سم الله الرحمن الرحيم
bismi-lāhi ar-raḥmāni ar-raḥīmi
"Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang"
****
Semilir angin berhembus seirama diatas padang rumput tersebut. Hamparan hijau yang terlihat berirama karena adanya hembusan angin. Sang surya nampak bersahabat pagi ini,menyapa para mahluk bumi dengan hangat. Terlihat,burung burung kecil yang hendak mencari makan terbang meninggalkan sayapnya. Area yang cukup dekat dengan danau alami yang masih nampak asri ini, terlihat begitu nyaman jika mendirikan tenda disana ataupun sekedar piknik bersama keluarga tercinta. Sungguh indah ciptaan tuhan disegala bentuknya. Semua ciptaanya sesuai takaran yang tak terhingga, tak terpikirkan oleh setiap akal mahluk-Nya.
Disana,ada satu keluarga yang tengah berkumpul. Bercengkrama, sambil menikmati makanan makanan manis buatan sang ibu rumah tangga. Tiga pria beda usia disana nampak tertawa tawa kecil, saat melihat putri cantik diantara mereka kesal karena gagal menangkap kupu-kupu incaranya.
"Kenapa nak?" Tanya sang ayah sambil mengusap pucuk khimar sang putri sayang.
"Kupu kupunya ayah." Rajuk gadis cantik tersebut.
Pria baya yang masih terlihat gagah dan tampan tersebut tersenyum tipis mendengar jawaban sang putri. Si putri kesayanganya ini memang suka sekali dengan hewan bersayap elok tersebut. Tidak jarang,ia meminta pamanya yang tinggal di New York untuk membawakanya kupu kupu dengan jenis berbeda sebagai oleh oleh ketika mampir ke tanah air.
"Arra, kupu kupu itu mahluk hidup ciptaan Allah. Berarti, semua mahluk hidup itu berhak hidup sesuai dengan khodratnya. Kalau Arra tangkap kupu kupunya, terus Arra masukin toples. Berarti kupu kupu itu kehilangan kebebasanya?" Tutur sang ayah menjabarkan.
"Iya, kupu kupu juga punya hak dan kewajiban untuk hidup bebas tetèh." Timpal sibungsu yang tengah sibuk dengan buku UUD mini ditanganya.
"Ihh siapa kamu, tetèh gak kenal?" Ketus gadis bernama panggilan Arra tersebut.
"Ra, gak boleh begitu sama adik kamu." Lerai sang bunda.
"Wleee, dimarahin bunda." Ejek si bungsu.
"Aku gak punya adik nyebelin kayak dia bun. Kesel ih, pergi ke surga aja sana." Kesalnya tanpa banyak berpikir saat melontarkan kata kata tersebut.
"Menurut UUD negara republik Indonesia ya tèh, setiap individu memiliki hak Asasi manusia. Hak untuk hidup bebas, bekerja, menuntut ilmu, dan-"
"Ihh, hak hak mulu yang dijabarin. Dasar bapak PPKN." Sela Arra kesal.
Sudah bukan rahasia umum lagi, jika Arra dan adik bungsunya ini layaknya kucing dan tikus. Dimanapun keduanya berada, selalu ada topik cekcok yang menyertai.
"Tetèh, kalau nyela ucapan orang itu gak baik loh?" Si bungsu yang masih duduk di bangku SMP itu kembali berujar.
Wajah jailnya mulai kentara flat, saat kembali menghapal pasal pasal Undang Undang dalam buku yang dibawanya.
"Iya Ra, anak cewek gak boleh gitu sayang. Gak sopan." Ingatkan sang bunda.
"Iya, tetèh minta maaf bunda." Sesal sang putri.
"Jangan diulangi lagi ya?" Ujar sang bunda sayang.
Arra tersenyum lalu bergerak memeluk sang bunda. "Insaallah bunda, takut Arra khilaf nanti kayak gitu lagi." Ucapnya lirih.
"Ayah tidak dipeluk?"
Arra tersenyum sumringah, dengan segera ia memeluk tubuh berbaluk pakaian resmi seorang abdi negara tersebut.
"Sayang Ayah." Lirih Arra sambil merapatkan pelukanya.
"Kok Adek gak dipeluk?" Protes si bungsu.
