Bab 4

Liana memandang Rafael yang kini terkulai lemah tak jauh dari posisinya. Tembakan yang mengarah ke mereka tidak hanya membuat tubuhnya gemetar, tetapi juga membuat dunia seakan berputar. Darah segar mengalir dari luka di lengannya, dan ia merasa pusing. Rafael, meskipun terluka parah, berusaha untuk tetap bertahan. Matanya yang menatap penuh perjuangan itu membuat Liana semakin terjepit antara harapan dan ketakutan.

Di belakang mereka, pria besar yang membawa pistol itu mulai mendekat, matanya berbinar dengan niat buruk. Pistol yang tergenggam di tangannya sudah cukup untuk menakut-nakuti siapa pun. Liana berusaha berpikir cepat, namun otaknya terasa terhenti. Di hadapannya, Rafael membutuhkan pertolongan, dan meskipun dia sudah memberikan segalanya, ia merasa mereka semakin terpojok.

“Liana…,” Rafael berbisik, suaranya begitu pelan, hampir tidak terdengar. “Lari… sekarang…”

Namun, Liana tak bisa bergerak. Ia menggenggam tangan Rafael lebih erat, hatinya berpacu dengan cepat. "Tidak, aku tidak akan meninggalkanmu," jawabnya dengan tegas, meskipun rasa takut mulai menguasai dirinya.

Pria bertubuh besar itu sudah begitu dekat, senjata terarah ke dada Rafael. Liana hanya bisa terdiam, memandangi kegelapan yang semakin mendekat. Di dunia ini, apa yang bisa mereka lakukan selain berharap keajaiban datang?

Tiba-tiba, sebuah suara keras terdengar dari luar. Langkah kaki yang berat, disusul oleh suara kendaraan yang berhenti di depan klinik. Tembakan dari pistol pria besar itu membuat suasana semakin tegang, namun Liana merasa ada sesuatu yang berbeda. Instingnya mengatakan bahwa ada sesuatu yang akan mengubah keadaan ini.

Pria besar itu menghentikan langkahnya sejenak, memiringkan kepala seolah mendengar suara yang tak terduga. Dalam sekejap, pria itu memutar tubuhnya, memandang ke arah pintu depan. “Siapa itu?” gumamnya, tatapannya tajam dan curiga.

Liana dan Rafael hanya bisa menunggu, jantung mereka berdegup kencang, saling bertukar pandang. Liana ingin bertanya, ingin tahu siapa yang datang, namun saat itu Rafael menggenggam tangannya lebih kuat. “Jangan bergerak,” katanya pelan, meskipun tubuhnya sudah lemah.

Tiba-tiba, pintu depan dihantam dengan keras. Suara keras itu memecah keheningan, membuat para pria di dalam klinik terkejut. Pintu yang semula tertutup itu kini terlempar ke dalam dengan suara berderak, dan masuklah sosok yang sudah tidak asing lagi di mata Rafael—Luca Moretti.

Luca adalah sahabat lama Rafael, orang yang tidak hanya menjadi teman dekatnya, tetapi juga seseorang yang telah bersumpah untuk melindunginya. Meskipun Luca bukan orang yang mudah ditebak, ketegasan dalam setiap langkahnya menunjukkan bahwa ia adalah pria yang tidak mengenal kata menyerah. Di belakangnya, muncul beberapa pria berbadan kekar yang sepertinya sudah terlatih dalam pertempuran, siap untuk mengamankan situasi.

“Apa yang kalian lakukan di sini?” suara Luca yang dalam dan tegas menggema di seluruh ruangan.

Pria bertubuh besar yang tadinya mengarah pada Rafael kini berbalik, mencoba untuk menghadapi ancaman baru. Namun, Luca tidak memberikan kesempatan bagi musuh-musuhnya untuk berbicara. Tanpa berkata sepatah kata pun, ia mengangkat tangan dan dengan gerakan yang terlatih, memberi isyarat kepada anak buahnya untuk menyerbu.

Keadaan menjadi kacau. Luca dan anak buahnya melumpuhkan para penyerang Rafael dengan cepat. Mereka bergerak cepat dan terkoordinasi, masing-masing memanfaatkan keterampilan bertarung mereka yang sudah terasah. Tembakan demi tembakan terdengar, namun kali ini mereka datang dari pihak yang benar.

Liana yang terkejut melihat kedatangan Luca dan sekutunya, masih belum bisa mencerna sepenuhnya. Luca berjalan menuju mereka, ekspresinya tidak menunjukkan rasa terkejut meskipun melihat Rafael dalam kondisi yang mengenaskan. Tanpa basa-basi, ia segera berjongkok di samping Rafael, memeriksa luka-lukanya dengan teliti.

“Rafael, kau benar-benar bodoh,” Luca berkata dengan suara rendah, namun penuh penekanan. “Apa yang kau lakukan? Mengundang mereka ke sini?”

Rafael hanya bisa tersenyum lemah, meskipun tubuhnya jelas kelelahan. "Aku selalu menjadi masalah, Luca."

Luca menghela napas panjang. “Ini bukan waktunya untuk bercanda. Kita harus keluar dari sini, sekarang juga.”

Liana yang masih terkejut melihat perubahan mendadak dalam situasi itu, akhirnya mengumpulkan keberaniannya untuk bertanya, “Siapa mereka? Apa yang terjadi, siapa kau?”

Luca menatapnya sejenak, matanya menyelidik. “Mereka orang-orang yang mengejar Rafael selama ini. Namaku luca, aku tahu apa yang mereka inginkan dari Rafael dan aku tidak akan membiarkan mereka mendapatkan apa pun.”

Liana hanya bisa menatap Luca dengan tatapan bingung, mencoba memahami semua yang baru saja terjadi. Semua perasaan yang menguasai dirinya bercampur aduk—ketakutan, kelegaan, dan kebingungan. Apa yang sebenarnya terjadi?

“Luca,” Rafael berbisik, menarik perhatian sahabatnya. “Mereka masih mengejar kita. Mereka akan datang lagi, lebih banyak daripada ini.”

Luca mengangguk serius. “Aku tahu. Tapi kali ini, mereka tidak akan bisa menang.” Ia memberi isyarat kepada anak buahnya, yang mulai mengamankan area tersebut, menyiapkan langkah selanjutnya untuk memastikan mereka selamat.

Liana membantu Rafael untuk berdiri, meskipun ia hampir tidak bisa menahan tubuhnya yang mulai gemetar. “Apa yang harus kita lakukan sekarang?”

“Pergi,” jawab Luca tegas. “Kita pergi ke tempat yang aman, jauh dari sini. Aku akan pastikan kita tak terdeteksi lagi.”

Namun, saat mereka baru saja bersiap untuk pergi, sebuah suara yang asing namun familiar terdengar dari belakang mereka.

“Luca, kau pikir ini selesai?”

Luca dan Liana berbalik. Dari bayangan yang muncul di ujung lorong, seorang pria berjalan mendekat. Wajahnya tak asing lagi bagi mereka. Adrian, mantan sekutu Rafael, kini berbalik menjadi musuh yang jauh lebih berbahaya.

Adrian tersenyum penuh sindiran. "Kau pikir aku akan membiarkan kau kabur begitu saja, Moretti?"

Luca mendengus, namun kali ini ada sesuatu yang berbeda di tatapannya—sesuatu yang penuh dengan ancaman.

"Apa yang kau inginkan, Adrian?" kata Luca dengan nada rendah, namun penuh amarah.

Adrian hanya tertawa, memperlihatkan senjata yang tergenggam erat di tangannya.

“Lebih banyak dari yang kalian kira, Luca. Lebih banyak dari yang kalian bayangkan.”

Dan dengan itu, dunia kembali terasa seperti akan runtuh.

Terpopuler

Comments

Sri Siyamsih

Sri Siyamsih

msh teka teki masalahnya apa . lanjut k

2025-04-03

1

Putri Sylvia

Putri Sylvia

moga aja luca bisa membawa kabur Rafael dan Liana dengan selamat

2025-04-03

0

inggrilolaamelia

inggrilolaamelia

dibagian ini aku bayangin adegan di film film😄

2025-04-08

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!