Janji kebohongan dan ancaman (pembaruan)

Lantunan musik dari penyanyi idolanya Banda Naira, terdengar begitu keras menggema di dalam kamar Anya. Gadis itu baru saja keluar dari dalam kamar mandi, dengan rambut basah yang ia gulung mengenakan handuk kecil. Segar rasanya, setelah sehari berada di luar rumah ia merasa jauh lebih tenang, walaupun ucapan demi ucapan yang keluar dari dalam mulut Arsilla, masih terngiang-ngiang dipikirannya.

Jam di dinding sudah menunjukkan pukul setengah tujuh malam, itu berarti saatnya Anya berkutat kembali dengan pekerjaannya sebagai editor.

Sebelum melakukan pekerjaannya, Anya duduk di depan meja riasnya dan melakukan rutinitas malam, sebagai seorang wanita. Mengeringkan rambut, dan memakai skincare, semua ia lakukan demi tampil cantik layaknya wanita-wanita diluar sana, walaupun dia sendiri menyadari jika ia tidak secantik model apalagi artis korea yang sedang booming di negaranya.

Sambil melantunkan lirik dari penyanyi idolanya itu, Anya menundukkan kepalanya mengusap-usap rambutnya yang masih basar dengan handuk berwarna putih.

"Ah segarnya." Gumam Anya.

Setelah yakin rambutnya sudah agak kering, gadis itu kembali menegakkan duduknya dan menatap cermin.

"Astaga, Al." Pekik Anya kaget, ketika netranya menangkap sesosok pria dari pantulan cermin sedang berdiri sambil berkacak pinggang menatapnya tanpa ekspresi.

Dante terlihat seperti sesosok hantu tampan, bagi Anya.

Dante bergeming, menatap lurus Anya yang mengelus dadanya akibat kaget dan mungkin degup jantungnya berdebar begitu kencang sekarang.

"Aku akan pergi," ucap Dante datar.

Anya mengeryitkan dahi, memutar duduknya menghadap Dante, "kemana? Ini sudah malam."

Dante menatap ke arah balkon kamar Anya yang terlihat terbuka, "bertemu Danish. Mengapa balkon mu masih terbuka?"

"Eh?" Anya ikut menoleh kearah balkon, "panas," jawabnya singkat.

"Kan, bisa nyalahin AC." Nada bicara Dante mulai meninggi bahkan terdengar seperti sedang membentak Anya, dan hal itu membuat Anya kesal.

"Ga usah pake nge-gas dong, ngomong baik-baik kan bisa." Cibik kesal Anya.

"Siapa yang nge-gas coba?" tanya Dante kesal, dan kembali meninggikan nada bicaranya.

"Kamu."

"Engga."

"Iya."

"Terserah."

"Yaudah." Anya kembali membalikkan tubuhnya menghadap cermin, mengerutu kesal sambil mengerucutkan bibir.

"Saya mau pergi, jangan kemana-mana. Mungkin saya gak pulang hari ini."

"Kenapa gak pulang?" Anya menatap heran Dante.

Dante mendesah, "besok Danish balik ke Singapore, jadi malam ini saya akan bersama dia," jelasnya.

"Oh, yaudah."

Dante menghela

nafas keras dan menahan geram dengan kelakuan menyebalkan Anya. Begitupun dengan, Anya yang masih mengerucutkan bibir kesal dengan sikap kasar Dante.

"Kunci pintu, kalau ada apa-apa segera hubungi saya."

"Hmmm ..."

Setelah berpamitan kepada Anya, Dante segera berangkat menggunakan Rolls-Royce Cullinan miliknya, melajukan mobil berwarna hitam matte itu dengan berlahan memecah malam ibukota yang terlihat semakin malam, semakin ramai.

Hingga dirinya tiba disebuah kafe di kawasan, Jakarta Selatan. Dante segera memarkirkan mobilnya, dirinya tidak langsung keluar dari dalam mobil. Entah mengapa rasa takut, kini menyelimuti dirinya. Dante tidak dapat membayangkan kemarahan seperti apa yang akan Danish tunjukkan, jika sampai ia tahu Dante telah menghamili Laura dan berniat menikahi gadis itu.

Dante mengusap wajahnya kasar, mengeluarkan gawai miliknya dan mengetik sebuah pesan singkat, yang ia kirimkan untuk Anya.

Dante : (apa kau menceritakan niatku menikahi Layla?)

