Debbara mulai mengembara keluar dari kota Sakana, ditemani dengan pelayan pribadinya Anvi mereka berdua melewati perjalanan yang cukup panjang dengan merenangi lautan yang luas. keduanya berasal dari suku duyung, ketika kaki sudah menyentuh air maka permata di dahi mereka akan bersinar dan mengubah kaki menjadi sirip ikan.
Sepanjang perjalanan, Anvi hanya mengekori Debbara dari belakang dan selalu waspada jika akan ada bahaya. ia juga tidak memberikan sarannya pada tuan putri dan membiarkannya memilih jalan yang ia sukai. mereka sudah melewati banyak pulau-pulau kecil namun belum ada tempat persinggahan. Debbara terus berenang jauh dari pulau-pulau itu. hingga mereka merasakan kadar air laut mulai berkurang. air yang dirasa cukup hangat untuk tubuh mereka. Debbara yang merasakan perubahan suhu itu langsung berenang ke atas untuk menuju ke permukaan.
"Anvi, ayo ikuti aku."
Anvi mengangguk, lalu ia pun mengejar putri Debbara yang sudah berenang lebih dulu ke atas. tak lama kemudian, mereka berdua pun sampai ke permukaan air dan melihat kesekeliling tempat tersebut, khususnya Debbara yang sangat terkejut karena ia sudah sampai ke titik ini. melihat wajah syok tuan putrinya, Anvi beranggapan jika tuannya tu salah ambil jalan. ia pun akhirnya angkat bicara setelah lama terdiam.
"Mm-maaf tuan putri, apakah anda salah mengambil jalur? kita sudah berada di kawasan air tawar. dan ini adalah sebuah danau terbesar yang ada di kota Cantion, kota peradaban manusia."
Di tengah keterkejutannya melihat pemandangan sekitar, ia menoleh pada Anvi yang menjelaskan soal area itu. "Apa? ini sudah masuk ke peradaban manusia?"
"Iya tuanku, lebih baik kita pergi dari sini sebelum terlambat. manusia sangat berbahaya untuk bangsa kita tuanku." jelas Anvi dengan raut wajah ketakutan.
Debbara pun terdiam sejenak, lalu ia justru berenang ke tepi danau ersebut dan main ke permukaan. Anvi yang sudah cemas pun mau tidak mau mengikuti tuannya itu. mereka pun membaca sebuah mantra ajaib dan mengubah mereka layaknya manusia kembali. bahkan pakaiannya pun tidak basah sama sekali, sama persis seperti pertama mereka akan pergi.
"Putri.."
Lagi-lagi Debbara hanya diam dan terus memandangi sekitar dengan lekat. tak lama, pandangannya jatuh pada Anvi yang sudah mencemaskannya. awalnya raut wajah Debbara seperti terkejut namun perlahan ia mulai mengembangkan senyumnya.
"Haaaaaaa!! akhirnya aku menemukan dunia yang berbeda dengan bangsaku!!" seru Debbara dengan mengangkat tangan ke atas dan mendongakkan kepalanya dengan nada penuh semangat. mendengar seruan tuannya itu, Anvi malah semakin terkejut karena sikap Debbara yang sangat aneh.
"Kau tahu Anvi, ini sangat menakjubkan. aku.. aku sangat bersemangat sekali. seperti apakah manusia itu? aku ingin tinggal di sini."
"Putri, aku mohon jangan seperti tiu. ini tempat sangat berbahaya, lihat ini.." Anvi mengeluarkan sihirnya dan memperlihatkan peta kota cantion dan sekaligus memperlihatkan keseharian penduduk di sana. Debbara terus memperhatikan penjelasan Anvi tersebut.
"Lihat tuanku, mereka itu mata pencahariannya sebagian besar menangkap ikan memakan bangsa kita. kalau terjadi sesuatu pada anda bagaimana?"
"Bagaimana apanya? aku dikaruniai kekuatan spesial sejak lahir, lagi pula kita juga bisa beradaptasi dengan mereka. kamu tenang saja, aku pastikan kita aman tinggal di sini."
"Tt-tapi..." Anvi tidak bisa berkata-kata lagi. ia pun terdiam karena melihat tuan putrinya sangat antusias ketika sampai ke kota tersebut. ia pun menghela nafasnya akhirnya mengalah hanya demi tuannya. lagipula ia tidak bisa protes karena ia hanyalah bawahan dan bawahan tidak bisa memberikan perintah.
