Hari pertama

Memasuki kilas balik

Sebria mengayunkan langkah menyebrang jalan ke gedung sebelah yang berhadapan dengan gedung apartemen tempat tinggalnya. Setelah lulus dari perguruan tinggi. Sebria melamar di salah satu cabang perusahaan yang kebetulan merekrut beberapa karyawan. Disini lah gadis itu diterima bekerja. Kemarin baru saja pindah ke apartemen yang tidak jauh dari kantornya. 

“Karyawan baru ya kak?” Seorang security menyapa sambil tersenyum. 

“Iya Pak.” 

“Semangat bekerja, hari senin adalah hari tersibuk.” Ujar bapak security lagi. 

Sebria tersenyum sambil mengangguk. Wajahnya berseri dengan iris mata bergulir ke setiap penjuru lobi kantor. Rasanya Sebria tidak sabar ingin menerima gaji pertamanya. Sambil menunggu lift terbuka teman seangkatan masuk kemarin juga menyapa sambil berkenalan lebih akrab. Percakapan mereka terputus karena getaran dari benda pipi lipat di dalam tas Sebria. 

“Halo, Je.” 

“Sudah berangkat ke kantor?” 

Sebria mengangguk meski tidak terlihat. “Sudah, kamu sendiri?” 

“Baru sampai.” Suara lelaki menjawab lembut dari seberang sana. “Nanti malam aku mampir ke apartemen kamu. Sekalian mau liat apa aja yang kurang.” 

“Iya Je, aku tunggu. Ayusa juga datang.” 

“Oke kalau begitu, semangat di hari pertama kerja ya sayang.” 

Senyum Sebria semakin lebar mendapatkan perhatian dan dukungan dari kekasihnya. Seluruh sudut hatinya berbunga-bunga. Jehan Kelvin Sanjaya. Ceo sebuah perusahaan menengah. Tiga tahun lalu menjalin kasih dengan Sebria. 

“Aku dengar kamu lulusan universitas ternama.” Celetuk salah satu dari orang-orang baru itu. 

“Iya, aku dapat beasiswa.” Sebria tidak menutupi latar belakang pendidikannya. 

“Semoga kita bisa bekerja sama dengan baik.” 

Sebria mengangguk. “Aku harap juga begitu.” 

Pintu kotak besi itu terbuka dimana letak kubikel Sebria berada. Ia mencari meja yang sudah ada nama nya tertulis di atasnya. Senyumnya semakin mengembang melihat seperangkat komputer sudah tertata rapi. Sebria mengelus tiap sisi meja. Disana juga tertulis departemen pemasaran. Sebria meraih sesuatu dari dalam tas nya. Sebingkai foto anak-anak. Ia meletaknya sejajar dengan LCD komputer. Bekerja dimulai, Sebria melakukannya dengan cukup baik. Ia semakin menggali potensi dalam dirinya. 

...----------------...

Jarak tempuh antara kantor dan apartemen tidak jauh membuat Sebria lebih santai karena tidak memesan taksi atau ojek saat pulang. Dia cukup berjalan kaki menyeberang. Gadis berperawakan mungil itu berhenti di supermarket. Mengingat kekasih dan sahabat nya akan datang ia berniat memasak sesuatu untuk merayakan kepindahan dan di terima bekerja setelah berbulan-berbulan bekerja paruh waktu. Sebria memilih dengan cermat bahan yang akan dimasak. 

“Ayusa alergi kacang.” Sebria berpikir keras menu apa yang sajikan malam ini. “Jehan juga nggak terlalu suka sayur.” Sedikit lebih lama. Ia mengambil apa saja yang ada. Selesai dengan perbelanjaan. Sebria kembali ke apartemennya. Langit membentang cantik senja itu, semakin dinikmati cepat pula menghilangnya di telan gelap. Sebria melepas sepatu dan memakai sandal rumahan. Tanpa berganti baju ia memulai memasak. Sampai indra pendengarannya menangkap suara bel. 

“Ayusa.” 

“Gimana rumah baru nya, nyaman, ‘kan?” Ayusa Vinata. Sahabat yang dimiliki Sebria saat ini. Mereka berteman sejak masih di semester awal perkuliahan. “Aku bawa kue. Jehan sudah datang?” 

“Belum, nyaman kok aku bisa jalan kaki ke kantor. Ayam nya kita makan bareng-bareng aja ya.” 

“Nanti kalau sudah dapat gaji beli motor biar kemana-kemana mudah.” Saran Ayusa mendaratkan tubuh di sofa. Kalau nggak minta aja sama Jehan.” 

“Nggak lah, aku beli sendiri aja.” Sebria menolak ide itu. “Sebentar lagi matang semua kita tunggu Jehan. Sementara itu aku mandi.” 

