Anya menahan nafasnya, melirik kertas dihadapannya dan mulai membacanya. Kata demi kata terus ia baca, tidak ingin terlewatkan satu huruf pun yang bisa saja mengancam masa depan pernikahannya nanti.
"Ini apa?" Protes Anya, ketika ia membaca satu poin yang begitu menggelikan baginya, "kamu mau mengakhiri pernikahan kita ketika ayahku sudah pulih? Kamu bercanda, hah?"
"Tidak," jawab cepat Dante, "semua poin yang tertulis di dalam surat perjanjian itu tidak aku buat dengan bercanda."
"Kamu gila ya, kamu fikir pernikahan kita main-main?" Sungguh, Anya tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar dari suaminya itu.
"Lalu apa? Kamu mau hidup dengan laki-laki yang tidak kamu cintai?" Intonasi suara Dante meninggi, laki-laki itu berdiri dari tempat duduk, berkacak pinggang, dan memalingkan pandangannya menghidari kontak mata dengan Anya, "kamu tau kan, aku ini telah memiliki kekasih?" Dante mulai bercerita, "saat ini Layla kekasihku sedang mengandung benih cinta kami. Dan aku tidak mungkin meninggalkan dirinya."
Anya begitu terkejut hingga ternganga mendengarkan penuturan Dante. Dia menahan nafas, mencoba mencerna kata demi kata yang baru saja melesat dari mulut suaminya. Dia tau, kalau Dante memiliki seorang kekasih. Bahkan, dirinya beberapa kali pernah berjumpa dengannya. Wanita bernama Layla itu adalah seorang model, yang juga bekerja sama dengan perusahaan penerbit dimana Anya bekerja. Namun, yang membuat dirinya terkejut adalah, dia tidak menyangka jika laki-laki dingin bagaikan bongkahan es batu itu, bisa melakukan hal menjijikkan macam itu. Menghamili seorang gadis, dan berniat melakukan poligami.
"Ha... Hamil?" Suara Anya tertahan, jantungnya berdebar begitu kencang menunggu jawaban yang sebenarnya tidak ingin dia dengar.
"Kami saling mencintai. Dan kamu tau kenapa aku menerima perjodohan ini, bukan? Ini hanya semata-mata, balas budiku kepada orangtua mu yang sedari dulu telah berjasa membantu bisnis orangtua ku."
Bagaikan tertusuk sebuah belati yang tepat mengenai relung hati. Dada Anya begitu sakit, mendengar perkataan Dante. Dirinya memang sangat tidak menyukai sosok Dante, dan tidak menginginkan pernikahan ini. Namun, itu bukan berarti dirinya bermain-main dengan sumpah suci pernikahan, apalagi menjalankan pernikahan seperti halnya bisnis. Yang ketika kontrak tersebut habis, dirinya harus siap diceraikan dan menerima dengan lapang dada menjadi seorang janda.
Anya berdiri, meraih kertas dihadapannya itu lalu menyobek-nyobeknya kertas tersebut. Dante mengeratkan rahangnya, kali ini lelaki bermata coklat hazel itu tidak mampu menahan kekesalan di dalam dirinya.
"Kamu gila, hah."
"Kamu yang gila, Dante."
PLAK...
Satu tamparan keras berhasil mendarat di pipi Dante. Anya menggeram marah, mengepalkan kedua tangannya dan menatap manik Dante yang sudah tertutup api kemarahan.
"Kamu pikir pernikahan kita ini permainan, hah?" Mendorong tubuh Dante, lelaki itu bergeming menundukkan kepalanya tak mampu membalas perkata Anya, "kamu pikir pernikahan ini sebuah bisnis, yang punya kontrak dan jika kontrak itu habis bisa kamu tinggalkan gitu aja sesuka hati kamu?"
"Terus kamu maunya apa, hah?" Dante tidak mau kalah, lelaki itu membentak Anya, hingga membuat gadis itu sedikit tersentak kaget, "hidup denganku tanpa cinta dan kasih sayang, hah? Ayolah Anya jangan jadi wanita kuno yang menuruti semua permintaan orangtua mu, dan rela meninggalkan kebahagiaan mu."
"Kamu bilang kuno?" Anya berdecak, Anya tidak habis pikir dengan jalan pikiran suaminya itu. Dante bilang kalau dirinya kuno, menerima begitu saja perjodohan ini tanpa berniat mengelak atau berkhianat, "kamu pikir aku kuno? Kamu yang kuno Dante. Di dalam agamaku, tidak pernah diajarkan untuk mempermainkan pernikahan. Apalagi dengan surat perjanjian macam ini." Melemparkan serpihan surat yang tadi Anya sobek-sobek ke wajah Dante.
"Persetan Anya!" Suara Dante menggelegar begitu kencang di ruang tamu,"kamu dengar baik-baik. Setuju atau tanpa persetujuan darimu, aku akan tetap menikahi Layla." Pergi begitu saja meninggalkan Anya yang masih menahan gejolak api kemarahan pada dirinya.
Pagi itu suasana dimeja makan terlihat begitu mencekam. Baik Anya maupun Dante, keduanya sama-sama bungkam dan tidak berniat bicara atau sekedar menyapa sedikitpun. Hanya terdengar suara sendok yang membentur piring, menjadi saksi bisu dua orang asing yang berstatus suami-istri tidak saling bertegur sapa, dan mengedepankan ego masing-masing.
Namun, percayalah jauh di lubuk hati Dante, laki-laki itu begitu penasaran mau kemana Anya pagi-pagi seperti ini dengan pakaian yang begitu rapih. Ingin sekali dia menanyakannya, tetapi urung ia lakukan karena gengsi dan malu. Dante hanya dapat memperhatikan gerak-gerik Anya, dalam kebisuan dan rasanya penasarannya.
Rasa penasaran yang lebih besar daripada rasa gengsi, akhirnya membuat pertahanan diri Dante roboh, akhirnya dirinya memutuskan untuk bertanya, walaupun dengan intonasi suara yang begitu tinggi. Hingga membuat Anya meliriknya sebal.
"Mau kemana?"
Anya terdiam sesaat, berkesiap dengan pertanyaan Dante yang secara tiba-tiba, "ambil mobil."
"Kamu marah sama aku?"
"Gak!" jawab Anya cepat.
"Terus kenapa nada bicara kamu nyolotin?"
Anya mendesis, memutar bola matanya jengah, kemudian menatap Dante dengan tatapan jutek, "yang nyolotin itu kamu, bukan aku!"
"Kok aku? Kamu tuh, aku nanya baik-baik kok, kamu jawabnya malah nyolotin"
Anya begitu sebal, hingga membanting sendok makannya. Dia pun memilih berdiri, membawa piring bekas makannya dan mencucinya.
"Nyebelin," gerutu Anya.
"Aku bisa dengar ucapan kamu," ucap Dante santai sambil memberikan piring kotor kepada Anya, "sekalian cuciin." Tersenyum sarkas kepada Anya, kemudian berlalu begitu saja masuk kembali ke dalam kamarnya.
"Cih..." Anya meleparkan spon pencuci piring kesal. Bagaimana bisa ia memiliki suami, menyebalkan seperti Dante. Dirinya bahkan masih ingat betul, bagaimana sikap kasar dan kerasnya semalam. Dan pagi ini, lelaki itu, berubah menjadi pria menyebalkan. Anya meyakini, pasti Dante memiliki kelainan pada dirinya.
Setelah selesai mencuci piring dan membersihkan meja makan, Anya meraih tas selempang kecilnya yang ia letakkan di kursi makan. Meraih gawainya berniat memesan sebuah ojek online, sebagai transportasinya menujuh tempat kosannya dulu. Namun, ketika dirinya baru saja ingin memesan, Dante sudah keluar lagi dari kamarnya dan merebut gawai milik Anya secara tiba-tiba.
Anya begitu terkejut, hingga reflek menginjak kaki Dante.
"Sakit, Anya." Ringis Dante kesakitan.
"Kamu lagian ngapain sih, main rebut-rebut hp aku?" Cibik kesal Anya.
"Ayo, aku anterin kamu ke kosan Arsilla." Dante mengembalikan ponsel Anya lagi, dan berjalan begitu saja tanpa menunggu persetujuan Anya.
Anya menarik tangan Dante, mendelikkan matanya kesal sekaligus tidak percaya dengan yang dilakukan lelaki itu. Sungguh, seumur hidupnya mengenal Dante sebagai sahabat kakaknya, dirinya belum pernah melihat sikap manis Dante seperti ini. Jangankan menawarkan diri untuk mengantarkannya, bertemu di jalan pun bagaikan makhluk tidak saling mengenal.
"Apa?" Dante mendongakkan kepalanya.
"Aku gak mau di anterin kamu. Kamu nyebelin, juga dingin..." Terdiam sesaat, "kaya freezer kulkas."
"Hah..." Dante mengeryitkan kening binggung. Menyebalkan dan dingin? Seperti freezer kulkas? Dante benar-benar tidak mengerti maksud Anya, "apaan sih, kamu gak jelas banget. Udah aku mau ambil mobil, aku anterin kamu."
"Ih..." Anya menghentak-hentakan kakinya, mengerucutkan bibirnya sebal. Bagaimana sih caranya agar lelaki ini mengerti, bila dirinya tidak mau diantar dan berdekatan dengan dia, "aku bilang gak mau ya gak mau, Dante. Minggir ah..." Anya mendorong tubuh Dante, kemudian secepat kilat melesat pergi dari rumahnya.
Dante hanya tercengang, melihat kepergian sang istri begitu saja. Dante menghela nafas frustasi, melemparkan kunci mobilnya ke meja makan begitu saja. Dirinya begitu kesal dengan sikap Anya, padahal dia berniat baik ingin mengantarkan Anya ke kosan sahabatnya itu, tapi justru malah di salah artikan. Pakai segala bilang, dia menyebalkan dan dingin seperti freezer kulkas pula. Tidak ingin berlarut dalam kekesalannya, Dante memutuskan untuk masuk ke dalam kamar, membanting pintu kamar dengan sangat keras dan menguncinya.
TO BE COUNTINUE...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
Setiya
lanjuttt
2020-09-26
1