"Anvi, ayo kita pergi.. kita cari tempat untuk bersinggah."
"Baik tuanku.."
Setelah penuh perdebatan, akhirnya mereka mulai melanjutkan perjalanan. kali ini perjalanannya dilanjutkan dengan berjalan kaki. lokasi tempat mereka sampai ke kota ini, rupanya tidak jauh dari pusat kota. Debbara melebarkan matanya karena baru pertama kali melihat orang yang berbeda dari bangsanya. namun, sifat angkuhnya masih ada. ia tidak ingin bercampur dengan kalangan bawah seperti para penduduk itu. ia pun melanjutka perjalanan untuk mencari tempat yang cocok. setelah berjalan kembali dari pusat kota kurang lebih 15 kilo meter, mereka menemukan sebuah tanah lapang yang letaknya lumayan jauh dari pusat kota dan banyak pohon rindangnya.
"Sepertinya tempat ini cocok untuk dijadikan tempat tinggal." ucap Debbara sekenanya.
"Lalu bagaimana kita akan membuat tempat tinggal tuan putri?"
Mendengar itu, Debbara memandang Anvi dengan mata sirennya, yang membuat Anviseketika menundukkan kepalanya. "Mm-maaf tuanku.."
"Hm? kamu meragukan kekuatanku Anvi?" ucap Debbara dengan senyum menyeringainya. Lalu, Debbara pun maju beberapa langkah ke depan. dengan mata tertutup, ia mulai membacakan sebuah mantra. dan lagi-lagi permata yang di dahinya mulai bersinar terang. Anvi yang melihat tuannya dari jauh hanya terdiam dengan ekspresi tercengang.
Cahaya permata itu mulai menyebar ke seluruh area di sana, sampai menyilaukan mata yang memandangnya. lalu dengan sekejap sebuah persinggahan lebih tepatnya rumah yang basar mulai muncul ke permukaan. ini sangat aneh, bagaimana bisa ada kekuatan seperti ini. Anvi yang melihat langsung tambah tercengang setelah tuannya bisa membangun sebuah istana kecil dengn sekejap.
Karena sudah selesai, Debbara menghentikan pembacaan mantranya. sinar biru di dahinya kembali menghilang. dikarenakan memunculkan istana membutuhkan tenaga yang sangat besar, terlihat wanita muda itu seketika merasakan lelah yang luar biasa. mengetahui tuannya akan pingsan, Anvi langsung berlari ke arahnya dan menopang tubuhnya.
"Astaga tuanku, bertahanlah.." kali ini mereka sudah memiliki persinggahan, dengan cepat Anvi membawa tubuh tuannya itu masuk ke dalam. tempat itu, memiliki ruangan yang sangat besar dengan halaman yang luas dan yang pasti bentangan air sungai kecil menjulur hingga masuk ke dalam rumah.
Anvi takut jika ada seseorang yang mengetahui tempat ini, akhirnya ia pun harus turun tangan agar tempat ini aman dari musuh. ia memberikan benteng pertahanan tak kasat mata sehingga menyembunyikan keseradaan istana ini dari orang luar. setelah selesai, ia pun membawa tuan putri yang sedang tertidur masuk ke dalam dan membaringkannya di kamar khusus untuknya.
***
Sementara sang ratu yang berada jauh dari negeri seberang, ia merasakan cemas yang luar biasa. ia memikirkan putri semata wayangnya yang sedang berkelana jauh di luar sana. walau ia sibuk dengan tugas sebagai ratu, tapi dirinya juga seorang ibu. perdana mentri yang melihat sang ratu tengah terdiam segera menghampirinya.
"Yang mulia? ada apa? apa yang sedang anda pikirkan?"
Sang ratu awalnya terdiam, tiba-tiba tersadar dan menoleh pada perdana mentri yang sudah berada di belakangnya. "Eum? tidak ada. anda sendiri? apakah ada hal yang ingin kau bicarakan padaku?"
"Ya yang mulia, ada beberapa penguasa yang ingin menjalin kerja sama dengan kerajaan kita. hamba pikir itu sangat bagus untuk menambah kekuatan militer, tapi hamba tidak ingn memutuskannya sepihak, harus anda yang menentukan yang mulia."
"Baiklah, kita pergi ke ruang diskusi sekarang. dan kumpulkan semua anggota pemerintahan."