Ayusa mengangguk sambil bermain ponsel. Tidak lama bel kembali berbunyi. Gadis itu beranjak dari tempatnya duduk membuka pintu. Kekasih sang sahabat menjulang di depan pintu. 

“Mana Sebria?” Jehan masuk setelah melepas sepatu. 

“Mandi, kamu bawa apa, Je?” 

“Ini cemilan, Bria sering lapar kalau malam.” Jehan menyusun cemilan ke dalam kulkas. 

“Jadi iri perhatiannya.” Ayusa kembali duduk. 

Jehan hanya terkekeh mendengar celotehan Ayusa. Menunggu beberapa menit Sebria keluar sudah segar memakai pakaian rumahan. Ia langsung menyajikan makanan karena sudah memasuki jam makan malam. 

“Je, kamu bawa cemilan.” Ujar Sebria setelah melihat kulkas nya penuh. 

“Iya, kamu sering lapar kalau malam.” 

Sebria tersenyum senang kekasihnya ini memang sangat tahu apa yang dibutuhkan nya. “Terimakasih…” 

“Jadi, kapan kalian menikah?” Ayusa melontar tanya sambil menikmati makanannya. 

“Menikah nggak sesederhana kalimatnya, Yus. Perlu persiapan yang matang.” Sahut Jehan serius. “Kalau sudah siap pasti kami menikah.” 

“Saat ini fokus menata semuanya dulu.” Timpal Sebria lagi. 

Ayusa mengangguk setuju. “Benar, menikah nggak cuma tentang cinta tapi juga finansial.” 

“Nah, itu paham.”  Ucap Jehan menoleh. 

Makan malam itu selesai banyak hal yang mereka bahas sampai waktu masuk awal pertengahan malam. Ayusa memutuskan menginap sementara Jehan harus pulang.

...----------------...

Sebria bangun lebih pagi menyiapkan sarapan. Rambut pendeknya di ikat ekor kuda tapi tetap tersisa berhelai ke bawah. Kesan manis dan imutnya semakin terpancar. Sambil cekatan mempersiapkan sarapan tanpa dia sadari Ayusa sudah bangun dan memperhatikan segala pergerakannya. 

“Pantas Jehan cinta sama kamu, karena Sebria memang secantik ini. Aku belum nemuin yang jelek dari kamu.” Ayusa berucap sambil melangkah mendekat. 

“Kamu juga cantik Yus, aku juga belum nemuin hal jelek dari kamu.” Sebria membalas pujian. 

“Tapi serius, bangun tidur wajah bantal kaya gini aja kamu imut loh.” Ayusa langsung duduk berniat menyantap sarapan. 

“Ayo sarapan.” Sebria mengabaikan pujian itu. 

Ayusa menikmati sarapannya tanpa mandi. Ia akan pulang ke rumah dulu sebelum ke kantor. Terlahir kaya membuat gadis itu tidak perlu bekerja keras menghamburkan lamaran kerja. 

“Aku mau potong rambut, menurut kamu bagusnya gimana?” 

Sebria meletak sendok mengakhiri sarapan. “Tapi rambut kamu sehat loh. Sayang kalau di potong.” 

“Aku gerah Bria, bosan juga rambut panjang. Model rambut kamu oke juga tuh. Boleh ya pakai style rambut kamu.” 

“Ya terserah kamu, tapi kalau hasil nya nggak memuaskan jangan ngamuk ya…”Sebria membereskan meja. 

“Oke, tunggu saja tampilan baru aku.” Ayusa langsung meraih tas nya untuk pulang. 

Sebria menggeleng sambil tersenyum. Sahabatnya itu ada-ada saja. Tapi kalau Ayusa ingin meniru style nya maka Sebria tidak masalah. Itu artinya dia bisa jadi inspirasi orang lain. Lamunannya terhenti saat dering ponsel terdengar.

"Iya Je."

"Sudah berangkat?"

"Belum sebentar lagi." Sebria menjawab sambil melangkah ke kamar.

"Istirahat siang, mau makan bersama?"

"Kaya nya nggak bisa deh, hari ini ada meeting dari departemen ku." Sebria sangat tidak enak hati.

"Ya udah nggak apa-apa, lain waktu aja. Wajar kamu sibuk sekali. Aku dengar kabar perusahaan kalian akan mengeluarkan produk baru."

"Iya, maka dari itu kami sedikit sibuk." Sebria meninggalkan unitnya setelah bersiap. "Aku jalan dulu."

"Kamu karyawan baru departemen saya?"

Langkah Sebria terhenti ketika berhadapan dengan seseorang.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!