Salam perpisahan

Bagaimana Marisa kembali mengingat kejadian tiga bulan yang lalu, sebuah pelukan yang Fadlan minta sebagai penanda perpisahan. Mereka lakukan di dalam mobil di depan rumah sewa Fadlan. Niatnya yang semula akan mengantar Marisa, ia tepati hanya sampai di sana. Itu karena Marisa pula lah yang meminta. Agar tidak terjadi kesalahpahaman karena ayah Haris sudah pasti tidak akan menoleransi kesalahannya jika Fadlan tetap mengantarnya ke rumah.

Namun, malam yang larut. Gang di area kontrakan yang sepi. Serta gemercik air hujan yang mengiringi malam itu. Membuat sebuah pelukan panjang yang menjurus ke arah hal yang tidak seharusnya.

Perlahan keduanya saling merengkuh. Dengan tatapan Fadlan yang penuh mendamba ia meraih tengkuk Marisa. Mencecapi bibir manisnya sekilas. Gadis itu terdiam tanpa penolakan. Berlanjut dengan saling memandang satu sama lain, senyum mengembang di kedua bibir mereka. Perlahan tangan Fadlan terulur demi menekan tombol di mobil dan mematikan satu-satunya penerang. Gelap. Setelah sentuhan pertama kini keduanya saling mendamba, hasrat yang datang entah darimana. Benar ketika banyak orang mengatakan bahwa dua insan yang bersama tanpa adanya sebuah ikatan, maka yang ketiga adalah setan.

***

Dan benar saat ini, ada Reno di belakang sana tengah menyaksikan.

Seseorang yang pergi dengan hati yang terluka saat pagutan pertama mereka dengan cahaya lampu yang masih menyala. Dari belakang, ia jelas melihatnya. Apalagi yang ia pikirkan di tengah gelap. Apalagi yang akan mereka lakukan di tengah gelap, ia sudah bisa tahu apa itu. Dengan langkah seakan tak berpijak Reno membuang jauh angannya untuk tetap bertahan. Ia memilih pergi dengan membawa serta hatinya yang terluka.

Marisa tak pernah benar mencintainya. Semua keputusan yang ia ambil hanya karena ingin menuruti apa yang menjadi perintah dari sang ayah. Reno cukup tahu diri. Namun, berdosakah ia membiarkan sebuah kesalahan terjadi. Bagaimana ia harus memperbaiki semuanya nanti.

"Sudah tidak ada alasan lagi untuk aku bertahan, Marisa. Saat seminggu lalu kamu datang memelukku aku pikir ada celah di hati mu untuk ku. Kenyataannya tidak. Hanya dia yang kau cintai. Empat tahun kita bersahabat tiadalah arti semua yang aku lakukan untuk mu. Dan empat tahun terakhir pula posisiku tergantikan olehnya. Jika itu kebahagiaan mu maka aku akan mewujudkannya untuk mu. Jangan paksakan lagi perasaan mu padaku."

Lirih Reno dalam kesunyian, ia terduduk di belakang kemudi mobil miliknya.

Hasil dari jerih payahnya. Mencoba mengumpulkan kembali sukmanya yang hilang. Seakan menguap saat melihat itu terjadi tepat di depan matanya.

Reno berhak marah, tetapi ia tetap diam. Reno berhak atas semua itu setelah Haris menyerahkan segala tanggungjawab Marisa kepadanya. Termasuk hari ini. Setengah dari aktivitasnya ia tunda untuk mencari keberadaan gadis itu. Ia menyusuri setiap jalan dan setiap tempat yang biasa Marisa kunjungi. Nihil, tak satupun tempat hingga malampun berlalu. Gemericik hujan tak menyurutkan semangatnya untuk mencari di mana keberadaan gadis pujaan hatinya. Hingga ia sampai pada satu tempat. Alamat inilah yang ia dapatkan dari beberapa sumber terpercaya. Sore itu Reno menemui teman kuliah Fadlan, mereka mengatakan jika memang benar Marisa datang mencari keberadaan salah satu temannya itu. Ketiga teman Fadlan memberikan alamat rumah sewanya kepada Reno.

Betapa ia tersayat ketika harus melihat semuanya dengan mata kepalanya sendiri. Dua minggu menuju hari pertunangan mereka, Marisa mengkhianatinya tepat di malam saat ia berjuang mencarinya.

