Mencari Pasangan

Wayang Kulit. Sebuah boneka yang terbuat dari kulit yang dibentuk menyerupai manusia. Perwujudan dari kekaguman orang-orang kepada para manusia hebat zaman dulu, menghasilkan Wayang Kulit yang menggambarkan kekuatan, kehebatan dan keajaiban.

Mereka, yang menyebut dirinya Dalang, menceritakan kisah-kisah yang melampaui Imajinasi. Mereka menggerak-gerakkan Wayang dari sebalik tirai putih yang disoroti lampu, menghasilkan bayangan keajaiban-keajaiban kala itu. Alat musik yang ditiup dan dipukul, membuat keajaiban semakin menggelegar.

Tapi, bagaimana jika Wayang kulit itu mempunyai kekuatan magis?

Perang dunia di masa lampau, yang dipicu jatuhnya batuan angkasa, meninggalkan kekuatan yang sangat luar biasa. AJI. Energi magis yang bisa memberikan penggunanya kekuatan melampaui akal sehat, menyebar keseluruh penjuru dunia. Menjadikan makhluk yang ada didunia dipenuhi kekuatan magis.

Di dunia ini, dunia yang di penuhi kekuatan magis, Wayang Kulit menunjukkan esensinya. Kekuatan yang awalnya hanya berupa cerita yang diturunkan, menunjukkan eksistensinya. Semua manusia bersaing untuk mendapatkan kekuatan yang besar.

Tapi, entah apa yang dilakukan MC kita ini.

**

"Srekk." Sepasang tangan muncul dari dalam semak, membuat rumput terbelah menjadi dua. Tampak wajah seorang pemuda dari balik semak. Matanya bergerak menelusuri tempat yang dibukanya, mencari sesuatu di balik rumput itu.

"Tara, apa kau menemukannya?" tanya seorang pemuda dibelakangnya, yang berada di bawah pohon.

Dia adalah pemuda desa biasa yang berpenampilan sederhana, yang hanya memakai pakaian bawah, memperlihatkan tubuh rampingnya. Telapak kakinya terlihat kotor dan pecah-pecah karena tidak memakai alas kaki. Sebuah hiasan berbentuk tanduk satu yang menghadap kedepan, melingkar di kepala botaknya. Dipunggungnya tergantung wadah bambu yang di dalamnya berisi bambu yang sudah diiris tipis dan sebuah bambu sepanjang satu meter.

Pemuda itu sedang duduk diatas sang badak, di bawah pohon asam. Itu adalah badak Kawung, badak asli pulau Kawung. Dengan santainya, dia duduk diatas sang badak sambil menganyam bambu untuk dijadikan sebuah tas.

Sang Badak sedang asik menikmati rumput dihadapannya. Seperti hal biasa pemuda itu duduk diatasnya. Di sampingnya, juga ada seekor kerbau yang sedang memakan rumput. Tali kendali kerbau di pegang oleh si pemuda agar dia tidak pergi.

Tara, pemuda yang mencari sesuatu dibalik semak, memperlihatkan wajah cemberut. Dia bangun dari posisi bungkuknya dengan bantuan dua tongkat di ketiaknya.

"Tsk..Tidak ada," jawab Tara dengan nada kesal.

Tara juga adalah seorang pemuda desa biasa yang berpenampilan sederhana. Dia hanya menggunakan pakaian bawah dengan kain terikat dipinggang dan lacak dikepalanya yang menyerupai paruh burung. Kakinya terlihat bersih karena selalu memakai alas kaki. Rambutnya panjang sampai ke bahu. Di bahu kirinya terikat sebuah Kandar.

Berbeda dengan pemuda tadi, yang seluruh tubuhnya terlihat sehat, Tara mempunyai kecacatan pada kaki kirinya. Kakinya lumpuh di bagian lutut ke bawah sejak dia lahir, mengharuskannya berjalan menggunakan tongkat selama ini.

Walaupun seperti itu, dia mempunyai tubuh yang bagus. Otot-otot yang terlatih, tampak menonjol di seluruh tubuhnya, kecuali di kaki kirinya. Karena dia hanya bisa menggunakan kaki kanannya untuk latihan dan kaki kiri di gantikan perannya dengan tongkatnya.

Kaki yang lumpuh tidak membuatnya patah semangat. Dia selalu melatih tubuhnya untuk menjadi seorang pendekar. Terlihat di pinggang nya, terdapat 2 buah keris yang di selipkan ke kain di pinggangnya.

Keris itu berukuran sekitar 30 cm. Tara menggunakan dua keris sebagai gaya bertarungnya. Walau pun akan sulit untuk bertarung menggunakan dua keris dengan satu kaki dan dua tongkat. Tapi dengan teknik dan tekat yang kuat, masih ada peluang bagi Tara untuk menguasai gaya bertarungnya, meski butuh latihan panjang dan intens.

Mereka berdua berteman sejak dalam kandungan karena ibu mereka adalah saudara. Pemuda itu lebih tua dari Tara, baik dari segi nasab atau umur. Karena ibu Tara adalah seorang adik. Tapi mereka menghiraukan siapa antara mereka yang lebih tua karena itu hanya hubungan biologis.

Saat ini, Matahari berada di arah barat, menunjukkan waktu sudah sore. Mereka berdua sedang berada di pinggir sungai yang terdapat di samping jalan poros. Mereka mencari perangkap yang dipasang oleh Tara. Mereka sudah terbiasa mencari ikan dengan perangkap. Memasang di sore hari dan mengambilnya besok sore. Hasil tangkapan akan mereka bagi dua sama rata atau sesuai kesepakatan. Tapi, kendala terbesar mereka adalah Tara yang lupa dimana memasangnya.

"Memangnya benar kau meletakkannya disekitar sini?" tanya pemuda itu meragukan jawaban Tara.

"Iya. Aku yakin memasangnya disini. Aku juga memberikan penanda di dekatnya," jawab Tara tegas sambil menunjuk tempat dia mencari tadi.

"Ah..kau lupa mungkin? Kau kan pelupa," kata pemuda itu menyinggung kebiasaan Tara.

"Tidak mungkin aku lupa. Baru kemarin aku memasangnya," sangkal Tara dengan nada membentak.

"Oh..ya..tidak mungkin kau lupa," sarkas pemuda itu sambil terus mengayam, acuh dengan sikap temannya.

Tara terus mencari ke sekelilingnya. Dia terus membolak balikkan rumput dengan tongkatnya, berharap akan menemukan pasak tempat tali perangkap terpasang.

Pasak itu bertujuan supaya menahan tali yang mengikat perangkap. Pasak di pasang dengan cara ditancapkan di tanah. Tali bertujuan agar perangkap tidak hanyut terbawa arus sungai. Tali diikatkan ke sisa bagian pasak yang masih menonjol. Dengan pasak dan tali, perangkap tidak akan terbawa arus air. Kalaupun terbawa, tidak akan terlalu jauh.

"Yoh, Jan, kemana lah ini. Penandanya juga hilang lagi. Arrggghh...bikin pusing saja," kata Tara kesal, karena tidak kunjung menemukannya.

**

"Hoohh...hoohh" sang badak mengeluarkan makanan dari mulutnya.

"Ada apa? Kau memakan buah asam, ya? Hahaha," kata pemuda itu dengan sedikit tawa.

Di belakang, sang badak tidak sengaja makan buah asem.

**

"Ahh...apa ini?" kata Tara.

"plek..plek" Tara memukul wajah dan tengkuknya.

"Tsk..nyamuk juga malah ikut-ikutan. Arrgghh..gatal lagi," Tara menggaruk-garuk tengkuknya akibat gatal digigit nyamuk, menambah kekesalannya.

Tara melihat temannya yang sedang asik menganyam. Temanya hanya sibuk menganyam dan bergurau diatas badaknya, seakan tidak peduli dengan dirinya yang sedang kesusahan.

"Hahaha, lain kali hati-hati kalau makan," kata pemuda itu.

"Tara, lihat. Rinson tidak sengaja makan buah asam—" kata pemuda itu.

"Nusa." seru Tara dengan suara tegas menyela ucapan Nusa.

Nusa, nama pemuda itu, menoleh ke arah Tara. Tawanya terhenti ketika melihat wajah Tara sudah sangat kesal dan lelah. Mata Tara terlihat seperti menahan amarah. Nafasnya juga menjadi berat.

"Ayo, lah, tolong bantu cari. Jangan hanya bercanda terus," ajak Tara dengan nada kesal.

Nusa memandangi Tara yang sudah sangat kesal. Dia tidak mengatakan apapun. Tiba-tiba dia tersenyum mengejek.

"Heh," respon Nusa.

Melihat Nusa hanya tersenyum, Tara semakin kesal.

"Kenapa malah senyum-senyum? Ada yang lucu, kah?" kata Tara sedikit marah sambil sesekali menggaruk tengkuknya karena gigitan nyamuk.

"Haha, tidak ada. Bukankah kita sudah membagi tugas? Aku yang menyiapkan wadah dan kau yang mencari perangkap nya. Bukannya kau yang memasang perangkapnya?" jelas Nusa.

Tara menghiraukan ucapan Nusa dengan cara mengibaskan tangannya mengusir nyamuk, karena dia tau Nusa benar. Mereka memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing. Tara merasa tugasnya berat karena harus berkeliling, sedangkan Nusa hanya duduk dan menganyam. Padahal tugasnya sudah sesuai kemampuan masing-masing.

Melihat tingkah Tara yang seperti kerasukan Jann, yang mencoba menghindari topik, Nusa akhirnya berinisiatif untuk membantunya. Karena kalau perangkap tidak ditemukan, tas yang dibuatnya jadi tidak berguna.

"Hmm, coba kau ingat-ingat, apa yang kau jadikan patokan untuk tempat memasang perangkap mu. (menunjuk)Apa pohon yang lurus ini?(menunjuk arah lain) atau...pohon yang berbentuk huruf Y yang disana. Atau... pohon yang lain?" kata Nusa.

Nusa mencoba membantu temannya mencari petunjuk. Dia tau betul temannya itu pelupa. Tapi dia tidak berusaha mengejeknya, walau terkadang sedikit menyinggung.

Tara sedikit tersentak. Dia terpaku sebentar lalu mulai berpikir. Dia menutup mulutnya menggunakan kepalan tangannya, mencoba mengingat apa yang dia jadikan sebagai patokannya.

"Oh ya (mengacungkan jari telunjuk)! Pohon berbentuk E!" seru Tara setelah ingatannya kembali.

Tanpa pikir panjang, Tara langsung bergerak ke tempat yang lurus dengan pohon berbentuk E, yang cukup jauh di depannya. Dia berjalan terpincang-pincang dengan tongkatnya. Saking semangatnya, dia lupa kalau dia membawa kerbau tunggangan.

"Hei, kau kan punya kerbau," kata Nusa heran kepada temannya.

Tapi Tara tidak mendengarkan. Dia tetap berjalan ke arah tempat itu. Dengan susah payah, dia sampai ke tempat tujuannya. Disana dia langsung membalikkan rumput-rumput. Mencari ke segala tempat yang bisa di jangkau nya.

"Haaahhh." Nusa menghela nafas panjang.

Nusa hanya bisa menggelengkan kepala. Dia sudah biasa melihat perilaku temannya. Dia pun ikut menyusul sambil menuntun kerbau milik Tara.

"Ayo, Barkeo. Kita susul tuanmu," ajak Nusa pada kerbaunya Tara.

"Hmm?"

"Apa itu?"

Nusa terhenti ketika dia seperti melihat sesuatu di seberang jalan. Matanya menyipit karena benda itu tidak terlihat jelas. Karena penasaran, dia langsung pergi menghampirinya dan juga membawa kerbau bersamanya.

Sesampainya disana, Nusa mengambil sesuatu yang mengalihkan pandangannya tadi. Di merasa itu adalah tanda yang dimaksud Tara. Dia pun langsung memanggil Tara sambil melambaikan benda temuannya.

"Oiiiii, Tara, kemarilah. Aku menemukannya," teriak Nusa memanggil temannya.

Tara, yang sedang membuka rerumputan, langsung menghentikan pencariannya dan memandang ke arah suara Nusa. Dia melihat Nusa melambaikan tangannya sambil memegang sesuatu di seberang jalan. Wajahnya tampak sumringah melihat benda yang di pegang Nusa, menandakan itu adalah penanda yang dicarinya.

"Haa, ya itu yang aku cari," seru Tara bersemangat.

"Cepat, kemarilah," pinta Nusa.

"Oke. Tunggu sebentar," balas Tara.

Tara memandang sekitarnya. Dia mencari milik kerbaunya. Dia mendapati kerbaunya sudah berada di seberang jalan bersama Nusa.

"Kenapa Barkeo kau bawa?" teriak Tara.

"Dia yang ikut dengan ku," kata Nusa.

"Kau tarik talinya, ya, dia bakal ikut denganmu," Tara menggerutu karena kesal.

Tara pun akhirnya berjalan dengan kedua tongkatnya menuju tempat Nusa.

Terpopuler

Comments

Myōjin Yahiko

Myōjin Yahiko

Aduh, thor, aku tak sabar menanti kelanjutan ceritanya!

2025-03-09

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!