“Cih, merepotkan!” Nagato menarik hewan yang menjadi korban diskriminasi manusia. Dia membawanya menjauh dari Tanjung Missique.
Penduduk yang melempari batu pada hewan itu terkejut ketika tidak mendapati apapun disekitar mereka selain angin yang berhembus kencang.
“Chibi! Apa dia ini satu ras denganmu?” Nagato melempar tubuh hewan yang dia selamatkan dengan kasar.
“Nagato, seperti biasa kau selalu berbicara padaku dengan kasar! Kau sama sekali tidak peduli padaku!” Chibi melompat dan hendak mencakar wajah Nagato, tetapi dalam satu kali lompatan, lehernya dipegang Nagato dengan mudah.
“Dengar Chibi, kau adalah saksi saat dimana adik sepupuku selalu memberikannku inspirasi. Dibandingkan diriku, Litha adalah orang yang hebat. Setelah dia tiada, impiannya masih terus menginspirasiku dan membuatku tetap bertahan. Maka dari itu, kita berdua akan keluar dari benua ini. Apapun yang terjadi kita harus mewujudkan keinginan adikku.” Selesai berkata demikian, Nagato juga melempar tubuh Chibi dengan kasar.
“Kurasa dia ini adalah Hewan Buas. Chibi, ikut aku pulang. Saat ini aku lebih khawatir dengan kondisi kakek tua itu!” Nagato berjalan dengan tenang dan mendecakkan lidahnya.
“Nagato, tunggu...” Chibi mengejar Nagato, dan dikejutkan dengan hewan yang diselamatkan Nagato.
“Tunggu!” Hewan itu memeluk tubuh Nagato dari belakang. Chibi melihat Nagato yang langsung ambruk ke depan dan memasang wajah yang terlihat kesal dengan tatapan dingin menoleh ke belakang melihat hewan yang memeluknya.
“Lepaskan aku!” Nagato bergerak dan menghempaskan tubuh hewan yang memeluknya.
“Anu, terimakasih! Aku sangat takut! Ternyata dunia luar sangat menakutkan! Lautan itu sangat mengerikan!” Hewan itu terus memeluk Nagato setelah dihempaskan berkali-kali.
“Aku terdampar di pantai dan mereka melempariku dengan batu!”
Hewan itu menangis dan masih memeluk tubuh Nagato dari belakang. Rasanya menyebalkan sekal. Itulah yang dipikirkan Nagato ketika hewan itu memeluknya.
Karena pelukannya semakin erat, Nagato berjalan menuju hutan dan menjauh dari permukiman. Dia bersandar pada pohon dan mendorong tubuh hewan yang baru pertama kali dia lihat disepanjang hidupnya.
“Kenapa kau tidak melawan mereka? Bukankah kau Hewan Buas, maka semua akan lebih mudah jika melawan mereka!” Nagato memegang Pedang Kusanagi dan menatap tajam hewan itu.
“Teman seperjalananku yang bernama Nekoya pernah mengatakan jika ada manusia yang memukulmu atau menghinamu, kita tidak boleh membalasnya. Aku berpikir jika aku tidak membalas, maka mereka akan menganggapku menjadi seorang teman...”
Mendengar jawaban hewan itu, Nagato melebar matanya. Teman adalah kata yang sudah lama tidak dia dengar. Teman yang pernah berbagai cerita dengannya telah tiada, satu demi satu semua meninggalkan dirinya, sendirian.
Melihat makhluk hidup yang langka dimatanya, membuat Nagato penasaran dengan kondisinya. Sebenarnya melihat hewan itu mengembara sendirian, mengingatkannya saat Hound membawanya kemana-mana untuk menyembuhkan penyakitnya.
“Kau berasal darimana? Apakah tempat tinggalmu ada di hutan yang ada disekitar sini?”
Nagato menatap mata hewan itu yang nampak menggemaskan. Bahkan seingatnya dia baru pertama kali melihat hewan yang duduk didepannya itu.
“Tidak, aku bukan berasal dari sini. Aku terdampar di pantai kemarin. Aku tidak mengenal siapapun.”
“Terdampar?” Nagato mengangkat alisnya.
“Aku berasal dari Pulai Galapagos. Apa kau pernah mendengar legenda tentang Pulau Kura-Kura Raksasa? Aku berasal dari sana!” Hewan itu menjawab antusias karena takut melihat tatapan dingin Nagato. Dia berharap Nagato akan memperlakukannya dengan baik.
“Tunggu...” Nagato menarik napas, mendengar jawaban hewan didepannya membuat serpihan ingatan tentang Litha muncul satu demi satu.
‘Litha, perkataanmu terbukti. Hewan yang dapat berbicara. Kura-kura dalam legenda. Litha, apa kau melihat kakakmu yang bodoh ini dari atas sana. Hidup ini penuh dengan misteri!’ Nagato memejamkan matanya.
Chibi melihat Nagato sedang tenggelam dalam masa lalunya. Akhir-akhir ini dia tidak pernah melihat Nagato tertawa lepas. Dia berharap Nagato tidak akan kehilangan kendali karena mendengar jawaban hewan yang dapat berbicara itu.
“Beruang hitam putih, ikut aku. Sekarang kau bisa menganggapku sebagai temanmu.” Nagato memberi tanda pada hewan itu agar berjalan mengikuti dirinya menuju Hutan Kematian.
“Benarkah? Namaku Panda! Lain beruang hitam putih! Aku adalah Panda!” Hewan itu meloncat kegirangan dan memperkenalkan dirinya.
Nagato mencoba membiasakan diri melihat sikap Panda.
“Namamu?” Tanya Panda.
Nagato menjawab, “Namaku Nagato. Hanya Nagato.” Sembari melangkahkan kakinya, Nagato dan Panda mengobrol. Chibi mengikuti keduanya dari belakang dan merasa terabaikan.
“Kenapa kau pergi berlayar ke lautan?” Nagato mengawasi hutan disekitarnya sebelum masuk ke dalam Hutan Kematian.
“Aku diajak Nekoya, temanku. Dia adalah kucing pemaksa. Nekoya ingin mencari nenek moyangnya yang konon akan terbang ke masa depan dari ratusan tahun yang lalu. Aku tidak mempercayainya, tetapi dia tetap melarikan diri dan keluar pulau dengan kapal yang kecil...” Panda mulai menceritakan kondisinya yang terdampar di Benua Ezzo. Karena merasa tidak bisa meninggalkan Nekoya sendirian, Panda memilih mengikuti Nekoya.
Saat dalam perjalanan, kapal Nekoya dan Panda hancur karena ombak yang besar. Bahkan yang lebih parah keduanya pergi tanpa membawa perbekalan. Saat itu keduanya terpisah, Panda terdampar di pantai, sementara sampai saat ini dia belum mengetahui keberadaan Nekoya.
“Meggelikan sekali.” Mendengar tanggapan Nagato yang singkat, Panda langsung merebut Pedang Kusanagi dan hendak menusuk jantungnya sendiri.
“Apa yang kau lakukan? Jangan mengambil pedang dari seorang pendekar pedang!” Nagato mengambil paksa Pedang Kusanagi dan menatap dingin Panda.
“Setelah aku bercerita panjang lebar, kau tetap menatapku dingin. Mungkin lebih aku mati.”
“Nagato, beruang ini sepertinya lebih parah dari diriku. Padahal dia ini jantan.” Chibi melompat ke pundak Nagato dengan menapaki pakaiannya.
“Hah? Hanya karena itu? Aku bercanda, kupikir kalian lebih hebat dariku karena memiliki tujuan hidup sendiri. Jadi jangan mati karena alasan konyol seperti ini!” Nagato menyarungkan pedangnya dengan rapi. Jika Panda tadi benar-benar bunuh diri dan mati, maka Nagato tidak akan tenang.
‘Cih, dia sensitif sekali!’ Nagato berjalan lebih cepat dari sebelumnya. Panda mengikutinya dengan sekuat tenaga dari belakang. Beberapa kali Panda terhuyung karena tidak dapat mengikuti kecepatan langkah kaki Nagato.
Nagato berlari setelah melihat wajah Panda yang dipenuhi keringat. Sesampainya di gubuk tua yang ada di Hutan Kematian, Nagato membuka pintu dan berniat mengejutkan Sura.
“Aku pulang!”
“Oh, selamat datang, Nagato...” Sura bangkit dari pembaringan. Kemudian dia menatap Nagato, tak lama matanya melebar melihat wujud Panda.
“Apakah beruang hitam putih ini akan kau jadikan makan malam, Nagato?”
Mendengar tanggapan Sura, Chibi melompat kegirangan tidak dapat menahan tawanya. Sementara Nagato menghela napas panjang.
“Beruang hitam putih ini namanya Panda. Memang terdengar tidak wajar, tapi adalah manusia hewan, kakek.” Nagato memperkenalkan Panda pada Sura.
“Aku Panda, lain beruang!”
Melihat Panda marah dan berbicara, Sura memegang dada kirinya.
“Dia berbicara!”
Sura tersentak kaget melihat Panda yang memukul punggung Nagato. Bagaimana mungkin ada hewan yang dapat berbicara dan memiliki emosi layaknya manusia. Itulah yang tersirat di pikiran Sura.
Kali ini, Panda terlihat sangat sensitif dan mengambil pisau dapur dan mengarahkannya ke arah perut. Nagato dengan sigap memukul kepala Panda dan membuang pisau tersebut jauh-jauh.
Kemudian Nagato menjelaskan situasi yang dialami Panda pada Sura. Dia mengajak Panda ke Hutan Kematian karena merasa manusia hewan itu memiliki kemiripan yang sama dengan dirinya.
Mengembara tanpa arah. Tidak ada tempat untuk kembali. Dan tatapan dingin orang asing. Karena itu Nagato sedikit tertarik dengan Panda. Kurang lebih dia paling membenci ada orang yang mengalami masa lalu yang sama dengannya.
“Syukurlah cucuku ini memiliki seorang teman.” Sura kembali membaringkan tubuhnya sebelum membatin, ‘Walau temannya adalah hewan.’
“Kakek, aku akan berlatih. Nanti aku akan cari makan sekalian...”
Nagato keluar dari gubuk tua dan melepaskan pakaiannya hingga dia bertelanjang dada. Ketika Panda hendak mengikuti Nagato, segera Sura menghentikannya.
“Jangan memasakku! Nagato, tolong aku!” Panda berteriak, Sura langsung membungkamnya.
“Dengarkan cerita dari kakek ini. Aku ingin kau mengawasi cucuku itu setelah aku tiada.” Sura kembali membaringkan tubuhnya dan mengunci leher Panda.
Panda terkejut mendengarnya. Kemudian dia duduk di bangku yang dekat dengan ranjang, tetapi bangku yang didudukinya justru hancur berkeping-keping. Lalu Panda menatap Chibi yang tidak peduli sama sekali dengan apa yang dialaminya.
“Jangan lakukan tindakan bodoh, beruang hitam putih!”
“Aku Panda, lain beruang!”
Chibi dan Panda saling berbicara. Semua itu membuat Sura tertawa lirih.
“Aku ada permohonan untukmu...” Sura menatap Panda lama. Kemudian dia menceritakan keinginannya serta masa lalu Nagato kepada Panda. Disaat terakhir, Sura mulai menceritakan permohonan terakhirnya pada Panda. Dimana permintaan Sura itu membuat Panda menangis, bahkan Chibi yang tidak sengaja mendengarnya juga ikut menangis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
Ahmad Surya Gumilang
keren
2020-09-12
1
次∙кєиѕнιи
lanjut
2020-09-12
1
wiralesmana1234567
mantap,up
2020-09-12
1