Hari ini langit tampak mendung sejak pagi. Tapi suasana hatiku tetap cerah karena hari ini aku bisa pulang bersama Ranu lagi. Sejak kami resmi jadian, setiap hari terasa lebih berwarna. Kami makin sering menghabiskan waktu bersama, baik di sekolah maupun setelahnya.
Saat bel pulang berbunyi, langit mulai menurunkan gerimis. Aku dan Ranu segera keluar kelas, dan seperti biasa, aku menunggu di depan kelasnya sambil membawa helm cadangan.
"Ran, ayo pulang sebelum hujan gede," ajakku sambil tersenyum.
"Iya, Kak. Tapi kayaknya udah mulai deres deh," sahut Ranu sambil menatap langit yang makin gelap.
Kami berjalan cepat ke parkiran, tapi belum sempat sampai ke motor, hujan turun deras. Aku langsung menarik tangan Ranu dan mengajaknya berteduh di sebuah kios kecil yang tutup, persis di depan sekolah.
"Sini, Ran. Kita berteduh dulu," ucapku sambil menepuk-nepuk bahunya yang basah.
Kami duduk di emperan kios, menunggu hujan reda. Jalanan mulai sepi, hanya suara hujan yang menemani kami.
Ranu menyisir rambutnya yang basah sambil berkata, "Hujan-hujan gini, enaknya makan mie rebus sama teh manis anget."
Aku tertawa pelan, "Kalau kamu yang masak, pasti rasanya makin mantap."
"Eh tapi beneran, kamu suka hujan nggak, Kak?" tanyanya tiba-tiba.
"Suka... karena setiap hujan, aku bisa duduk kayak gini bareng kamu."
Ranu tersenyum, memeluk lututnya sambil menyandarkan bahunya padaku.
"Dulu waktu kecil, aku suka lari-lari hujanan di halaman rumah. Tapi Mama selalu marah karena takut aku sakit," katanya lirih.
"Aku juga. Tapi sekarang kalau kehujanan sama kamu, aku malah pengin hujan terus."
Kami saling menatap, dan di detik itu, dunia seolah hening. Hanya ada suara hujan dan dua hati yang perlahan menyatu.
Aku melepas jaketku dan menyampirkannya ke bahu Ranu. "Biar nggak masuk angin. Nanti Papa kamu bisa marah ke aku."
"Makasih ya, Kak. Kamu selalu perhatian."
Aku menggenggam tangannya yang dingin karena hujan. "Ran... kalau suatu hari nanti, aku susah atau jauh, kamu tetap mau nunggu aku, kan?"
Ranu menoleh, menatap mataku dalam-dalam. "Aku nggak minta apa-apa dari kamu, Kak. Cuma satu... jangan pernah berubah. Tetap jadi Rian yang aku kenal sekarang."
"Itu juga yang aku harapkan dari kamu. Kita sama-sama janji ya?"
Kami saling mengangguk. Lalu aku dan Ranu mengangkat kelingking kami dan saling mengaitkannya.
"Janji di bawah hujan. Harus ditepati," ucapku.
"Iya. Harus," balas Ranu pelan.
Hujan mulai reda. Kami pun bersiap naik motor. Walau masih sedikit gerimis, rasanya hati ini hangat.
Di perjalanan pulang, Ranu memelukku dari belakang lebih erat dari biasanya. Dan aku tahu, meski dunia di sekitar terasa dingin, ada cinta yang hangat mengalir di antara kami.
Hari itu, hujan tak hanya membawa air dari langit. Tapi juga membawa janji yang kami ikrarkan diam-diam, di bawah langit kelabu.
---
Malam harinya, aku tak bisa tidur. Aku rebahan sambil menatap langit-langit kamar, memutar ulang kejadian tadi siang. Setiap senyum, setiap kata dari Ranu terus terbayang di benakku. Jantungku seperti berdetak lebih pelan saat mengingat momen kami di bawah hujan.
Ponselku berbunyi. Sebuah pesan masuk dari Ranu.
> "Sayang, makasih ya untuk hari ini. Aku nggak akan lupa janji kita tadi."
Aku tersenyum kecil lalu membalas:
> "Sama-sama, Sayang. Janji kita disaksikan langit dan hujan. Aku nggak akan pernah lupain."
Ranu membalas dengan emoji hati dan peluk. Meskipun jarak kami hanya beberapa kilometer, tapi rasanya seperti sedang duduk berdampingan lagi.
Setelah membalas pesan itu, aku memeluk bantal dan menutup mata. Hatiku tenang. Mungkin beginilah rasanya cinta yang tenang dan tulus. Tak perlu banyak kata, cukup dengan keberadaan satu sama lain.
Dan malam itu, untuk pertama kalinya aku tidur sambil tersenyum.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments