Bagian 3 : Saling Berspekulasi

Semua tatapan siswa di kelas fokus pada dua orang perempuan yang bagaikan bumi dan langit, yang satu berpakaian sangat sopan dan tertutup dan satunya berpakaian layaknya preman sekolah dengan seragam dikeluarkan, rok di atas lutut yang dengan bebas memperlihatkan kaki jenjangnya. Mereka Aisyah dan Zahra, perbedaan yang sangat jauh dan begitu kontras.

Aisyah sudah biasa dengan tatapan membandingkan seperti itu, sudah tak berpengaruh lagi karena hatinya telah lama mengeras yang kapan saja dapat hancur berkeping jika mereka yang disebutnya keluarga membuatnya kecewa dengan kekecewaan yang benar-benar menyakitinya sampai membuat lukanya membekas tanpa bisa disembuhkan.

"Far, kantin yuk? Laper gue, ada yang mau gue omongin juga sama kalian." Ajak Dela.

"Lo mau ikut?" Bukannya menjawab ajakan Dela, Aisyah justru menawarkan ajakan pada Zahra.

Aisyah hanya berpikir jika Zahra harus di ajaknya, melihat dari penampilannya yang berbeda dengan murid lain yang sudah pasti akan lumayan sulit untuk berkenalan dan mencari teman. Apalagi dengan tatapan teman sekelasnya yang heran dan penasaran pada Zahra bahkan ada yang terang-terangan menatapnya sinis, seakan baru pertama kali melihat penampilan seperti itu.

"Emang gapapa kalo aku gabung?" Tanya Zahra ragu.

"Ya gapapa lagi, ya kan guys?" Ucap Melo yang disetujui sahabatnya.

“Tapi nanti kalian risih sama tatapan orang-orang karena penampilan aku.” Ucap Zahra.

Sudah Aisyah duga, Zahra yang terlihat ragu dan enggan bergabung karena penampilannya yang berbeda.

"Gak usah pikirin mereka, toh ini hidup kita, kita juga yang ngejalanin bukan mereka, santai aja." Ucap Dela sembari tersenyum.

"Kita udah kebal sama omongan pedes orang-orang, kadar pedesnya masih dibawah standar kalo dibandingin sama si Farah, ya gak Far?" Ucap Adit sembari menyikut lengan Aisyah.

“Shut up your fu*king mouth!” Sarkas Aisyah dengan lirikan tajamnya pada Adit.

"Tuh, denger kan?" Ucap Adit pada Zahra seakan hanya mendengar ucapan biasa saja. Zahra hanya tersenyum kikuk.

Entah Adit itu tidak tau, polos atau bodoh, ia masih saja menanggapi ucapan Aisyah yang begitu menyakiti pendengaran. Sekali lagi, mereka sudah terbiasa dengan sikap Aisyah.

Sesampainya di kantin, mereka langsung memesan makanan. Jangan lupakan Doni yang ikut andil dalam pembuatan makanan di kantin yang akan mereka makan, ia harus memastikan jika makanannya higienis dan yang pasti harus baik untuk kesehatan. Tak lama Doni kembali membawa nampan berisi makanan di bantu oleh ibu kantin.

"Gak ada saus!" Ucap Doni pada Adit seraya menjauhkan botol saus dari jangkauannya.

"Ah elah lo gitu amat si, udah 2 minggu gue gak ngerasain bahkan gue udah lupa gimana rasanya.” Ucap Adit kesal.

"Bagus kalo gitu. Jangan berani sentuh!" Santai Doni yang mulai memakan makanannya sembari memperingati Melo yang diam-diam akan mengambil botol saus, dilihatnya Melo yang mengembungkan pipinya karena kesal.

Zahra yang melihat itu hanya tersenyum, ia berpikir jika mereka adalah sosok sahabat yang sesungguhnya meski cara penyampaian mereka bisa terbilang sangat dingin yang terkadang kasar namun penuh perhatian di dalamnya.

"Udah deh ya, gue ada berita baik buat kita. Masih mau pada dengerkan?" Lerai Dela.

"Apa?" Doni bertanya.

"Gue dapet info dari om gue kalo ada café temennya yang lagi butuh band buat ngisi band yang lagi ada halangan selama sebulan kedepan. Kalian mau gak? Café nya sebelah kampus gitu.” Ucap Dela meminta pendapat.

"Kita ambil." Putus Aisyah tanpa mendengar pendapat dari yang lain.

"Bentar Aisyah ku. Kita belum setuju." Ucap Melo yang akhirnya bersuara.

"Jam berapa?" Tanya Doni.

"Jam 5 sore sampe jam 8 malem. Lo bisa Far, gue gak mau-" Jelas Dela yang langsung di potong Aisyah.

"Bisa." Tegas Aisyah.

“Oke setuju.” Ucap Melo dan Adit.

"Serius Far? Ntar bokap lo-" Tanya Dela ragu.

Bosan jika Dela sudah menyangkut pautkan orangtuanya dalam kegiatan yang ia gemari, Aisyah berhak menentukan keiginannya dan ia tak ingin dikekang.

"Gak peduli." Lagi-lagi Aisyah memotong ucapan Dela.

Sudah tak peduli dengan sikap mereka yang ia sebut keluarga itu, kepeduliannya telah hilang saat mereka bersikap mengekang, membandingkan, seakan semua yang dilakukannya itu salah bahkan sebelum mereka tau kebenarannya.

Bingung dengan sikap Dela dan Aisyah, Zahra hanya bisa menyimak tanpa mengerti apa yang mereka perdebatkan, layaknya masalah yang tak ingin diketahui orang lain. Zahra berpikir jika Aisyah masih peduli hanya saja ia seolah tak mengindahkan rasa itu, sepertinya ia hanya membentengi dirinya untuk tak terlalu mencampurkan urusan pribadinya dengan orang tuanya. Mungkin, itu hanya pikiran Zahra yang mengandalkan berdasar perasaannya yang saat melihat perubahan ekspresi wajah dan gerak tubuh Aisyah, meski tak terlihat jelas jika hanya mendengar penuturanya saja.

"Yaudah, mulai kapan?" Tanya Doni menyudahi perdebatan Aisyah dan Dela.

"Besok kita bisa mulai, kalo hari ini gak ada acara kita bisa liat café nya pulang sekolah nanti. Sekalian pemanasan." Jelas Dela akhirnya.

“Kalian nge band?” Tanya Zahra yang sudah penasaran dengan mata berbinar menatap Aisyah yang hanya di jawab anggukan.

"Lo mau ikut? Kalo lo mau liat kita, ikut aja." Usul Adit." Jarang-jarang loh anak sini bisa liat kita perfom, terlalu sulit buat ngeliat kita dengan kharisma yang bisa bikin meleleh.” Lanjutnya dengan bangga.

"Ikut aja, Ra." Aisyah pun ikut memberi usul.

Satu pertanyaan yang ada di pikiran sahabat dari Aisyah, "kenapa bisa?" Tidak biasanya Aisyah mengajak orang lain sekalipun itu mereka sahabatnya, jika tidak dipaksa mereka tidak bisa bersama Aisyah. Seolah sudah akrab dengan Zahra.

“Nanti sepulang sekolah aku harus setor hafalan, aku juga harus izin dulu, tapi aku mau ikut.” Jelas Zahra dengan rasa penasarannya. Aisyah mengangguk faham.

Dari dulu Zahra sangat ingin melihat seseorang menyanyi sembari memetik gitar secara langsung, apalagi dengan grup band, karena Zahra tak pernah keluar dari area pesantren, sekalinya keluar ia bersama keluarganya untuk bersilaturahim pada kerabatnya dan kali ini dengan segala kekeras kepalaannya juga kegigihannya dalam membujuk akhirnya ia bisa bersekolah di sekolah umum dengan catatan harus di antar-jemput oleh kakak tertuanya.

"Setor hafalan? Emang gak bisa besok aja, ya? Lo kayaknya pengen banget ikut." Tanya Melo.

"Bisa aja, tapi aku udah janji hari ini." Ucap Zahra.

"Yaudah gapapa, nanti kita kasih alamatnya kalo misalkan lo mau kesana." Ucap Melo yang di angguki yang lainnya.

Karena sudah tak ada yang harus dikerjakan lagi dalam kepengurusan kelas dan juga sudah jam pulang sekolah,  Aisyah dan sahabatnya beserta Zahra pergi meninggalkan kelas menuju parkiran.

Aisyah yang sempat berganti celana dulu ke toilet karena ia akan mengendarai motor. Mereka sudah bersiap dengan kendaraannya masing-masing, Doni dengan motor gedenya, Dela yang selalu ikut menumpang di mobil Adit dan sekarang Melo pun ikut menumpang bersama Dela karena ia biasa di antar-jemput supir dan meminta tak di jemput karena akan pergi ke café.

Di pos penjaga sekolah Zahra sedang menunggu jemputan, terlihat ada mobil yang berhenti tepat di depan gerbang sekolah lalu seorang laki-laki keluar dari sana dan menghampiri Zahra. Doni yang terlebih dahulu melewati gerbang menghidupkan klakson dan mengangguk pada Zahra menandakan ia pamit, lalu diikuti mobil yang di kendarai Adit bersama Dela dan Melo. Adit menghentikannya sebentar dan membuka kaca jendela mobilnya.

"Kita duluan ya." Ucap Melo yang diangguki Dela dan Adit.

"Iya, kalian hati-hati." Ucap Zahra sembari tersenyum.

Tak lama setelah mobil yang di kendarai Adit keluar dari gerbang, Aisyah yang mengenakan helm full facenya berhenti di depan Zahra dan laki-laki tadi. Aisyah membuka kaca helm nya memperlihatkan mata dan hidungnya. Beberapa detik mata Aisyah bersitatap dengan mata teduh laki-laki yang bersama Zahra.

"Kenapa?" Tanya Zahra heran karena Aisyah menyodorkan handphonenya tanpa berkata.

Aisyah menarik kembali handphonenya dan kembali menyodorkannya dengan tampilan keyboard berisikan angka.

“Oh nomor ponsel?” Tanya Zahra dan Aisyah hanya menggumam sebagai jawaban. Zahra mengetik dan menyimpan nomor handphonenya, setelah selesai Aisyah membunyikan klakson dan berlalu pergi.

"Hati-hati." Ucap Zahra yang masih bisa di dengar oleh Aisyah, ia hanya melambaikan tangannya tanpa menoleh ke arah Zahra dan terus melajukan motornya.

"Dek, kamu kasih nomor ponsel ke laki-laki?" Tanya laki-laki disebelahnya tak percaya apa yang dilihatnya.

"Laki-laki?" Zahra balik bertanya, heran. "Dia bukan laki-laki kak, dia perempuan. Namanya Farah Aisyah teman semeja Zahra.” Jelasnya memberitahu.

"Tapi penampilannya seperti laki-laki, meski badannya terlihat mungil." Heran laki-laki itu yang ternyata kakaknya.

"Kita gak bisa menilai seseorang dari penampilan, begitu juga kita gak bisa langsung menyimpulkan seseorang itu laki-laki atau perempuan dari penampilannya bukan?" Jelas Zahra dengan senyum manisnya.

"Iya kamu benar, ya sudah ayo pulang. Umi sudah kangen kamu katanya." Ucapnya seraya mengelus puncak kepala Zahra dengan lembut.

"Wah, beneran kak?" Tanya Zahra gembira dan kakaknya tersenyum lalu mengangguk mantap.

🐼🐼🐼

Salam mata panda🐼

Terpopuler

Comments

Anita Jenius

Anita Jenius

Like buatmu thor.
Lanjutkan ceritanya ya kak. semangat

2024-04-12

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!