"Lo mau janji gak, jika suatu saat lo ketemu abang gue, lo gak bakal bilang atau cerita masalah rumah tangga gue sama dia?" Anya melirik Arsilla yang kini tengah mengunyah siomay kesukaannya di sebelah pengemudi. Saat ini, mereka sedang berada di dalam mobil dan mengarah ke kosan dimana Arsilla dan Anya dulu tinggal.
"Tenang aja, gue tau porsi gue, kok." Terus mengunyah siomay di dalam mulutnya, "lo juga harus janji sama gue, bakal rebut hati Dante dan buat tuh cowok jatuh cinta sama lo."
Anya tersenyum, menganggukan kepala, dan kembali fokus menyetir mobil Fortuner berwarna putihnya.
"Makasih ya, dah temenin gue," Anya membuka kaca mobilnya dan berteriak dari dalam sana.
"Ia gue juga makasih udah traktir makanan sebanyak ini." Mengangkat kantong-kantong plastik yang berisikan makanan.
Anya menganggukan kepalanya, "yaudah gue balik, ya."
"Ia hati-hati, besok jangan sampe telat. Bawa laki lo."
"Ia, gue usahain bawa tuh manusia Eskimo."
Arsilla terbelalak, dengan panggilan Anya untuk suaminya. Gadis itu berdecak, dan hanya mampu menggelengkan kepalanya saja.
"Yaudah gue balik ya, bye..." Anya melambaikan tangannya, yang di sambut lambaian juga oleh Arsilla. Berlahan kaca mobil Fortuner milik Anya pun tertutup, di ikutin dengan mobil Anya yang menjauh dan meninggalkan kosan Arsilla.
Senja mulai menyapu jalanan ibukota, seperti sudah menjadi tradisi warga ibukota, ketika jam kantor tiba baik itu hari weekday maupun weekend jalanan ibukota, terlihat tetap padat. Anya menghela nafas, ketika dirinya menjadi salah satu korban kepadatan jalan ibukota.
"Huft..." Anya memijat dahinya, entah mengapa ucapan yang tadi dikatakan Arsilla terus terngiang-ngiang di dalam pikirannya, bahkan hingga membuatnya merasa pening dan sakit kepala.
Semua ini, memang sepenuhnya bukan salah Dante. Dia melakukan ini hanya karena keterpaksaan, jika saja ayahnya tidak meminta hal demikian, tentu Dante tidak mungkin menikahi dirinya.
Anya mengacak-acak rambutnya frustasi, dirinya kini dilanda kebimbangan. Apakah, ia harus menerima jika Dante melakukan poligami dan menandatangani kesepakatan yang di buat Dante tadi malam. Atau menuruti perkataan Arsilla, yang menyuruhnya untuk menggagalkan pernikahan Dante dan membuat lelaki itu jatuh cinta pada dirinya. Katakan jika dirinya egois, jika sampai berniat menggagalkan pernikahan suaminya itu dengan wanita lain. Namun, dirinya juga tidak rela harus berbagi suami dengan wanita lain. Sungguh, dirinya benar-benar tidak sanggup.
Dirinya terus larut dalam pikirannya, hingga ia tidak sadar sedaritadi mobil-mobil yang berada di belakangnya terus membunyikan klakson. Segera Anya menancap gas mobilnya, dan memecah jalanan ibukota yang mulai terlihat gelap.
Sementara di rumah, Dante terlihat tidak tenang memikirkan istrinya yang urung juga pulang. Dia terus Mondar-mandir tidak karuan memikirkan dimana keberadaan Anya. Percayalah, walau sikap Dante yang begitu dingin dan keras kepada Anya, tetapi, jauh di lubuk hati lelaki berusia 30 tahun itu, begitu perduli dan amat menyayangi Anya seperti adiknya sendiri.
"Ini anak kemana, sih? Padahal bentar lagi udah mau malam." Dante terus bicara pada dirinya sendiri, sambil terus berjalan mondar-mandir tidak karuan.
Sesekali lelaki itu melirik gawainya yang berlogo buah tergigit itu, menimbang-nimbang ingin menghubungi Anya.
Namun, segera hal itu ia tepis karena gengsi dan malu jika sampai Anya tau dirinya di rumah sedang menunggu kepulangan-nya.
"Ah... Sial banget, mana perut gue laper lagi." Pekik Dante sambil memegang perutnya yang terasa lapar itu.
Jam di dinding sudah menunjukkan pukul lima lewat empat puluh menit, Dante yang sudah tidak tidak dapat menahan rasa laparnya itu, berjalan dan membuka pintu kamarnya. Lelaki itu mendongakkan kepala, melirik kesana kemari memastikan jika istrinya itu urung pulang.
Setelah dirinya yakin, kalau Anya belum juga pulang dia langkahnya kaki menujuh dapur dengan santai, sambil tangannya menggenggam gawai miliknya.
Di letakan-nya gawai itu di atas meja makan, setelah itu ia raih panci kecil dan mengisinya dengan air bersih, sebelum akhirnya ia letakkan panci berisi air itu diatas kompor.
Sambil menunggu air di dalam panci mendidih, Dante membuka kitchen set bagian atas. Ia raih satu bungkus mie instan, lalu membukanya dan hendak memasak mie tersebut.
"Ngapain masak mie? Emang gak ada makanan?"
Dante tersentak kaget hingga menjatuhkan bungkus mie yang ia pegang, ketika suara sergahan mengangetkan dirinya. Dante menolehkan kepalanya, kearah sumber suara. Netranya langsung menangkap sesosok wanita yang tidak lain adalah istrinya itu, tengah berdiri menyenderkan tubuhnya di meja makan, dengan satu tangannya memegang bungkusan plastik berwarna putih.
"Kau ..." Dante mendelik kan matanya.
Anya meletakkan bungkus plastik yang ia bawa tadi, diatas meja.
"Aku membawakan mu makanan. Jangan makan mie, nanti kamu sakit. Aku, tidak mau direpotkan jika nanti kamu sakit."
Dante ternganga mendengar perkataan sinis Anya, lelaki itu nampak mengeratkan rahangnya dan hendak membuka mulut untuk bicara. Namun, belum juga Dante berbicara, dengan santai Anya pergi begitu saja meninggalkan suaminya itu.
Masih dengan mulut menganga, Dante menunjuk Anya dengan jari telunjuknya, "kau, say belum selesai bicara."
Anya tidak memperdulikan ucapan Dante, gadis itu terus berjalan menaiki anak tangga, lalu menghilangkan dibalik pintu kamarnya.
Dante yang melihat perilaku dingin, dan menyebalkan Anya, mengaruk tengkuk lehernya yang sebenarnya tidak gatal itu, ia menggeram kesal menahan rasa yang ingin meledak di dalam dadanya.
Tidak ingin berlarut dalam kekesalan-nya, Dante lebih memilih meraih bungkusan plastik yang tadi di berikan Anya. Membuka plastik tersebut, yang isinya sebuah ayam goreng lengkap dengan nasi sambal juga sayuran sebagai lalapannya.
Dante tersenyum sumringah, melihat isi di dalam bungkusan tersebut. Walaupun sikapnya berubah drastis, tetapi gadis itu ternyata masih memperdulikan dan memperhatikannya. Begitu batin Dante
Dengan gerakan cepat, lelaki itu menarik kursi makan duduk diatasnya dan mengeluarkan makanan yang dari dalam bungkusan. Namun, baru saja dirinya ingin melahap makanan tersebut suara dering gawainya mengangetkan Dante.
Dante memutar bola matanya kesal, diraih gawai miliknya itu, dan dibuka sebuah pesan masuk yang membuat Dante membulatkan matanya penuh.
Danish : (gue lagi di Jakarta ke kafe xxx sekarang, ada yang mau gue omongin sama lo).
Dante tersendak hingga membuatnya terbantuk dan sulit bernafas, ketika membaca sebuah pesan yang dikirimkan oleh Danish, sahabat sekaligus kakak iparnya itu. Dante bangkit dari kursinya meletakan gawainya, dan meraih gelas berisi air.
Diminumnya air tersebut, sampai dirinya merasa baikan. Sebelum akhirnya, ia kembali membaca pesan dari Danish tersebut. Entah mengapa tiba-tiba rasa takut yang amat sangat, menjalar memasuki tubuh Dante. Seketika, netra lelaki itu menatap kearah lantai atas dimana kamar Anya berada.
Apa Anya menceritakan semuanya dengan Danish?
TO BE COUNTINUE...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments