Chapter 6

Keesokan Harinya - Rumah Makan Ayam Krispi "Rangga Fried Chicken"

Pagi di kota besar selalu sibuk. Bisnis kecil seperti milik Rangga tak pernah sepi pelanggan, terutama saat jam makan siang.

Di balik kasir, seorang wanita berdiri, sesekali melirik Rangga yang sedang sibuk memeriksa stok ayam di dapur. Namanya Alya, pengawai baru yang sudah bekerja di sini selama dua bulan.

"Mas Rangga, ada pelanggan yang komplain soal pesanan mereka," katanya dengan suara sedikit gugup.

Rangga menoleh, melihat ke arah meja pelanggan yang dimaksud. Dia menghela napas pelan, berjalan ke meja itu, dan menangani komplain dengan tenang

Saat ke dapur, Alya masih memperhatikannya. Dia menggigit bibir, lalu berpikir sejenak, namun dia mengurungkan niatnya seolah waktunya tidak pas.

Alya menunduk, tersenyum kecil, tapi ada sedikit kecewa di matanya. Rangga benar-benar tidak menyadari.

Sementara itu, di pikirannya, Looter masih mengingat pesan tadi malam dengan muka serius. Pembawa Cahaya. Wanita itu mungkin akan datang mencarinya.

Jam Makan Siang

Aroma ayam goreng yang baru matang menyebar ke seluruh ruangan. Pelanggan datang dan pergi, tapi di balik kasir, ada seseorang yang sejak tadi diam-diam memperhatikan Rangga.

Alya.

Dia selama ini mulai menyadari sesuatu. Mas Rangga ini... clueless banget.

Entah dia terlalu sibuk dengan pekerjaannya atau memang gak peka, tapi Alya sudah mencoba berbagai cara untuk menarik perhatiannya. Dari menawarkan diri lembur biar bisa lama di dekatnya, sengaja salah memasukkan pesanan biar bisa ngobrol lebih lama, bahkan pernah "secara tidak sengaja" menyentuh tangannya menyerahkan laporan keuangan.

Tapi hasilnya?

Nihil.

Mas Rangga tetap dengan wajah datarnya, sibuk menghitung stok ayam atau menyusun laporan pemasukan. Padahal kalau dipikir-pikir, dia tipe yang bikin hati deg-degan.

Hari ini, Alya memutuskan untuk mencoba lagi.

Dia menghela napas, menyusun keberanian, lalu berjalan ke arah pria itu yang sedang berdiri di depan freezer. Tangannya terlipat di dada, dagunya sedikit terangkat, ekspresinya seperti karakter cool di drama Korea.

'Aduh... kenapa dia keren banget cuma berdiri doang?!" Alya membatin sambil berusaha tatap fokus.

"Mas Rangga," panggilannya.

Pria itu menoleh pelan. Tatapannya tajam, tapi tidak ada emosi di sana.

"Hmmm?"

'Duh, suara rendahnya itu...' Alya menelan ludah sebelum berbicara.

"Nanti sore ada waktu nggak?" tanyanya, kali ini dengan suara lembut.

Rangga diam sejenak, lalu kembali menatap layar ponselnya yang menampilkan laporan transaksi hari ini.

"Lihat nanti, kalau ngak sibuk."

Alya mengerjapkan mata. Kok gitu doang jawabnya?!

'Mas, aku tuh ngajak kamu ngedate! Kok responnya kayak ditanya 'ayamnya udah di goreng belum'?!'

Dia ingin protes, tapi sebelum bisa membuka mulut, Rangga sudah berjalan ke dapur untuk memeriksa stok bahan.

Alya mengepalkan tangan di sisi tubuhnya. 'oke. kalau gini caranya, gue harus bikin dia sadar.'

Dia berbalik ke arah meja kasir, lalu mengetik sesuatu di ponselnya. strategi baru dimulai.

...----------------...

Sore Hari

Ketika Rangga Mulai Bingung.

Rangga duduk di meja kecil di belakang restoran, menikmati segelas es teh sambil mengecek laporan penjualan. Hari ini cukup ramai, dan bisnisnya berjalan lancar.