Cukup lama Dante menunggu jawaban dari Anya, dan ketika wanita itu menjawab. Jawabannya membuat Dante kembali menggeram kesal, sekaligus lega.

Anya : (NO!)

Dante tidak menjawab pesan dari Anya, lelaki itu memilih memasukkan kembali gawainya ke dalam jaket kulit berwarna coklat yang ia kenakan. Membuka pintu mobil, dan keluar dari dalamnya.

Sebuah kafe bernuansa klasik, kini tertangkap jelas oleh netra coklat hazelnya miliknya. Tidak begitu banyak pengunjung di kafe tersebut, membuat suasana kafe itu terlihat begitu hikmat.

Dante membuka pintu kafe, pandangan terus menyapu setiap sudut kafe, mencoba menemukan seseorang yang sedang dirinya cari. Hingga irisnya menangkap sebuah tubuh tegap yang terbalut kemeja putih yang terlihat begitu berantakan sedang menyesap kopi dan rokok miliknya.

Sejenak Dante berdiri termenung menatap punggung sahabat yang sudah lama tidak ia jumpai. Entah, walaupun Anya berkata dirinya tidak mengatakan apapun kepada Dante, rasa takut dan bersalah pada diri Dante tidak dapat di sembunyikan. Bahkan tubuhnya kini bergetar, dan keringat dingin mulai keluar dari pori-pori kulitnya.

"Bro. Lo kapan nyampe?"

Lelaki dengan wajah tampan yang sedikit di tumbuhi bulu halus, mata dengan tatapan begitu tajam, dan tubuh tegap dengan otot-otot yang mengeliat itu menoleh dan menatap Dante beberapa saat, sebelum akhirnya dia kembali menghisap nikotin di tangannya.

"Tadi pagi," jawab singkat pria yang tidak lain Danish itu.

Dante beransur duduk diseberang tempat duduk Danish, keduanya hanya terhalang oleh meja kayu berbentuk bundar panjang dengan beberapa cemilan, minuman, dan sebungkus nikotin lengkap dengan pemantiknya.

Danish menatap wajah Dante tajam, mematikan nikotinnya dan menegakkan habis kopi hitam di tangannya.

"Selamat ya, atas pernikahan lo sama adek gue. Sorry gue baru bisa datang hari ini, kerjaan gue banyak di Singapura."

Dante terkekeh, meraih satu nikotin diatas meja dan menyalahkan.

"Yakin lo banyak kerjaan? Bukannya takut ketemu mantan pas kondangan?"

"Si*lan, lo." Danish melemparkan puntung rokoknya yang telah mati kepada Dante, diiringi dengan gelak tawa keduanya.

"Jagain adik gue." Seketika Dante terdiam ketika tiba-tiba saja, Danish berkata demikian.

Raut wajah keduanya nampak langsung berbeda, serius dan saling memandang dengan tatapan tajam.

"Gue gak mau ada sesuatu hal yang terjadi sama dia. Misalnya, lo nyakitin hati dia karena tau lo masih ada rasa sama Layla."

Dante termenung, menundukan kepalanya dalam-dalam, hatinya yang tadi mulai tenang kini kembali diselimuti rasa bersalah, "gue berharap lo bisa lupain Layla, demi Anya yang sekarang udah sah jadi bini lo."

"Lo tenang aja," Dante mengangkat kepalanya, menegakkan tubuhnya sambil meresap nikotin ditangannya, "gue janji pasti bakal jagain adik lo."

Danish tersenyum simpul, lega dihatinya karena Dante telah mengucapkan janji kepadanya. Danish tau jika pernikahan ini membuat keduanya sulit, tapi Danish yakin kedua orang yang paling dia sayangi itu, pasti bisa saling mencintai satu sama lain pada akhirnya.

Sejenak, kedua sahabat yang sudah berteman hampir 25 tahun itu diam termenung, hanya ada suara gelas yang membentur kuku tangan, dan kepulan asap yang menyelimuti obrolan malam keduanya. Hingga akhirnya, Danish berkata sampai membuat Dante beranjak kaget.

"Sebelum kesini, gue ketemu Layla di rumah sakit. Dia hamil, kan?"

"Uhuk... Uhuk... Uhuk..." Dante segera meminum air mineral yang berada di atas meja, menegakan habis isinya hingga tak tersisa. Ucapan yang baru saja keluar dari mulut Danish, berhasil membuat saraf tubuhnya kembali menegang. Sekelebat ingatan kembali teriyang diotak lelaki itu, ketika dirinya melakukan dosa terindah bersama wanitanya itu, juga ketika dirinya melemparkan surat perjanjian pernikahan kepada Anya.

Dante menelan salivanya, mematikan nikotin yang masih tersisa setengahnya itu.

"L-lo ketemu Layla?" Menatap Danish yang sedang menyalahkan nikotin, dengan tatapan takut-takut.

"Hmm...," Menganggukkan kepala, "cek kandungan. Perutnya udah buncit, dia hamil, kan? Dan itu bukan anak lo, kan?" Danish terus mencecar Dante, memastikan jika apa yang terjadi dengan Layla bukanlah ulah Dante. Namun, diam-diam tanpa sepengetahuan siapapun, Danish telah mempersiapkan mau melakukan hal seperti apa kepada lelaki di depannya itu, jika benar anak yang dikandung Layla adalah anak Dante.

"Lo pikir gue bakal ngelakuin hal menjijikkan kaya gitu?" Tidak mau kalah, Dante menatap wajah Danish dengan tajam, "sebucin bucinnya gue sama dia, gue ga mungkin hal gila kaya gitu."

"Oh, ya?" Danish melemparkan tatapan narkas kepada Dante. Bukan dirinya tidak percaya dengan ucapan sahabatnya itu, hanya saja Danish ingin memastikan lebih jelas jika Dante benar-benar memang tidak ada hubungannya dengan kehamilan Layla.

"Sumpah!" mengangkat jarinya membentuk huruf V, "gue udah lost kontak sama dia sekitar 4 bulan lalu. Dan semenjak itu gue fokus ngurusin bisnis gue yang baru."

"Lo gak bohong kan?"

Dante menghela nafas panjang, mengambil cemilan berupa kentang goreng dan memakannya, "lo gak usah khawatir, gue bakal berusaha buat cintai Anya dan jagain dia seumur hidup gue." Memukul-mukul dadanya, menyakini Danish jika dirinya tidak akan pernah mengecewakan Danish. Walau dirinya sendiri tidak menyakini akan hal tersebut.

Mencintai Anya? Sungguh, itu sulit untuknya. Karena, bagi Dante hati dan cintanya hanya milik Layla seorang.

"Kali ini gue percaya ama, lo." Danish mematikan nikotin, dan menatap lurus kearah Dante, "tapi lo harus ingat baik-baik, jika lo sampe nyakitin Anya. Gue bakal pastiin, bukan hanya lo yang bakal kena akibatnya tapi juga orang-orang yang ada di sekitar lo."

Dante menelan salivanya. Dia tau jika ucapan dan tindakan yang Danish lakukan bukanlah hanya gertakan atau ancaman semata, laki-laki itu pasti akan melakukan apapun bahkan kekerasan sekalipun jika mengetahui kalau Dante yang menghamili Layla, dan berniat akan menikahinya.

"Jadi lo ngancem gue?"tanya Dante.

"Anggap aja kaya gitu. Biar lo ga macam-macam," jawab Danish santai.

Dante mendesis, entah bagaimana lagi caranya untuk meyakinkan Danish, jika dirinya tidak akan mengkhianati dan menyakiti adik kesayangannya itu. Ya! Walaupun dirinya sendiri tau, jika yang sedang ia pikirkan saat ini  hanya kebohongan. Kebohongan untuk menutup fakta, jika janin yang dikandung Layla adalah buah cintanya.

"Lo mau apa, biar lo percaya?" Akhirnya Dante mengeluarkan pertanyaan yang menurutnya akan membuat Danish yakin, jika dirinya tidak akan berani menyakiti Anya.

Danish mengusap wajahnya kasar, tersenyum getir sambil menikmati secangkir kopi hitam ditangannya, "gue gak butuh apapun, buktiin aja kalau lo gak seperti apa yang sedang gue pikirkan."

TO BE COUNTINUE...

Terpopuler

Comments

🦃⃝ℙ𝕦𝕥𝕣𝕚༄ˢᵏ♠

🦃⃝ℙ𝕦𝕥𝕣𝕚༄ˢᵏ♠

mampus kau Dante

2021-02-16

0

Izzatun Nissa

Izzatun Nissa

up semangat kak..

2020-09-18

2

Nurdiana R Lahami

Nurdiana R Lahami

Up

2020-09-17

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!