***

Kembali pada mereka, dua insan yang tengah memadu kasih. Berpaut asmara dan saling berpagut gelora. Gejolak yang tak seharusnya. Apa yang terjadi?

Apa yang mereka lakukan?

Fadlan menarik diri saat semua hampir saja terjadi. Entah alarm peringatan itu dari mana asalnya, ia tersadar. Ini adalah kesalahan.

"Kenapa?"

Suara Marisa yang terdengar parau di tengah sesi panas mereka. Ia kebingungan ketika semua seakan berakhir bagi Fadlan.

"Ini salah Cha !" ucap Fadlan ia kembali duduk tegak sambil meraih kembali stelan kemeja dan dengan segera memakainya.

Marisa memejamkan mata, berat rasanya melepas hasrat itu. Sudah terlanjur mereka hampir melakukannya. Apa yang terjadi pada Fadlan. Ia meraih tangannya. Mengusap wajahnya seakan meyakinkan Fadlan jika dirinya tak pernah keberatan.

"Tidak, Cha!" sergahnya.

"Aku tidak ingin mengecewakan orangtua ku, apalagi merusak mu." Ia membelai lembut sisi wajah Marisa. Membawanya pada dekapan hangatnya.

"Cinta aku tulus, aku ingin kau selalu bahagia. Apapun itu aku akan pastikan jika hidupmu akan sempurna meski tanpa aku di sisi mu." Lirih Fadlan, mengusap punggung Marisa yang sudah tak berbalut busana.

"Pakai lagi pakaianmu. Aku tidak ingin cinta suci ini ternoda hanya karena hawa nafsu sesaat yang menyesatkan. Aku ingin berubah jauh lebih baik, bukan seperti ini. Maafkan aku."

Mendengar semua itu Marisa mengangguk paham di dalam pelukan Fadlan. Perlahan ia melepaskan diri.

Wajah memerahnya jelas akan terlihat jika saja lampu menyala. Kecewa yang ia rasakan, namun ia akan jauh lebih kecewa lagi ketika semua benar-benar terjadi. Sebuah kebodohan yang akan ia sesali seumur hidup. Bagaimana jika ayahnya tahu, terlebih bunda Divya. Beliau pasti akan sangat marah kepadanya dan Fadlan.

Malam itu Marisa pulang meninggalkan Fadlan di rumah sewanya. Ia terus menyusuri jalanan ramai dengan wajah berbinar. Kenangan yang terjadi tadi membuatnya tak berhenti tersenyum. Sesekali Marisa memegang wajahnya sendiri. Sesekali ia juga mengigit bibirnya seakan masih merasai manisnya kecupan darinya.

Seandainya, seandainya.

Marisa yang tengah dalam hasrat tadi ia rela jika itu semua terjadi. Fadlan adalah cintanya ia begitu yakin dan Marisa tidak akan menyesali apa pun. Ia memghirup nafas berat demi mengingat momen mendebarkan yang baru saja ia lewati. Tanpa terasa kini mobilnya telah tiba di depan pintu gerbang utama sebuah rumah bak istana.

Marisa masuk ke dalam rumahnya setelah memarkirkan mobil. Melangkahkan kaki dengan senyum mengembang di bibirnya. Sebelum menaiki anak tangga

ekor matanya menangkap sosok Reno duduk di hadapan ayah dan bundanya.

Sedang apa pria itu di sini?

Sedikit ragu Marisa mendekatinya. Pakaiannya yang rapih, dengan rambut diikat kuda menjadi pusat dari tatapan Reno saat ini.

"Ren," sapa Marisa mendekat ke arah di mana pria itu duduk terpaku.

"Kamu di sini?" tanya Marisa lagi.

Reno yang sontak berdiri bahkan tak menjawabnya.

"Dasar anak nakal, kemana aja kamu? Reno nyariin kamu kemana-mana. Dia baru datang, katanya kamu baru ketemu teman lama? Siapa sayang?" Divya bundanya lah yang menjawab pertanyaan Marisa dengan memborong banyak pertanyaan.

"Teman lama?" Marisa yang kebingungan pun balik bertanya.

"Heum, kalian pelukan tadi, mungkin juga lebih dari itu," ucapan Reno sontak membuat wajah Marisa terlihat memucat. Pikiran Marisa langsung tertuju pada kejadian beberapa menit lalu di dalam mobilnya. Sekian detik kemudian wajahnya terasa memanas.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!