Anya menghela nafas panjang, duduk bersender di kursi panjang sebuah kafe bergaya vintage, dikawasan Jakarta barat.
Ucapan demi ucapan sang suami tadi malam, terus berseliweran di pikirannya. Ini bukan perkara sederhana, baginya. Anya tau jika Dante tidak bercanda, lelaki itu pasti akan tetap menikahi kekasihnya. Baik dengan persetujuan Anya ataupun tanpa persetujuan Anya. Dirinya tidak bisa membayangkan hidupnya nanti akan seperti apa, Anya tau hatinya tidak mencintai Dante, atau belum mencintainya. Namun, bukan berarti Anya rela berbagi suami dengan wanita lain.
"Yailah pengantin baru, masih pagi, nih. Tuh, muka kenapa ditekuk aja udah kaya bon utang diselipan dompet." Seorang wanita bertubuh langsing bak gitar spanyol, duduk dihadapan Anya. Memberikan segelas latte kesukaan Anya dan beberapa cemilan yang baru saja dia pesan.
Arsilla Maharani, gadis blasteran minang-jogja yang memiliki wajah cantik dan tubuh molek bak model majalah itu duduk di depan Anya, memandangi wajah lusuh yang menurutnya seperti bon utang di dalam selipan dompet itu. Gadis yang sudah menjadi sahabat Anya selama 7 tahun itu, tau betul saat ini sahabatnya pasti sedang galau.
"Heh," menimpuk wajah Anya mengenakan kentang goreng bekas gigitannya, "gue ngomong nih, bu."
Anya berdecak sebal, meraih latte miliknya dan menyeruput kopi itu berlahan.
"Lo, kenapa? Cerita dong ama gue. Gue jangan di anggurin gini, mubajir tau." Arsilla terus mencecer Anya untuk bicara, dirinya amat begitu penasaran apa yang sebenarnya terjadi dengan wanita yang baru saja menikah itu.
"Lo kenapa kemarin gak datang, ke nikahan gue?" Anya mendelikkan matanya, menatap Arsilla penuh dengan tanya.
Arsilla tersenyum, mengaruk-garuk kepalanya binggung ingin menjawab apa, "ya, lo tau kan gue gak bakal di terima sama kedua orangtua lo yang orka itu," berkata dengan suara kikuk, dan mata menatap Anya nanar, takut-takut ucapannya akan menyinggung perasaan sahabatnya itu. Walaupun, dirinya tau Anya bukanlah gadis yang mudah tersinggung.
Anya menghela nafas, dia seharusnya tidak melontarkan pertanyaan seperti itu kepada Arsilla. Karena, dirinya tau bagaimana bencinya kedua orangtuanya kepada sosok Arsilla.
Semua itu bermula beberapa tahun lalu, ketika Arsilla ketahuan memiliki hubungan khusus dengan Danish kakak Anya. Ya! Gadis di depannya itu, selain sahabat karibnya, dia juga adalah mantan kekasih dari kakaknya. Wanita yang mampu menaklukkan hati Danish Pratama yang terkenal kasar dan dingin dengan semua orang.
Namun, sayangnya kedua orangtua Anya tidak merestui hubungan mereka. Arsilla yang hanya datang dan berasal dari keluarga sederhana, dengan seorang ayah yang telah tiada dan ibu yang kurang waras, membuat kedua orangtua Anya memandang begitu rendah status Arsilla. Mereka bahkan berkata jika Arsilla tidak pantas untuk Danish, yang begitu sempurna dan terlahir dari keluarga yang sangat terpandang. Dan, karena itu pula akhirnya Danish memutuskan untuk pergi meninggalkan Indonesia dan menetap di Singapure, berdalih mengembangkan bisnis ayahnya disana. Padahal, dirinya berusaha mati-matian melupakan sosok Arsilla.
"Maaf ya, gue ga bisa datang..."
"Gapapa, gue ngerti kok." Anya tersenyum simpul, menyetuh tangan Arsilla lembut. Gadis itu sedikit merasa bersalah dengan ucapannya tadi.
"Btw, lo gapapa, kan?" Kembali Arsilla menyelidiki Anya.
Anya mengembuskan nafas kasar, Kembali menyenderkan tubuhnya ke kursi kayu panjang, dan menyapu pandangannya, memandangi setiap sudut kafe.
"Gue pusing, Sil. Sumpah, rasanya gue ga sanggup jalanin ini."
Arsilla menautkan kedua alisnya binggung. Dirinya tidak mengerti apa yang sedang di ucapkan Anya, maka dengan kekonyolan khasnya Arsilla berkata, "kenapa ga sanggup? Itu Dante gede, ampe bikin lo kuat?"
Anya langsung mengerti kemana arah pembicaraan sahabatnya itu. Ia mendelikkan matanya, menatap Arsilla dengan tatapan tajam.
"Kenapa? Gue salah?" tanya Arsilla polos.
Anya memutar bola matanya jengah, dia lupa bagaimana gesrek dan bar-barnya sahabatnya itu jika bicara, tidak tau tempat dan sesuai dengan apa yang ada hatinya. Bahkan dirinya kerap kali di marahi oleh atasnya, akibat sering melawan ucapan atasnya itu.
"Bukan itu t*lol. Nih otak kebanyak nonton b*kep gini nih."
"Wah, kalau ngomong jangan asal ngata. Gini-gini aing masih perawan ting-ting, yang masih polos alias lugu."
"Bentukannya begini di bilang lugu? Lugu dari mananya, coba."
"Srrtt..." Arsilla mengayunkan tangannya, "balik lagi nih, ke inti pembicaraan kita. Maksud lo apaan lo ga sanggup ama si Dante, kalau bukan urusan ranjang."
Anya menghela nafas sejenak, kemudian ia menoleh ke kanan dan ke kirinya. Memastikan, jika tidak ada orang lain yang mendengar obralan mereka.
"Sini." Anya mengayun tangannya, mengisyaratkan kepada Arsilla untuk berpindah tempat duduk disebelahnya.
Arsilla bergeming, gadis itu tetap diam di tempatnya. Dirinya pun berkata, "Sosial Distancing nih, jaga jarak nanti lo di suruh karantina mandiri."
Kesal dengan celoteh konyol yang terus keluar dari mulut Arsilla, dengan kasar Anya menarik tangan Arsilla. Hingga membuat gadis itu terperanjak kaget, dan tubuhnya seketika membentur meja besi panjang yang memisahkan jarak antara mereka.
"Anya, sakit tau." Pekik Arsilla.
"Suami gue mau nikah lagi."
"WHAT!."
Arsilla mendelik tidak percaya dengan ucapan yang baru saja keluar dari mulut Anya. Di pukul-pukulnya pipinya yang sedikit chubby itu, memastikan jika dirinya tidak sedang berada di alam mimpi.
"Gue gak mimpi kan?" Terus Arsilla memukul-mukul pipinya berulang kali.
"Lo ga mimpi, Sil. Dante mau nikahin cewek lain karena tuh cewek lagi hamil anaknya," terang Anya dengan suara lantang tetapi pelan dan lugas.
"Gila. Sehari nikahin lo, dia bilang ngehamilin cewek lain? Minta di santet nih, cowok." Arsilla berteriak begitu kencang, hingga membuat seluruh pengunjung kafe pagi menjelang siang itu, langsung seketika menatap kepada mereka berdua dengan tatapan berbeda-beda.
Ada yang menatapnya dengan binggung, penuh tanya, mencibir, bahkan menggelengkan kepalanya miris. Bagaimana pun tatapan pengunjung kafe saat itu kepada mereka berdua, satu yang pasti, tatapan mereka sukses membuat Anya tertunduk menahan malu.
Ingin rasanya sekarang, Anya menyumpal mulut Arsilla.
"Lo bisa gak sih, gak usah pake teriak? Malu ***** gue." Anya terus menundukkan kepalanya, menutupi wajahnya dengan buku menu yang ada di atas meja.
Tidak memperdulikan Anya, yang sedang di rundung rasa malu akibat ulahnya. Arsilla justru berdecak kesal dengan kelakuan menjijikkan yang Dante lakukan, sejenak gadis itu termenung seperti sedang memikirkan sesuatu.
Sekelebat memori terlintas di dalam otaknya, ketika ia dulu masih berpacaran dengan Danish. Arsilla pernah bertanya bagaimana sifat dan watak Dante Dimata Danish. Bagi Danish, Dante adalah lelaki cuek dan begitu dingin. Tidak ada yang menarik di dunia ini, selain pekerjaan dan wanita bernama Layla. Lelaki itu begitu mencintai sosok Layla, walaupun acap kali Danish mengingatkan dirinya jika Layla bukanlah wanita yang baik untuknya.
Arsilla mencoba menerka-nerka. Apa wanita yang dihamili Dante itu adalah Layla? Jika ia, itu berarti saingan sekaligus madu Anya, adalah cinta mati Dante.
Baru saja Arsilla ingin berucap, dirinya malah mendapati Anya yang mulai terisak. Buru-buru Arsilla bangkit dari tempat duduknya, dan berpindah duduk di sebelah Anya.
"Eh, kok lo nangis si..." Arsilla mengeluarkan tisu dari dalam tasnya, menyeka airmata Anya yang semakin deras, "udah dong jangan nangis."
"G-gue gak rela, Sil harus berbagi suami dengan wanita lain," Anya mulai bercerita, mengeluarkan unek-unek di dalam hati dan pikirannya, "dia boleh aja anggap pernikahan kita ini, cuma keterpaksaan. Tapi, bagi gue pernikahan tetap pernikahan yang gak bisa di permainkan. Ini janji suci sehidup semati, bukan kontrak bisnis yang selama ini jadi profesi dia."
Arsilla hanya diam bergeming, mengelus punggung Anya untuk menenangkan gadis itu. Dirinya tidak ingin memotong perkataan Anya saat ini, biarkan gadis itu mengeluarkan unek-unek yang mendera di hatinya.
"Gue emang gak cinta sama dia, Sil. Sama sekali ga cinta, dia itu laki-laki kristal es yang tinggalnya di freezer kulkas, yang sulit bahkan mustahil gue cairin. Tapi apa salah kalau gue bilang gw ga rela kalau suami gue nikah lagi? Apa gue egois?"
Arsilla mengerti bagaimana perasaan Anya, walaupun mereka tidak saling mencintai, tetapi tidak ada wanita yang rela membagi suaminya kepada wanita lain. Kalaupun ada, itu pasti sangatlah berat.
"Udah ya, lo jangan nangis gue ngerti gimana perasaan lo. Lo harus pikirin dengan kepala dingin, jangan emosi kaya gini."
Anya menghapus airmatanya, menatap Arsilla dengan sendu dirinya pun berucap, "terus apa yang harus gue lakuin, Sil? Gue gak mau di madu. Gue ga siap."
"Gue yakin Dante juga gak berniat ngelakuin itu." Arsilla bicara dengan raut wajah serius dan tatapan lurus ke depan. Sementara Anya, gadis itu sudah berhenti menangis dan fokus mendengar ucapan Arsilla.
"Gini," beralih menatap Anya, "pasti pada saat orangtuanya Dante minta dia nikahin lo, posisi dia juga sulit. Satu posisi dia punya pacar yang sedang hamil anak dia, dan satu posisi lagi dia ga tega liat bokap lo yang kritis kaya gitu, otomatis dong mau gak mau dia meng-iyakan kemauan orangtua kalian."
"Tapi seharusnya dia ga perlu nutupi, dia harus jujur sama gue sedari awal." Anya bersikukuh terus memojokkan Dante. Dirinya tetap bersikeras, jika apa yang di perbuatan Dante itu salah.
Arsilla menghela nafas, "Nya, kalau gue di posisi Dante saat itupun juga ga akan tega, ngeliat lelaki yang udah gue anggap bokap sendiri kritis, dan memohon kepada gue. Gue pasti langsung iyain itu, walaupun gue tau ada masalah yang lebih besar bakal menghampiri gue nantinya." menepuk punggung Anya pelan, "setidaknya dia ga bohongin lo dan ga diam-diam nikahin tuh cewek di belakang lo. Beruntung lo tau sekarang, dan itu langsung dari mulut Dante. Coba kalau nanti-nanti apa lagi pas lo udah jatuh cinta sama dia, beh... Rasanya sakit banget, sampe ke ulu hati."
Anya menatap wajah Arsilla lekat-lekat, entah mengapa perkatan yang tadi Arsilla ucapkan seperti tamparan keras untuknya.
Benar yang diucapkannya, setidaknya Dante jujur kepadanya. Lelaki itu pun, sebenernya tidak ingin melakukan hal tersebut baik kepada Anya maupun Layla, keadaan dan keegoisan orangtua merekalah yang menyebab semua ini terjadi. Sadar atau tidak, Anya merasakan sesuatu yang membuat hatinya bergetar ketika memikirkan semua itu.
TO BE COUNTINUE...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
Sulati Cus
pergi yg jauuh aja Anya mumpung blm terlambat
2022-03-19
1