Tapi ada satu hal yang membuatnya merasa... aneh.

Sejak tadi siang, Alya bertingkah agak beda.

Awalnya dia pikir hanya kebetulan, tapi setelah diperhatikan baik-baik... ini udah kelewatan.

Pertama, dia tiba-tiba lebih sering muncul di dekatnya.

Saat Rangga membuka kulkas, Alya tiba-tiba juga ada disana. Saat dia mengambil buku catatan, Alya juga datang dengan alasan 'mau cek sesuatu'. Saat dia duduk di belakang, Alya juga ikut duduk di kursi tanpa alasan jelas.

Kedua, Alya mulai menyentuhnya... sering. Tadi siang, waktu dia menyerahkan kertas laporan, tangannya sengaja menyentuh jari Rangga lebih lama dari yang seharusnya. Waktu dia lewat di belakang Rangga, tangannya menyentuh punggungnya pelan. Dan yang paling bikin Rangga bingung, waktu di lagi fokus di laptop, Alya tiba-tiba menyentuh lengannya dan bilang, "Wah, Mas Rangga badannya keras juga ya..."

Apaan itu?!

Bukan berarti dia nggak sadar ada yang aneh. Justru karena sadar, dia jadi bingung harus gimana.

Sampai akhirnya.... puncaknya terjadi.

Alya kembali dari kasir dengan ekspresi cerah, lalu dengan santai menarik kursi di sebelah Rangga dan duduk di sana.

Dia menyender ke meja, wajahnya agak mendekat, lalu tersenyum manis.

"Mas Rangga, aku tuh suka banget ayam goreng di sini."

Rangga menoleh sekilas. "Hmm. Bagus."

Alya tersenyum lebih lebar. "Tapi aku suka sama yang jualannya, sih."

... Tunggu.

Otak Rangga loading.

... Tunggu sebentar.

Apa barusan dia-?!

Alya masih menatapnya dengan mata berbinar, jelas menunggu reaksi.

Tapi yang dia dapat?

Rangga diam.

Senyum Alya mulai sedikit goyah.

Rangga mengerutkan kening, menatap Alya seperti baru saja berbicara dalam bahasa alien.

"... Hah?"

Alya nyaris membenturkan kepalanya ke meja.

"MAS!!"

Rangga terdiam, masih tidak mengerti apa yang terjadi.

Alya menarik napas dalam, lalu mendekatkan wajahnya sedikit lagi.

"Mas Rangga... aku suka mas. Paham sekarang?"

......................

Otak Rangga nge-hang

Sementara itu, Alya hanya bisa menahan senyum melihat ekpresi clueless bossnya itu.

'Fix, nih orang butuh di tabrak baru sadar....'

Alya menatap Rangga tanpa berkedip, menunggu reaksinya.

Rangga? Masih diam.

Pikirannya sedang memproses ulang barusan. Alya bilang suka? Sama dia?

Tunggu. Itu serius?

Dia bukan tipe pria yang terbiasa dengan pengakuan seperti ini. Seumur hidupnya, interaksi yang paling sering dia lakukan dengan orang lain adalah tentang bisnis, strategi, dan bagaimana menghilangkan jejak setelah menyelesaikan target.

Bukan soal ada perempuan yang naksir dia.

Alya mengangkat alis. "Mas Rangga?"

Alya menghela napas dalam, lalu menyilangkan tangan di dada dengan ekspresi sebal.

"Mas itu ngak peka atau pura-pura bego sih?" tanyanya sambil menatap Rangga dengan tatapan penuh tuduhan.

Rangga berkedip beberapa kali. "Aku enggak pura-pura bego," katanya akhirnya

Alya melipat bibirnya. "Jadi benaran bego?"

".... Bukan itu maksudku."

Alya terkekeh, lalu mengulurkan jari telunjuknya dan mendorong dahi Rangga pelan.

"Ya udah, Mas Rangga pikirin aja dulu. Aku tunggu jawabannya."

Dan dengan santainya. Alya bangkit dari kursi, berjalan menuju kasir, meninggalkan Rangga yang masih berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi.

To Be Continued.....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!