Dok, Cintai Aku Sekali Saja
Setiap orang memiliki tujuan hidup yang ingin dicapai. Manusia, dengan sifatnya yang tidak pernah puas, akan melakukan berbagai cara untuk meraih kepuasan tersebut.
Salah satunya adalah seorang gadis berusia 22 tahun yang bercita-cita untuk ikut serta dalam menegakkan kebenaran. Masyarakat memiliki pandangan negatif terhadap sistem hukum, terutama di Indonesia.
"Hukum itu tumpul ke atas, tajam ke bawah."
Ungkapan yang melekat pada dunia hukum ini mendorong gadis 22 tahun itu untuk membuktikan bahwa sistem hukum di negara ini tidak sepenuhnya salah. Kesalahan terletak pada individu yang tidak menjalankan tanggung jawabnya dengan baik.
Tentu saja, tidak semua penegak hukum seperti itu. Masih ada sebagian dari mereka yang bekerja dengan jujur dan penuh hati nurani.
*****
Di sebuah kafe yang terletak tidak jauh dari gedung perkantoran mewah, seorang gadis melayani pelanggan. Kafe itu selalu ramai karena lokasinya yang strategis, menjadi tempat favorit mahasiswa untuk berkumpul atau mengerjakan tugas.
Laila Defarin, atau yang biasa dipanggil Ila, terlihat sibuk melayani pesanan pelanggan. Keramaian kafe hari ini membuatnya kewalahan.
Ila membawa beberapa makanan dan minuman dengan nampan besar untuk mempercepat pekerjaannya.
Ila meletakkan pesanan di atas meja yang ditempati enam mahasiswa.
"Terima kasih, Ila. Gabung sini, yuk!" ajak salah satu mahasiswi.
Ila menggeleng. Ia merasa tidak pantas bergabung dengan mereka karena perbedaan status. Ia hanyalah seorang karyawan kafe.
"Ila, duduklah di sini. Bukankah shift-mu sudah selesai? Sebelum pulang, makanlah bersama kami," kata Ratu dengan nada memaksa.
Ratu Larissa Aswara, anak pemilik kafe tempat Ila bekerja, telah mengenal Ila sejak SMA. Mereka bersahabat sejak masa sekolah.
Ratu prihatin dengan kehidupan sahabatnya, tetapi tidak bisa banyak membantu karena Ila melarangnya. Ila tidak ingin merepotkan orang lain.
Ratu, seorang mahasiswi semester akhir jurusan kedokteran di universitas dekat kafe, sering mengeluhkan lelahnya kuliah. Namun, ia segera menyadari betapa beruntungnya dirinya. Ia tidak perlu bekerja keras seperti Ila untuk membiayai pendidikannya.
Ratu selalu mengingatkan dirinya untuk tidak mengeluh. Masih banyak orang yang lebih menderita, salah satunya adalah Ila.
"Ratu, aku ingin pulang. Masih ada pekerjaan lain yang harus kuselesaikan," tolak Ila.
"Pekerjaan apa lagi? Bukankah kau hanya bekerja di kafe ayah Ratu?" tanya salah satu teman Ratu yang dekat dengan Ila.
Ratu berdiri dan menghadap Ila, "Berapa banyak pekerjaan yang kau ambil, La?" tanyanya.
"Sebanyak mungkin, Tu," jawab Ila.
Ratu menghela napas lelah, "Untuk apa?"
"Untuk keluarga dan tentu saja, untuk mimpiku, Tu," jawab Ila.
"Ayahmu ke mana? Mengapa kau menanggung semuanya?" tanya Ratu kesal.
"Entahlah, sepertinya ayah belum mendapat rezeki. Karena itu, aku yang berusaha," jawab Ila.
Ratu tertawa sinis, "Orang tua macam apa dia? Hanya bisa membuat anak, tetapi tidak mau menafkahi," ucap Ratu sarkastis.
Ratu tahu betul tentang kehidupan Ila. Gadis berkulit hitam manis itu memang memiliki nasib yang kurang beruntung. Begitulah menurut Ratu.
Ila menatap Ratu dalam, "Jangan bicara seperti itu. Ini urusanku, kau tidak perlu ikut campur," kata Ila.
Ratu memalingkan wajah, "Sampai kapan kau begini, La? Gaji dari kafe ini tidak akan cukup untuk mewujudkan mimpimu jika kau terus seperti ini. Bersikap egois sedikit tidak akan membuatmu durhaka, Ila," geram Ratu.
Ila mengusap bahu sahabatnya, "Terima kasih, cantik. Aku bersyukur memiliki sahabat sepertimu. Soal mimpiku, aku sudah pasrah. Jika Allah tidak mengizinkan, mungkin Dia memiliki hadiah lain untukku. Kau percaya itu, kan?" tanya Ila, berusaha meyakinkan Ratu. Teman-teman Ratu hanya diam memperhatikan perdebatan kecil mereka.
Ratu menatap Ila dengan mata berkaca-kaca. Ia memang memiliki hati yang lembut dan mudah menangis, meskipun ucapannya terkadang menyakitkan.
"Baiklah, tapi ingat, jika kau butuh sesuatu, hubungi aku. Tawaranku yang dulu masih berlaku," ucap Ratu sambil memeluk Ila.
Ila mengangguk dan membalas pelukan Ratu, "Kalau begitu, aku izin pulang dulu, dokter," ucapnya.
"Teman-teman, aku pulang dulu, ya. Jaga dokter kesayangan kita," ucap Ila, lalu pergi meninggalkan Ratu dan teman-temannya.
Ratu menatap punggung Ila dengan iba, lalu duduk kembali.
"Kalian terlihat sangat dekat," ucap Ratna.
Ratu mengangguk sambil makan kentang goreng, "Dia wanita terkuat yang kukenal," jawab Ratu tanpa menatap lawan bicaranya.
"Mengapa kau tidak mengajaknya kuliah bersama?" tanya Love.
"Dia tidak mau," timpal Sisil, teman Ratu yang cukup akrab dengan Ila.
"Mengapa?" tanya Love penasaran.
"Ila bukan tipe orang yang suka dikasihani. Ia ingin kuliah dengan hasil keringatnya sendiri, meskipun nanti di usia yang lebih tua," jelas Ratu.
Di sisi lain, Ila berjalan menuju rumah kecilnya. Ia tidak pernah merasa nyaman di rumah itu.
Rumah itu dipenuhi pertengkaran dan saling menyalahkan.
Ila menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan. Ia berjalan menuju pintu utama dan mengetuknya. Pintu terbuka, menampilkan wajah remaja yang berdiri di hadapannya.
"Kakak sudah pulang? Tumben cepat," tanya Claudi, adik Ila.
Ila mengangguk, "Ibu dan ayah di mana?" tanyanya sambil masuk ke rumah.
Claudi menutup pintu dan mengikuti Ila ke meja makan, "Sedang keluar, katanya mencari pinjaman," jawab Claudi.
Ila menuangkan air ke dalam gelas dan meminumnya, "Pinjaman untuk apa?" tanyanya sambil meletakkan gelas kosong di atas meja.
"Ayah ketahuan mengambil uang bosnya, Kak. Jadi, harus diganti atau ayah akan dipenjara," jelas Claudi, membuat kepala Ila terasa ingin pecah.
Ila memijat pelipisnya, "Berapa total uang yang harus diganti?" tanya Ila, khawatir jumlahnya mencapai ratusan juta.
"Lima ratus juta, Kak," jawab Claudi, merasa iba melihat kakaknya.
Ila memegang kepalanya, "Ya Allah, untuk apa uang sebanyak itu? Selama ini ayah tidak pernah memberi uang lebih untuk keperluan rumah. Ya Allah, cobaan apa lagi ini?" batinnya dengan mata berkaca-kaca.
Claudi menghampiri kakaknya dan memeluknya, "Maafkan Audi, Kak. Audi belum bisa membantu," ucapnya lesu.
Ila mengelus tangan adiknya, "Tidak apa-apa. Fokuslah pada sekolahmu. Biar masalah ini kakak, ibu, dan ayah yang pikirkan. Tenang saja, di balik kesulitan pasti ada kemudahan. Insya Allah," ucapnya, sedikit ragu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments