seperti semula.

~

Mengikuti saran Oma, Bang Herca sibuk sendiri di dapur Mama Shila. Seluruh bumbu dapur turun hanya untuk mencari tumbuhan rimpang bernama kunyit dan jahe.

"Aku tidak mungkin salah. Kunyit pasti berwarna kuning tua tapi jahe.. yang mana bentuk jahe. Semua terlihat sama." Gumam Bang Herca kemudian menyambar rimpang yang dicarinya.

"Cari apa?" Tanya Papa Danar karena tidak pernah yakin dengan putranya.

"Jahe."

"Itu lengkuas..!!" Kata Papa Danar.

"Papa tidak pernah masuk dapur, mana tau bedanya."

"Seto*olnya Papa, Papa tau kalau yang kamu pegang itu lengkuas. Masak dan membereskan rumah adalah ilmu basic untuk hidup. Beda lengkuas dan jahe pun Papa tau, memangnya kamu.. setiap hari hanya tau gelud saja." Begitulah setiap kali Papa Danar bertemu dengan Bang Herca.

"Kalau main perempuan, Papa bisa jantungan." Balas Bang Herca.

"Hercaaa..!!!!"

:

Oma Delia terbahak melihat cucunya yang sudah berusaha keras untuk memberi obat pada calon istrinya. Pada akhirnya Oma Delia membantu dan mengajari Bang Herca membuat kunyit sereh dan jahe untuk Dindra.

Setelah minuman itu jadi, Oma meminta Bang Herca mengantarnya ke kamar.

"Biasanya yang begini akan sembuh dengan sendirinya kalau sudah hamil.

"Dek, minum dulu jehenya biar perutmu hangat." Bang Herca membantu Dindra untuk duduk.

Perlahan Bang Herca meniup gelas agar uap panas segera menguar kemudian mengangsurkan pada Dindra. Kedua pasang manik mata saling menatap. Mendadak keduanya menjadi salah tingkah.

"Tidurlah, saya temani disini..!!" Kata Bang Herca.

Dindra beringsut tenang dan masuk ke dalam selimut. Ia berbaring berusaha memejamkan mata dan nampak tenang tapi tiba-tiba kedua kelopak matanya basah.

"Ada apa? Ada yang sakit lagi?"

"Kalau hati yang sakit, apa obatnya??" Tanya Dindra.

"Istighfar. Ingatlah bahwa Allah masih memelukmu, itu bagian dari pengaduanmu pada Tuhan tapi ingatlah.. saya juga punya bahu yang kuat dan dada yang lapang untukmu bersandar. Ibarat dunia ini runtuh, saya akan menyangganya untukmu." Jawab Bang Herca.

"Berapa banyak perempuan yang masalahnya harus Om Her tanggung? Nggak remuk tuh badan." Celetuk Dindra malas.

"Kamu tau ibarat atau tidak???? Inilah bicara sama siswa yang sekolahnya hanya sampai ujung pagar."

.

.

.

.

Terpopuler

Comments

Mika Saja

Mika Saja

sabar bang herca,,bgtullah klo pnya istri msh bocah jd bang herca jg jd bocah lg ya biar bisa akur🤭🤭🤭

2025-04-12

1

Nabil abshor

Nabil abshor

sayangnya,,,, Q udah punya anak 1,kmren hampir aj 2,tp tetep aj sakkiiiit,,,,, 😭😭😭😭

2025-04-14

1

sri wulandari

sri wulandari

semangat kak nara

2025-04-10

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!