Citra tertegun ketika melihat seorang wanita perlahan melangkah mendekati Olifia, yang tengah terpaku pada sebuah lukisan di dinding putih museum.
Citra berdiri di sisi Olifia, pura-pura tak mengenalnya. Olifia menyadari kehadiran Citra, lalu menoleh dan mengangguk ramah.
Tatapan Citra tak lepas dari wanita itu—wanita yang selama ini begitu diidamkan suaminya. Cantik, anggun, mengenakan gaun putih selutut. Senyum tipis mengembang di bibir Citra, senyum yang sulit diartikan.
Bagaimana Citra tahu itu Olifia, wanita yang dicintai Rama? Bagaimana tidak tahu, jika di awal pernikahan mereka, seluruh kenangan tentang Olifia masih memenuhi rumah? Foto, lukisan, bahkan barang-barang kecil yang seolah memanggil nama itu. Hingga suatu hari, semua lenyap begitu saja, seperti ditelan bumi.
"Suka pelukis ini juga?" tanya Citra santai.
Olifia tersenyum dan mengangguk.
Citra mengalihkan tubuhnya, menatap Olifia sambil mengulurkan tangan.
"Aku Citra Suganda. Salam kenal."
Olifia menoleh, membalas senyuman itu.
"Aku Olifia Ramadhani."
Keduanya berjabat tangan. Tidak ada tanda pengenalan di mata Olifia—seolah nama “Citra” tak punya arti baginya. Olifia hanya menganggap wanita di hadapannya agak aneh, menyebut namanya begitu saja sambil tersenyum ramah. Tapi Citra tak peduli.
Mereka lalu duduk di sebuah bangku, memandang lukisan yang terpajang di depan. Lukisan berjudul Sangkar Tanpa Kunci itu seolah menarik keduanya masuk ke dalam kisahnya.
"Menurut kamu, apa yang dirasakan pelukisnya?" tanya Citra tanpa mengalihkan pandangan.
"Sedih, pastinya," jawab Olifia pelan.
Citra terkekeh. "Keduanya berpisah," ujarnya, menunjuk lukisan itu—dua burung dalam satu sangkar, tapi terpisah oleh sekat. Di atasnya tergantung sebuah kunci.
"Kamu lihat kunci itu?"
"Sulit diraih meski terlihat jelas," jawab Olifia. "Mereka tak punya kuasa. Makhluk boleh berencana, tapi Tuhan tahu yang terbaik."
Citra menatap Olifia lama, diam-diam merasakan sesuatu yang tak ingin ia akui—rasa bersalah. Tapi pikirannya terlalu kusut untuk diurai.
Saat itu, seorang staf museum mendekat.
"Maaf, Bu. Ibu sudah lama di sini?" tanyanya sopan.
Olifia sedikit terkejut, lalu memandang Citra yang hanya membalas senyum ke arah staf. Ada keheranan di wajahnya.
Olifia berdiri, membungkuk sedikit.
"Aku Juliet," katanya pelan. "Nama samaran… lebih tepatnya."
Citra mengerjap.
"Terima kasih sudah menyukai lukisanku, Citra," lanjut Olifia, menatapnya tepat di mata.
Citra membeku. Pelukis favoritnya belakangan ini—adalah Olifia. Wanita yang dicintai suaminya. Wanita yang, bahkan hingga detik ini, masih menempati hati Rama.
...---------------...
Olifia Ramadhani, gadis sederhana yang jatuh hati pada seni. Lulusan salah satu SMA ternama ini mendapat beasiswa penuh untuk melanjutkan pendidikannya—sebuah prestasi yang membanggakan. Tiga tahun sebelum Rama bertemu Citra, Olifia adalah wanita yang begitu ia cintai.
Namun, cinta mereka terhenti oleh sebuah tragedi yang meninggalkan luka mendalam bagi keduanya. Peristiwa itu membuat Olifia memilih memutuskan semua hubungan dengan Rama, seolah menghapus jejak masa lalu yang pernah mereka rajut. Seiring waktu, Rama pun menikah dengan Citra.
Olifia tak pernah mencoba mencari tahu kabar Rama sejak itu. Baginya, membuka kembali cerita lama hanya akan mengoyak luka yang sudah berusaha ia sembuhkan. Rama adalah cinta pertamanya, tapi masa lalu itu harus ia kunci rapat.
Dalam pikirannya, Rama pasti telah melupakannya. Buktinya, ia telah menikah dan—dari luar—tampak hidup bahagia. Dan bagi Olifia, kebahagiaan Rama adalah sesuatu yang patut ia syukuri, meski bukan lagi bersamanya.
Namun… apakah benar seperti itu?
Apa yang sebenarnya terjadi di hati Rama?
Bersambung,,,
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments