Pagi itu, Senin pukul 07.00 WIB, aku sudah berdiri di depan gerbang sekolah. Hatiku berdebar tak karuan sejak bangun tidur. Hari ini aku begitu tak sabar ingin bertemu dengan Ranu—gadis cantik yang terus hadir dalam pikiranku sejak pertemuan kami tempo hari. Wajahnya seolah menghantui malam-malam ku. Entah virus apa yang ia sebarkan, tapi jelas sekali—aku jatuh cinta.
"Ya Allah, perasaan apa ini... Kenapa wajah Ranu selalu muncul di benakku? Aku harus bisa mendapatkannya," bisikku dalam hati.
Dari kejauhan, sosok itu akhirnya muncul. Cantik, sederhana, dengan senyum kecil yang entah kenapa selalu sukses membuat jantungku berdetak tidak karuan. Aku menghampirinya.
"Pagi, Ran," sapaku.
"Pagi, Kak Rian," jawabnya ringan.
Oh Tuhan... jantung ini seperti mau copot.
"Gimana kabarnya hari ini?"
"Ya seperti biasa, Kak. Masih tetap bernafas di bumi," candanya.
Aku tertawa kecil, lalu memberanikan diri bertanya, "Ran, boleh nanya nggak?"
"Boleh, tanya apa, Kak?"
"Dulu mama kamu ngidam apa, sih? Kok bisa lahir cewek secantik kamu gini?"
Ranu tertawa lepas. "Ngidam jengkol, Kak."
"Wah, bau dong!" candaku. Kami pun tertawa bersama.
Tak terasa bel masuk berbunyi. "Sudah bel, yuk masuk," ajak ku. Ia mengangguk, dan kami pun melangkah bersama.
---
Sepulang sekolah, aku menunggu Ranu di depan gerbang sambil duduk di atas motorku, Honda C70 yang sudah ku poles jadi motor klasik kesayanganku. Tak lama, Ranu muncul.
"Ranu!" panggilku.
"Hai!" jawabnya ceria, sambil melambaikan tangan.
"Ngapain di sini, Kak?"
"Nungguin kamu."
"Kenapa nungguin aku?"
"Mau ajak pulang bareng. Boleh?"
Ia menatapku, lalu menggoda, "Tapi aku nggak punya ongkos buat bayar Kakak, loh."
"Tenang, Neng Geulis. Hari ini Babang Ojek ada promo spesial: gratis buat kamu."
Ranu tertawa dan mengangguk. "Oke deh, Babang Ojek."
Aku meng engkol motorku, lalu kami pun berangkat. Di tengah perjalanan, aku berhenti di warung makan pinggir jalan.
"Kenapa berhenti, Kak?"
"Takut bidadariku kelaparan," candaku.
"Ih, Kakak bisa aja."
"Setiap pulang sekolah aku memang suka makan di sini. Pemiliknya, Mang Ujang, udah hafal banget sama pesanan aku. Yuk, aku kenalin."
"Mang Ujang!" panggilku.
"Eh, Rian. Tumben bawa cewek. Siapa ini?"
"Ini Ranu, Mang. Ranu, ini Mang Ujang."
"Salam kenal, Mang," ucap Ranu, menjulurkan tangan.
"Nama Mang Ujang Santoso, biasa dipanggil Mang Ujang aja. Mau makan apa, Neng?"
"Sama aja kayak Kak Rian."
"Oke, nasi pecel dan es jeruk manis ya. Tunggu sebentar."
Kami pun duduk. Aku menatap Ranu dengan serius.
"Ran, boleh jujur nggak?"
"Boleh, Kak. Apa?"
"Sejak kejadian di kantor kepala sekolah itu... Kakak nggak bisa berhenti mikirin kamu. Aku selalu kebayang wajahmu. Mungkin... Kakak jatuh cinta."
Ranu terdiam. Matanya menyiratkan rasa malu.
"Ran, kalau Kakak jatuh cinta... boleh nggak Kakak minta kamu jadi pacar Kakak?"
Sebelum ia menjawab, Mang Ujang datang.
"Makanannya datang! Wah, kelihatannya serius banget obrolannya. Ngomongin apa, nih?"
"Ah, Mang kepo aja," balasku.
"Hati-hati, Neng. Si Rian ini banyak utang, loh," canda Mang Ujang.
"Mang jangan buka kartu dong!" jawabku sambil tertawa.
Ranu pun ikut tertawa.
Setelah makan, aku mengantar Ranu pulang. Saat sampai, ia turun dari motor.
"Makasih ya, Rian. Udah nganterin dan traktir makan."
"Sama-sama, Ran. Tapi... gimana soal permintaan Kakak tadi di warung?"
Ia tersenyum menggoda. "Hmm... kira-kira aku kabul lin nggak, ya?"
"Kakak berharapnya sih, kamu kabul lin ."
"Hmm... oke deh, Kak. Aku kabul lin."
Aku loncat kegirangan. "Seriusan, Ran?"
"Serius. Aku juga suka sama Kakak."
"Mulai hari ini kita resmi jadian, ya?"
Ia mengangguk, lalu menyentuh tanganku. "Iya, Kak. Mulai hari ini, kita resmi jadian."
Hari itu adalah hari paling indah dalam hidupku. Ranu, gadis yang membuat jantungku berdetak tak beraturan, kini jadi milikku. Aku berjanji akan menjaganya... selalu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments