Bab 4: Bastian

...****************...

“Di mana putraku?”

Baru kali ini Bi Laksmi mendengar Araya memanggil anaknya dengan sebutan kepemilikan seperti itu. Biasanya Araya hanya memanggil kasar, seperti ‘di mana anak itu?’ ‘di mana anak iblis itu?!’

“Tuan muda tengah di sekolahnya, Nyonya.”

Sekarang Bi Laksmi benar-benar mengkhawatirkan majikan kecilnya itu, untuk apalagi Nyonya nya mencari Tuan muda jika bukan untuk menyiksanya? Dan tak ada yang bisa Bi Laksmi lakukan sebagai pelayan, bahkan Tuannya pun hanya acuh dengan keadaan rumah.

“Sekolah?” Araya bergumam tertarik, sebuah ide cemerlang terlintas di kepalanya.

“Jam berapa Ghariel pulang? Biar aku yang menjemputnya.”

Kini pelayan Araya itu memiliki praduga lain, walaupun ucapan Araya terdengar seperti ibu yang baik ingin menjemput anaknya. Ia malah berpikir, apa hal buruk yang membuat mood Nyonya-nya itu turun? Biasanya Araya akan menghampiri Ghariel untuk pelampiasan seperti itu.

Bagaimana jika Nyonya ingin memarahi Tuan muda di depan teman-teman sekolahnya?! Batin Bi Laksmi khawatir.

“Bi Laksmi, aku tanya jam berapa?” Tegur Araya melihat pelayannya yang malah melamun itu.

“Ah, ma-maaf Nyonya. Itu. Tuan Muda biasanya pulang pukul satu siang,” jawab Bi Laksmi tergesa.

“Hmm, berrati dua jam lagi, ya.”

Bi Laksmi mengangguk, “yang bertugas mengantar jemput Tuan Muda adalah sir Bastian, Nyonya.”

“Bastian?”

***

Lelaki berusia akhir dua puluhan dengan membawa beberapa berkas di tangannya memasuki salah satu ruangan terpenting di mansion ini, tidak ada yang boleh masuk ke sana selain ia dan Tuannya.

Cklek..

Setelah membuka pintu dengan sidik jari, ia langsung memasuki ruangan yang hanya diterangi cahaya temaram dari lampu gantung tua yang cahayanya berpendar redup di atas meja kayu hitam di ruangan itu.

Di sepanjang dinding, berbagai jenis pistol dan senjata api terpajang rapi di rak kayu gelap, seolah menjadi hiasan sekaligus peringatan. Ada revolver klasik dengan ukiran di gagangnya, pistol otomatis dengan kilatan baja dingin, hingga shotgun berlaras ganda yang tampak sudah sering digunakan. Beberapa senapan tua bersandar di pojokan, sementara tumpukan amunisi tersusun di lemari kaca yang kusam.

Lelaki itu sedikit terperanjat ketika menyadari kursi di balik meja hitam itu ternyata di tempati seseorang.

“Maaf Tuan saya masuk tanpa mengetuk. Saya kira Anda menuju kantor pagi ini,” ujarnya sembari membungkuk sopan.

Namanya Bastian, tangan kanan dari bos mafia terbesar di negara ini. Siapa lagi jika bukan Tuan Gevandra Raguel Smith.

Gevan yang tengah menikmati wine di meja terlihat tak mempersalahkan sama sekali. Hanya Bastian yang memiliki akses ke ruang kerjanya selain dirinya sendiri.

Bastian meletakkan berkas yang ia bawa ke atas meja kerja Tuannya. Setelahnya berdiri di sana sampai sang Tuan memberikan perintah jika ia harus pergi. Sejenak ia dapat melihat wajah lelah Gevan, pria itu jelas tak baik-baik saja dengan meminum alkohol di pagi menjelang siang ini.

Gevan terlihat menghela nafas gusar sembari menyugar surainya, “Dia kembali mencoba untuk bunuh diri pagi ini,” ungkapnya pelan.

“Nyonya?” Tanya Bastian retoris. Ia jelas tahu itu ditujukan untuk Nyonya besar rumah ini, satu-satunya orang yang selalu berhasil memporak-porandakan Tuannya.

Tapi ia cukup terkejut, karena tidak mendengar kabar apapun. Terakhir Bastian mengetahui Nyonya-nya itu mencoba bunuh diri dengan menjatuhkan dirinya dari tangga lantai dua.

“Saya tidak mendengar apapun, Tuan. Tidak ada pelayan yang membicarakan.”

“Dia menuju rooftop, hanya aku yang melihatnya.” Ungkap Gevan.

Ia masih ingat bagaimana tadi pagi saat akan turun menggunakan lift, ia melihat angka lift tengah menuju ke lantai empat. Jika pelayan yang akan membersihkan rooftop, mereka tidak akan menggunakan lift. Sehingga pikirannya hanya tertuju pada istri nakalnya itu. Dan seratus persen perkiraan nya benar.

“Saya akan memerintahkan pelayan pribadi Nyonya agar lebih memperhatikan beliau, Tuan.” Ujar Bastian, ia lah yang meng-handle keadaan mansion ini.

“Pasang juga cctv di sana.”

Bastian mengangguk menanggapi titah Tuannya itu. Seluruh bagian mansion ini bahkan area privasi seperti kolam renang sudah menggunakan cctv.

Bagaimana jika Nyonya-nya mencoba bunuh diri di kamar mandi nanti? Ia tak terbayang jika Tuannya juga akan memasang cctv di sana, pikir Bastian.

Gevan kembali meneguk minuman haramnya, kini sembari terkekeh kecil. “Tapi, dia tidak berteriak padaku, tadi.”

Bastian dapat melihat ada binar senang di mata Tuannya itu, “Mungkin Nyonya sudah bisa mengendalikan emosinya, Tuan.” Tanggap Bastian seadanya.

“Padahal dia bisa menikmati hidup dengan baik di mansion ini, kenapa begitu ingin mati? Wanita bodoh.” Ungkap Gevan sembari mengetuk-ngetuk jari di mejanya.

Bastian diam tak menanggapi, tuannya tidak akan sebanyak bicara ini jika bukan karena mabuk. Lagi pula, sebagai orang yang sudah bersama Gevan sejak kecil, Bastian tidak tahu harus bersikap bagaimana.

Gevan dua tahun lebih muda darinya, sejak kecil Bastian sudah dirancang sebagai tangan kanan Gevan, seperti ayahnya yang juga tangan kanan bos terdahulu.

Jika dari sudut pandang netralnya, Tuannya lah yang bersalah di sini. Merampas kehidupan seorang gadis begitu saja, bahkan membuatnya kehilangan akal sehat, Bastian akui Tuannya memang kejam.

Tapi ia tak berhak menghakimi, tugasnya hanya menjadi tangan kanan Gevan yang baik. Menuruti perintah Tuannya, entah baik ataupun buruk.

***

Selesai mendengar sedikit curahan hati Tuannya, kini Bastian harus melaksanakan kewajibannya sehari-hari. Memastikan Tuan Mudanya selamat untuk pergi dan pulang sekolah.

“Tunggu, Bastian.”

Baru melewati pintu mansion, ia menoleh mendengar panggilan itu.

Cukup terkejut mendapati sang Nyonya lah yang memanggilnya. Biasanya Araya akan sangat sensi pada orang-orang di sekitar Gevan, terutama dirinya. Tapi Bastian tak menunjukkan ekspresi berlebih. Menunggu orang yang harus di hormati setelah Gevan itu lanjut berbicara.

“Kamu ingin ke mana?” Dari beberapa jenis pertanyaan yang sudah ia pikirkan Araya memilih bertanya ini.

“Melakukan pekerjaan saya, Nyonya.” Jawab Bastian sopan.

“Pekerjaan apa?” Okay, Araya merasa ia sudah seperti orang kepo.

Mana muka ni orang tembok kayak si Gevan Gevan itu lagi, batinnya.

“Menjemput Tuan Muda Rayvandra, Nyonya.”

Rayvandra adalah panggilan Ghariel di rumah, kecuali Araya yang tidak menyukai nama yang diberikan Gevan itu. Ia lebih suka memanggilnya Ghariel, itu sih yang Araya tahu dari ingatannya.

Araya menyelipkan rambutnya ke telinga untuk mengurangi ke canggungan, “Aku ikut.” Ujarnya.

Bastian terdiam sebentar, ia diam-diam memperhatikan penampilan Araya yang sudah bersiap-siap dengan tentengan tas dior di tangannya.

“Kalau boleh tahu, Nyonya ingin ke mana?” Tanya Bastian datar. Setahunya jika Araya ingin pergi ke luar wanita itu akan menyetir sendiri dengan koleksi mobil mewahnya, tidak pernah menumpang seperti ini.

“Aku ingin ikut menjemput Ghariel, kamu keberatan?” Tanya Araya balik.

Beruntung sikap Araya asli memang angkuh seperti ini, jadi ia tak perlu berpura-pura sopan bukan.

“Tentu tidak, Nyonya. Saya akan mengambil mobil, Nyonya bisa menunggu di sini sebentar.” Ujar Bastian berlalu menuju garasi.

Gak sabar banget liat Ghariel kecil, usia segini lagi imut-imutnya, kan. Batin Araya antusias.

Setelahnya ia memasuki mobil yang di kendarai Bastian.

Keduanya tidak tahu, ada Gevan yang memperhatikan interaksi mereka dari jendela lantai tiga mansion.

...****************...

tbc.

Episodes
1 Bab 1 : Dena si Mahasiswi akhir
2 Bab 2 : Araya Rosetta
3 Bab 3 : Suami?
4 Bab 4: Bastian
5 Bab 5 : Si kecil Ghariel
6 Bab 6 : Bertemu tanpa di sengaja
7 Bab 7 : Memutuskan hubungan
8 Bab 8 : incident
9 Bab 9 : Ingin ikut memberi pelajaran?
10 Bab 10 : Pengalaman pertama Ghariel
11 Bab 11 : Adik Araya
12 Bab 12 : Makan siang bersama.
13 Bab 13 : Tanpa sengaja bertemu.
14 Bab 14 : Papa Gevan ternyata..
15 Bab 15 : Weekend Araya
16 Bab 16: Cerai?
17 Bab 17: Terungkap
18 Bab 18 : Masalah Ghariel
19 Bab 19 : Merasa tak cukup
20 Bab 20 : Mulai Percaya?
21 Bab 21 : Biggest Fear
22 Bab 22 : Ghariel’s day
23 Bab 23 : Kamar Gevan
24 Bab 24 : Hadiah dari Gevan
25 Bab 25 : Tamu Araya
26 Bab 26 : Ghariel dan Viena
27 Bab 27 : Suka?
28 Bab 28 : Pelayan muda?
29 Bab 29 : Teror
30 Bab 30 : Pacar Shinta
31 Bab 31 : Kolam Renang
32 Bab 32 : Kolam Renang Part 2
33 Bab 33 : Drama?
34 Bab 34 : Ruang Bawah Tanah?
35 Bab 35 : Gevan yang sebenarnya
36 Bab 36 : Kekhawatiran Araya
37 Bab 37 : Araya dan ‘keluarganya’
38 Bab 38 : Kebenaran yang menyakitkan
39 Bab 39 : Ke kantor Gevan
40 Bab 40 : Mommy?
41 Bab 41 : Minimarket
42 Bab 42 : Fakta baru
43 Bab 43 : Para tokoh yang seharusnya
44 Bab 44 : Maunya Gevan
45 Bab 45 : Cemburu?
46 Bab 46 : Regret
47 Bab 47 : adik?
48 Bab 48 : Tegas
49 Bab 49 : Serena Kim
50 Bab 50 : Menyiksa Gevan
51 Bab 51 : Friska
52 Bab 52 : Kejujuran
53 Bab 53 : Jawaban dari Bastian
54 Bab 54 : Jawaban dari Gevan
55 Bab 55 : Pagi yang cerah
56 Bab 56 : Incident
57 Bab 57 : Pencarian
58 Bab 58 : Mencoba
59 Bab 59 : Akhir Reagan
60 Bab 60: Maaf?
61 Bab 61 : Ghariel
62 Bab 62 : Papa baruuu
63 Bab 63 : Party
Episodes

Updated 63 Episodes

1
Bab 1 : Dena si Mahasiswi akhir
2
Bab 2 : Araya Rosetta
3
Bab 3 : Suami?
4
Bab 4: Bastian
5
Bab 5 : Si kecil Ghariel
6
Bab 6 : Bertemu tanpa di sengaja
7
Bab 7 : Memutuskan hubungan
8
Bab 8 : incident
9
Bab 9 : Ingin ikut memberi pelajaran?
10
Bab 10 : Pengalaman pertama Ghariel
11
Bab 11 : Adik Araya
12
Bab 12 : Makan siang bersama.
13
Bab 13 : Tanpa sengaja bertemu.
14
Bab 14 : Papa Gevan ternyata..
15
Bab 15 : Weekend Araya
16
Bab 16: Cerai?
17
Bab 17: Terungkap
18
Bab 18 : Masalah Ghariel
19
Bab 19 : Merasa tak cukup
20
Bab 20 : Mulai Percaya?
21
Bab 21 : Biggest Fear
22
Bab 22 : Ghariel’s day
23
Bab 23 : Kamar Gevan
24
Bab 24 : Hadiah dari Gevan
25
Bab 25 : Tamu Araya
26
Bab 26 : Ghariel dan Viena
27
Bab 27 : Suka?
28
Bab 28 : Pelayan muda?
29
Bab 29 : Teror
30
Bab 30 : Pacar Shinta
31
Bab 31 : Kolam Renang
32
Bab 32 : Kolam Renang Part 2
33
Bab 33 : Drama?
34
Bab 34 : Ruang Bawah Tanah?
35
Bab 35 : Gevan yang sebenarnya
36
Bab 36 : Kekhawatiran Araya
37
Bab 37 : Araya dan ‘keluarganya’
38
Bab 38 : Kebenaran yang menyakitkan
39
Bab 39 : Ke kantor Gevan
40
Bab 40 : Mommy?
41
Bab 41 : Minimarket
42
Bab 42 : Fakta baru
43
Bab 43 : Para tokoh yang seharusnya
44
Bab 44 : Maunya Gevan
45
Bab 45 : Cemburu?
46
Bab 46 : Regret
47
Bab 47 : adik?
48
Bab 48 : Tegas
49
Bab 49 : Serena Kim
50
Bab 50 : Menyiksa Gevan
51
Bab 51 : Friska
52
Bab 52 : Kejujuran
53
Bab 53 : Jawaban dari Bastian
54
Bab 54 : Jawaban dari Gevan
55
Bab 55 : Pagi yang cerah
56
Bab 56 : Incident
57
Bab 57 : Pencarian
58
Bab 58 : Mencoba
59
Bab 59 : Akhir Reagan
60
Bab 60: Maaf?
61
Bab 61 : Ghariel
62
Bab 62 : Papa baruuu
63
Bab 63 : Party

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!