"Gak mau,tetèh lagi marahan sama adek. Jadi gak ada peluk pelukan ya?"
"Kok gitu, bunda. Tetèh pilikasi kepada adiknya sendiri." Adu si bungsu.
"Dasar bontot, bisanya ngadu terus." Ketus Arra sambil melepaskan pelukanya pada sang ayah.
Van'ar dan Aurra tersenyum tipis melihat tingkah laku kedua anaknya tersebut. Waktu berkumpul seperti ini memang minim sekali mereka dapatkan. Selain karena kesibukkan masing masing,para buah hati mereka juga tengah sibuk belajar.
"Abang mana sih, kok lama?"
Arra celingukan, mencari keberadaan kembaranya yang tak nampak disana sini. Padahal tadi pemuda itu izin untuk mengangkat telepon. Tetapi hingga kini, dia tidak kunjung kembali juga.
"Belum selesai kali tèh jawab telphonenya." Ujar sang bunda menimpali.
"Hm, mungkin penting." Tambah sang ayah.
"Iya." Celetuk si bungsu.
"Iya apanya, anak kecil mana tahu!" Jawab Arra tak bersahabat.
Tutur kata yang biasanya lemah lembut itu selalu saja sirna jika berdepat dengan adik bungsunya. Arion Achazia Deandas Az-zzioi-si bungsu dari pasangan Keevan'ar Radityan Az-zzioi dengan Aurra Putri Haidan. Putra ketiga mereka yang lahir lima tahun setelah kakaknya. Si bungsu yang suka sekali dengan pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan tersebut merupakan sosok penyempurna bagi keluarga kecil tersebut.
Arion Achazia Deandas Az-zzioi sendiri berarti seorang Raja yang mempesona, memikat hati, pemecah masalah yang kreatif putra bermarga Az-zzioi. Si bungsu dari keluarga kecil Van'ar dan Aurra yang hadir setelah banyaknya duka yang merundung kala itu.
"Iya, abang kemana ya?" Kini giliran sang bunda yang menanyakan keberadaan si sulung.
"Mungkin telphinenya penting, makanya abang butuh privasi." Tutur sang ayah yang langsung diangguki oleh istrinya tersebut.
Padahal, tidak jauh dari jarak keempatnya berada. Sosok yang tengah dicari cari tersebut berada disana. Duduk diatas sebilah batang pohon yang memang sengaja dijadikan tempat duduk, sambil menerima telphone dari seseorang.
"Loe lagi di Sukabumi?" Tanya suara disebrang telphone.
"Hm"
"Kok gak ngajak ngajak Sen?" Rajuk suara lainya disana.
"Dadakan." Jawabnya singkat.
"*Emang tahu bulat,digoreng dadakan."
"Lima ratusan,enak nyoii*." Sambung suara lain disebrang sana.
"*Hahahahh..."
"Heh brisik, gue lagi telphonan sama bang Arsyad*!" Gerutu salah satu diantara mereka.
"Udah?" Tanya si pemuda tampan bernetra tajam tersebut.
"Ehh, jangan ditutup dulu Sen!" Sergah si penelphone diujung sana.
"Kenapa?"
"LPJ yang kemarin loe minta, softcoppynya udah gue kirim via email."
"Hm, nanti aku chek."
"Oh iya, sertijabnya juga udah adah gue kasih kesekretaris OSIS. Jadi gue gak punya utang lagikan?" Ujar suara disebrang sana bertanya.
"Hm, kita lihat aja nanti. Insaallah habis pulang dari sini langsung aku evaluasi."
"Ok, jangan lupa oleh olehnya."
"Hm"
"*Bawa Mochi yang banyak Sen." Intruksi suara disebrang sana antusias.
"Jangan,bawa ranginang aja yang banyak."
"Jang-"
"Kalau gitu udah dulu ya bang, kakak kakak gue èdan semua tuh*."
"Hm"
"Titip salam juga buat Ayah sama Bunda."
"Hm"
"Ok, gue tutup dulu bang."
"Hm"
"Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam"
Arsyad--pemuda tampan yang baru saja menutup sambungan telponya itu beranjak. Memasukkan benda pipih itu kembali kedalam saku celananya. Barusan saudara sekaligus sahabatnya itu menelpon dari Ibu kota sana. Menanyakan tentang beberapa hal yang bersangkutan dengan masalah dokumen dokumen sidang AD/ART OSIS yang akan diselengarakan beberapa pekan lagi.
"Abang?" Panggilan nyaring dari sang adik membuatnya menoleh.
"Ayok, Ayah sama bunda mau ngajakin kita lihat tukik."
"Hm" Jawabnya singkat sambil berlalu.
Hari ini weèkend yang cukup spesial, buktinya ia dan keluargànya dapat berlibur bersama ke Sukabumi. Mengunjungi sang Ayah yang memang sudah terlebih dulu tiba di kota ini.
Arrsyad An-nass Senopati Az-zzioi, pemuda tampan yang tengah berjalan itu adalah si sulung kebaggan keluarga besar Radityan. Terlahir dengan kejeniusan yang menurun dari sang Ayah dan bunda, acak kali dirinya disebut sebagai otak pitagoras. Semua mata pelajaran yang disukainya, terutama Matematika dan Fisika. Selain otak yang encer, Arsyad juga dikarunia ketampanan diatas rata rata.
Tubuhnya tinggi tegap, untuk seukuran siswa SMA. Rambutnya hitam lebat, netranya hitam pekat, bibirnya tebal namun kissable dalam waktù bersamaan. Alisnya hitam berjajar rapi dengan tukikan tajam, hidungnya mancung, dibingkai lengkap oleh rahang tegas yang kokoh miliknya.
Hobby pemuda dengan julukan otak pitagoras juga tak main main. Salah satu yang sering dijajalinya adalah panjat tebing, boxing, panahan, bersepeda dan sky.
Untuk cita cita, dari dulu hingga sekarang masih tetap sama yaitu menjadi seorang Abdi Negara seperti sang ayah. Mengabdikan hidupnya untuk negara, baik pisik maupun psikisnya pun telah dipersiapkanya dengan matang. Tekadnya juga sudah bulat dan matang. Restu dari kedua orang tuanyapun telah dikantonginya. Tinggal beberapa langkah lagi, Arsyad akan menyempurnakan mimpinya. Setelah lulus nanti, dia sudah bersiap untuk mengikuti Akademi Militer.
Memang benar kata pepatah,buah jatuh tidak jauh dari pohonya. Si sulung ini memang menuruni hampir 90% sifatan sang ayah. Dari niatan dan tekad kuatnya, semuanya datang dari pribadi sang Ayah. Tekad kuatnya kini, kelak akan membawanya kesebuah keberhasilan yang gemilang walaupun tanpa ia sadari, ada sebuah ujian berat yang akan segera mengonjang sanubarinya.
Menjadikan titik balik dari semua kehidupan barunya kedepan. Hingga pada akhirnya, buah dari kesadaranlah yang akan memberikanya agin segar nantinya.
***
TBC
Catatan : Di sequel ini Anzar dan keluarganya bakal jarang muncul karena tinggal diluar negri.
Arsyad dan Alea (Anaknya AnRa) beda usianya 8 bulan. Sedangkan Arsyad sama Triple Boy (Anaknya LunRa) beda dua tahun,tapi sekolahnya cuma beda satu tingkatan.
Hallo,selamat pagi readers🖑🖑
Jumpa lagi di novel Sequel Bukan Salah Jodoh.
Maaf ya kalau lama nunggu updatenya🙏
Rencananya,novel ini bakal aktif aku update setelah novel GG kelar. Biar gak tubrukan alurnya 😊😊
Jadi,readers mohon bersabar untuk menunggu kelanjutan keuwuuuan para cucu buyut keluarga Radityan ini.
Ok,jangan lupa tinggalkan jejaknya yo🤗🤗
Jumpa lagi dipart berikutnya nanti🖑🖑
Jangan lupa juga mampir ke "My Annoying Student" yang aku update di Wttp. Sebelum aku hapus tentunya🖑🖑
Sukabumi 06 Sept 2020
06.44
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Surati
Arsyad gantengnya 😘😘😘
2023-01-09
1
Ima Ashahri
makin semangaat bacanya klo slalu ada visualnya kaya gini 😍
2022-08-03
1
Khairuna Una
Mampir lg di karyamu Thor.... Selalu suka dgn karyamu Thor... 😘😘😘
2021-04-26
1