"Baik, yang mulia."
***
Kembali pada Debbara.. setelah lama tertidur karena kelelahan kehabisan energi, ia kembali terbangun dan merasakan tubuhnya sudah di atas kasur. ia pun mendengar suara pintu terbuka dan mendapati Anvi yang sedang membawakannya sarapan.
"Silakan di makan tuanku,"
Dengan cepat, ia memakan makanan yang dibawakan Anvi kepadanya. seketika energi yang terkuras mulai terisi kembali. iapun sudah kenyang dan memutuskan untuk berkeliling area ini seorang diri. awalnya Anvi memaksa ikut, tapi Debbara melarangnya karena ia hanya ingin sendiri. Anvi pun tidak bisa berbuat apa-apa selain mendengarkan perintah tuannya.
Debbara akhirnya mengelilingi area barunya seorang diri, bahkan ia pun masuk ke dalam hutan yang terkenal dengan keluasan serta alamnya yang indah. ia pun terkagum saat melihatnya pertama kali. banyak rumput hijau di tanah dan daun-daun berayunan di atasnya. di saat tengah berjalan-jalan, ada seorang pemuda yang baru saja pulang dari pekerjaannya. jalur hutan itu salah satu alternatif untuk sampai ke kotanya dengan cepat.
Di pertengahan jalan, saat sedang beristirahat ia melihat seorang wanita yang memakai dress cantik sedang melompat-lompat mengambil sesuatu. iapun penasaran akan wanita itu, segera ia menghampirinya lalu menolongnya.
Melihat ada tangan yang lebih panjang darinya, Debbara yang tengah berusaha mengambil bunga di atas pun terkejut dan menoleh ke belakangnya. ternyata ada seorang pria yang sedang menggenggam bunga yang mana itu bunga incarannya, seraya menampilkan senyum di wajahnya.
"Ini, untukmu.." ujar pria itu sembari memberikan bunga tersebut kepadanya.
Merasa tertolong, Debbara pun mengulaskan senyum manisnya pada pria itu. "Terima kasih," mendengar suara lembut dan melihat senyum manisny, jantung pria tersebut berdetak sangat kencang sampai ia pun tak karuan saat melihat gadis itu.
"Kenapa kamu bisa sampai ada di sini? setahuku perempuan jarang berada di tempat ini."
Debbara sedikit kebingungan untuk menjawab pertanyaan itu, alhasil iapun berbohong untuk menutupi tujuan aslinya. "Eum, aku hanya sedang mengumpulkan bunga. dan orang bilang bunga di sini sangat bagus, maka dari itu aku pun datang kemari."
"Oh.. baiklah, mau ku tolong? aku tahu banyak tentang hutan ini. ini adalah hutan stanovia, hutan tercantik yang berasal dari kotaku. dan banyak jenis bunga yang cantik-cantik. apa kamu ingin aku membantumu?"
"Eum, jika tidak memberatkanmu, boleh.."
Pria itu pun tersenyum tulus pada Debbara. mereka pun mulai mencari bunga bersama. padahal pria itu sedang kelelahan entah kenapa rasa capeknya hilang. pria itu membawanya pergi ke berbagai tempat dimana letak bunga-bunga cantik tumbuh. keduanya sembari berbincang untuk menghangatkan suasana. tak terasa, keranjang bungapun penuh dan mereka memutuskan untuk menyudahinya saja.
"Eum, bunganya sudah penuh apakah kamu akan pulang setelah ini?"
"Iya, aku akan pulang terima kasih telah menolongku."
Saat Debbara hendak pergi, tiba-tiba pria itu kembali menghentikannya. "Tunggu, jika boleh tahu siapakah namamu? kenalkan, namaku Willjohn panggil saja John. apa kita bisa bertemu lagi?" Debbara pun berbalik menatap pria otu yang tengah memandanginya.
"Namaku Debbara, itu hanya takdir yang bisa menjawab. baiklah, aku pergi.. senang bertemu denganmu." ujar Debbara dengan lembut. ia pun melanjutkan langkahnya untuk kembali karena sudah hampir gelap. pria yang bernama John itu masih menatap gadis itu yang sudah mulai menjauh. ia memegangi dadanya yang berdetak sangat kencang seraya menampilkan senyum di wajah tampannya.
"Debbara.. nama yang cantik. semoga kita bisa bertemu kembali."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments