Setelah rentetan kemenangan yang mengejutkan, mulai dari olimpiade kimia, teater, bisnis, hingga puisi mie instan, kelas 3A memutuskan untuk merayakan semuanya di tempat yang jauh dari kebisingan: Bukit Nusantara.
Pak Arka, yang awalnya hanya ingin acara refleksi dan belajar bersama, mengalah begitu melihat murid-muridnya membawa tenda, speaker bluetooth, dan... kambing tiup?
"Itu apaan,Reza?"
"Dekorasi dong, Pak. Biar vibes-nya kayak pesta anak pegunungan, ini semua Dina yang atur."
Mereka kebingungan. "lah, bukanya kita kemarin kumpul di sini ya.?" tanya toni.
"mungkin di sebelah sana kali." ucap Andi.
Pagi hari, setelah mendaki setengah ngos-ngosan dan nyasar dua kali karena GPS ditaruh di mode pesawat oleh Andi biar 'lebih alami', mereka tiba di puncak.
Pemandangannya luar biasa. Angin sejuk, langit biru cerah, dan suara Lia langsung teriak:
"SELFIE DULU, BOS!"
Setelah sesi foto liar, termasuk foto Pak Arka pakai topi jerami dan kacamata hitam Andi mereka duduk melingkar.
Amira mengambil alih: "Oke, kita rapat masa depan. Fokus, teman-teman."
Reza menggelar kertas besar bertuliskan: “Planning 3A - Dari Gila Jadi Legenda.”
Isi rencana:
Membuat kanal YouTube edukatif berkonsep nyeleneh.
Bikin buku kumpulan puisi absurd dan resep mie.
Deri akan coba jual baju bertema “Ilmu Gila 3A.”
Andi mau ikut lomba penemuan ilmiah katanya, “Gue mau ciptain energi terbarukan dari go green.”
Lia akan ikut lomba film pendek bertema “sosial”
Sedangkan Amira bersiap ikut lomba puisi dan memadukan inovasi agar terkesan unik.
"Kita harus lanjutkan nama kita. Sekolah ini dulu mau tutup karena citranya jelek. Sekarang, kita bikin namanya jadi simbol perubahan," kata Amira, kali ini dengan serius.
Semua manggut-manggut... sampai Deri nyeletuk:
"Eh, kambing tiupnya meledak."
Kambing plastik yang ditiup Andi sebagai maskot pesta mendadak meletus. Lia ketawa sampai guling-guling di rumput.
sore pun tiba. Mereka bikin api, memanggang daging ikan yang segar, Satu per satu membagikan harapan:
"Gue pengen sekolah ini lanjut terus. Jadi tempat anak-anak aneh kayak kita bisa berkembang," kata Reza.
"Gue pengen... ya, minimal terkenal bukan karena bolos lagi." sambung Cindi.
Pak Arka menyusul, "Kalian mengubah sekolah ini. Kegilaan kalian bukan gangguan, tapi justru penyemangat. Tahun ini, kalian gak cuma lulus, kalian naik level."
Mereka bersorak. Lagu nyeleneh ciptaan Andi mulai diputar. Judulnya: “Senyawa Cinta dan Mie Rasa Patah Hati.”
Dan di bawah langit senja, di atas Bukit Nusantara, kelas 3A merayakan satu hal:
Kegilaan yang tersusun rapi.
...----------------...
Ulangan semester tinggal 2 bulan lagi bulan ini mereka menghadapi lomba tingkat kabupaten. Tapi bukannya panik dan begadang semalaman, kelas 3A justru kembali ke Bukit Nusantara. Menurut mereka, “bukit” adalah sumber pencerahan, inspirasi, dan tentunya tempat paling pas buat rapat taktik absurd.
“Kenapa kita belajar di sini?” tanya Reza sambil membuka tripod buat kameranya.
Andi dengan gaya bijaknya menjawab, “Karena belajar di kelas terlalu mainstream. Kita butuh suasana yang mengguncang akal sehat.”
Pak Arka, yang kini lebih sering mengelus dada karena kebiasaan murid-muridnya yang tak biasa, akhirnya ikut juga. “Selama kalian belajar... meski sambil joget atau menyanyi, ya silakan.”
Setibanya di bukit, mereka gelar tikar, tenda, papan tulis portabel, dan tentu saja, logistik cemilan yang lebih mirip persiapan perang.
Jaka membuka sesi rapat seperti panglima pasukan. “Dengar ya, pasukan 3A. Ini bukan sekadar ulangan, ini adalah gladi resik menuju kelulusan. Maka, strategi harus matang. Kita bagi tugas!”
"Aku pegang matematika," kata Sinta. “Tapi ngajarnya pakai lagu dangdut. Biar otak nempel sama nadanya.”
Andi langsung tunjuk tangan. “Gue kimia. Tapi metode gue pake eksperimen asap dari tepung dan balon."
Reza menimpali, “Bahasa Inggris kita latihan bikin drama. Temanya ‘My Ex is a Ghost’. Bonus: aksen India dan logat Betawi."
Deri bawa laptop, buka Excel, dan langsung bikin jadwal belajar versi spreadsheet. Tapi setiap kolom diselipin meme motivasi, seperti: “Kalau kamu bisa jawab soal integral, mantan pun akan menyesal.”
Hari demi hari mereka belajar, dari pagi sampai malam, dengan metode yang tidak pernah diajarkan di buku pedagogi mana pun:
Main tebak kata untuk hafalan sejarah.
Membuat lagu rap buat pelajaran ekonomi.
Reza bikin kuis interaktif lewat aplikasi, dengan sound efek tawa penonton sitcom.
Andi membuat simulasi kimia pakai kembang api kecil (yang hampir membakar jaket Deri).
Amira, yang bertugas sebagai MC belajar, membuat yel-yel penyemangat setiap jam istirahat: “Siapa kita? 3A! Apa misi kita? Lulus tanpa kehilangan kewarasan! Yakin? Yakin nggak yakin, yang penting usaha!”
Hari H pun tiba. Ruang ulangan menjadi saksi betapa mereka datang bukan sebagai murid biasa, tapi pasukan siap tempur.
Andi muncul pakai helm proyek dan jaket laboratorium.
Dina bawa spanduk seukuran karpet yang dibungkus plastik bertuliskan: “Penghapus Dosa Masa Lalu.”
Reza sempat berdiri di tengah kelas, nyaris berteriak, “Kita bisa, sobat-sobat masa depan!” sebelum pengawas menegur.
Saat ujian dimulai, kejadian-kejadian absurd tidak bisa dihindari:
Amira sempat menulis puisi pendek di pinggir lembar jawaban biologi karena “tiba-tiba inspirasi datang.”
Deri, yang terlalu semangat minum kopi, menulis jawabannya dengan kecepatan seperti diketik, lalu akhirnya salah semua karena lupa baca soal.
Andi mendadak berdoa keras-keras sebelum menjawab soal matematika, “Ya Tuhan, semoga X ketemu Y dan mereka bahagia bersama.”
Reza, lupa matiin alarm HP-nya, dan lagu dangdut Lia malah jadi backsound mendadak.
Pengawas geleng-geleng, tapi tak bisa memarahi. Karena semua fokus. Semua menjawab. Dan ya... semua soal dijawab dengan benar. Aneh tapi nyata.
Seminggu kemudian, pengumuman hasil keluar. Kelas 3A bukan hanya lulus. Mereka mendominasi. Nilai tertinggi di seluruh jurusan datang dari kelas “paling gila” se-SMA Kencana Bangsa.
Pak Arka berdiri di depan kelas. “Kalian membuktikan bahwa metode belajar itu bisa disesuaikan dengan karakter. Gak harus kaku. Yang penting, kalian niat. Dan hasilnya? Luar biasa.”
Andi, dengan gaya sok bijak, berdiri dan berkata, “Kita bukan hanya naik level. Kita sudah menciptakan kurikulum baru: Kurikulum Nusantara 3A!”
Kelas langsung bersorak. Tumpeng mini yang mereka siapkan khusus buat momen ini langsung diserbu. Dan saat tumpeng habis, Lia meluncurkan satu kalimat yang horor bikin mereka terdiam:
“Next… kita siap hadapi lomba kabupaten dan nasional kan?”
"ya, jika kalian berhasil menang di tingkat kabupaten." ucap Arkan.
Semua langsung panik. Tapi Amira angkat tangan tenang:
“Tenang. Kita punya satu minggu lagi. Kita bekerja keras untuk lomba tongkat kabupaten dan Nasional, tempur menanti.”
"kalian, adalah para prajurit terbaik di sekolah SMA harapan Nusantara !" teriak Jaka memeluk Reza dan mengelapkan ingus di baju Reza.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments