Waktu: 02:38
Langit masih hujan yang turun deras saat aku dan Kaira menaiki tangga besi yang menempel di dinding saluran air. Setiap langkah kami di atas besi berkarat itu mengeluarkan suara samar, tetapi derasnya hujan membantu menyamarkannya.
Begitu mencapai puncak, kami berada di atas tembok beton yang mengelilingi kompleks gudang senjata. Dari sini aku bisa melihat lebih jelas area di depan, beberapa bangunan beton kecil berdiri dekat dengan sungai buatan, sorotan lampu menyorot area tertentu, tapi ada celah di antara bayangannya.
Kaira bergerak lebih dulu, merunduk dan berjalan cepat di sepanjang tembok sebelum melompat turun dengan mulus ke reruntuhan basah di bawah. Aku mengikuti langkahnya, merapat ke dinding bangunan terdekat.
Di depan kami, sebuah pos jaga kecil berdiri dengan pintu setengah terbuka. Cahaya redup menyala di dalam, dan seorang pria berseragam terlihat sedang berbicara dengan seseorang melalui radio.
Kaira tidak menunggu. Dia mengangkat pistol berperedamnya, membidik dengan tenang, lalu menarik pelatuk.
Pffft!
Penjaga itu tersentak ke belakang dan roboh seketika. Aku melirik ke dalam pos jaga. Tidak ada orang lain. Kaira menyentuh komunikatornya.
"Memasuki Terowongan, lanjut sesuai rencana."
"Pembawa Cahaya di sini," suara dari radio terdengar segera. "Tim serbu ke waypoint 1, saatnya melakukan pengiriman. Tim Elang, mengintari dan bersiaga. Ganti."
Tanpa membuang waktu, kami bergerak menuju ke sebuah pintu baja di belakang pos jaga. Aku menarik pengangan besi dan mendorongnya terbuka, memperhatikan sebuah tangga menurun ke dalam terowongan bawah tanah.
Kami memasuki lorong sempit dengan dinding beton yang lembap. Cahaya remang-remang dari lampu darurat memberikan pendar kuning redup di sepanjang jalur.
Langkah kaki kami bergema samar saat menyusuri lorong sempit itu. Lalu, aku mendengar sesuatu. suara gesekan sepatu di lantai beton di depan.
Aku segera memberi isyarat kepada Kaira untuk berhenti. Dari balik tikungan, seorang penjaga muncul dengan senapan tersandang. Dia tampak terkejut melihat kami.
Sebelum dia bereaksi, aku melesat maju. Tanganku mencengkram senjatanya, memutarkannya ke samping, lalu siku kiriku menghantam rahangnya dengan keras. Dia terhuyung ke belakang, dan aku langsung menyusul dengan tendangan ke lututnya, menjatuhkannya ke tanah.
Tanpa memberi kesempatan, aku membungkam mulutnya dengan satu tangan dan menghantam bagian belakang kepalanya dengan gagang pistol. Dia langsung terkulai tak sadarkan diri.
Aku melirik ke Kaira, yang sedang mengawasi sekeliling dengan pistol terangkat. Dia mengangguk tipis.
"Tetap waspada. Mungkin ada lagi."
Aku manarik napas dalam, mengamati lorong yang lebih gelap di depan. Langkah kami senyap saat keluar dari terowongan. Cahaya redup dari lampu keamanan di kejauhan menerangi area dengan bayangan panjang yang terus bergerak karena hujan deras. Di ujung tangga besi di depan kami, seorang penjaga bersandar pada pagar, menghisap rokoknya tanpa menyadari bahaya yang mendekat.
Aku merayap naik, menjaga keseimbangan di besi yang licin. Begitu cukup dekat, aku mengangkat pistol berperedamku dan membidik tepat di kepalanya.
Pffft!
Dia ambruk tanpa suara, tubuhnya terkulai di atas pagar. Aku dengan cepat menariknya ke bawah dan meletakkannya di sudut gelap agar tidak langsung terlihat.
Kaira berdiri di sampingku dan mengangguk.
"Lanjut."
Aku sekali lagi menarik napas dalam, lalu dengan cepat membuka pintu baja di ujung tangga. Begitu pintu terbuka, kami langsung dihadapkan pada dua penjaga di dalam lumbung persenjataan.
Salah satu dari mereka berbalik dan langsung berseru.
"Apa itu? seseorang menyelinap masuk! Waktunya bertarung!"
Mereka meraih senjata, tetapi kami lebih cepat.
Aku menekan pelatuk H&K 416 di tanganku, dua tembakan terarah menghantam dada salah satu penjaga, membuatnya terhuyung dan jatuh. Kaira, di sisiku, melepaskan tembakan ke arah penjaga lainnya, tepat mengenai lehernya. Darah muncrat saat tubuhnya jatuh menghantam lantai beton.
Tak ada suara lain kecuali desiran hujan yang masuk melalui pintu terbuka.
Aku menyentuh komunikator. Suara Pembawa Cahaya segera terdengar.
"Pembawa Cahaya ke semua tim, laporkan situasi."
Sambungan radio sempat berisi statis sebelum suara terengah-engah dari Bravo-1 terdengar, kacau dan frustasi.
"... Bravo di sini. Intel salah! Kami menghadapi perlawanan yang berat, tetapi bisa diatasi... Kami butuh waktu... Lain kali, jika orang-orangmu tidak bisa mengatasinya, biarkan orang lain yang lebih kompeten mengambil alih! Ganti."
Aku bertukar pandang dengan Kaira. Suaranya jelas, Bravo sedang dalam masalah.
Tapi misi tetap harus berjalan. Kami bergerak keluar dari gedung kecil itu dan menuju ke area terbuka. Tepat di depan gedung utama, tiga unit senjata anti-pesawat berdiri kokoh, moncongnya mengarah ke langit yang tertutup awan gelap.
Aku berlari rendah ke salah satu unit dan membuka tas di punggungku. Dalam hitungan detik, aku menempelkan muatan peledak ke salah satu titik lemah pada mekanismenya, memastikan detonatornya aktif.
Begitu selesai, aku menyentuh komunikator.
"Alpha ke Pembawa Cahaya. Muatan terkirim, ganti."
Tak lama, suara Bravo-1 masuk, masih dengan nada lelah.
"Payload Bravo terkirim. Ganti."
"Pembawa Cahaya ke Bravo, lanjutkan pengiriman. Alpha, lanjut ke pusat radar dan bersiap melakukan perbaikan."
Tanpa membuang waktu, aku dan Kaira bergerak ke arah gedung utama. Pusat radar berada di dalamnya, dan itu target berikutnya.
Saat kami mendekati gedung, Kaira berbicara dengan nada datar namun penuh peringatan.
"Di mana mereka menemukan orang-orang di tim Bravo?" Dia berhenti sejenak, lalu melanjutkan. "Mereka terlihat tangguh. Juga tidak banyak bicara."
Aku meliriknya sekilas.
"Jaga jarak, jika kamu bisa," lanjutnya. "mereka bukan orang baik. Meski kita juga bukan."
Aku tidak menjawab hanya mencerna kata-katanya. Jika Kaira, seseorang yang sudah berpengalaman, sampai merasa perlu mengingatkan, berarti ada sesuatu yang harus kuwaspadai.
Radar tinggal beberapa meter lagi. Aku mengencangkan genggaman senjataku. Langkah kami semakin cepat saat mendekati pusat radar. Lampu-lampu merah berkedip di sepanjang bangunan utama, menandakan adanya sistem pengamanan aktif. Suara hujan masih deras, menutupi sebagian besar suara langkah kami.
Kaira menyentuh komunikatornya.
"Alpha ke Bravo, mendekati pusat radar, ganti."
Suara Bravo-1 terdengar di telinga kami masih terengah sedikit.
"Ini Bravo. Kami menangani alarm dan radio. Kami akan segera menyusul, ganti."
Aku dan Kaira merapat ke dinding beton pusat radar. Beberapa penjaga bersenjata patroli di sekitar pintu masuk.
Aku mengangkat H&K 416, membidik ke kepala salah satu penjaga yang berdiri paling dekat. jari telunjukku manarik pelatuk.
Bang!
Penjaga itu terhuyung dan roboh seketika. Kaira tak mau ketinggalan, dia menekan pelatuk, dua tembakan terarah menghantam dada seorang penjaga lain.
Salah satu dari mereka sempat bereaksi, berbalik dan berteriak.
"Kita diserang!"
Alarm langsung berbunyi, menembus suara hujan yang deras.
Kaira merapat ke pagar besi dan menembakkan rentetan peluru ke arah penjaga lainnya yang berlindung di belakang kontainer logistik.
Aku mendengar suara seorang prajurit berteriak dari dalam.
"Apa yang terjadi di lumbung?"
Jawabannya datang dalam bentuk tembakan kami yang menembus dinding baja dan mengenai target di dalam.
Begitu penjaga di luar tersingkir, aku dan Kaira langsung bergerak masuk ke dalam bangunan pusat radar.
Di dalam, situasi lebih kacau. Beberapa prajurit sudah bersiap, berlindung di balik meja kontrol dan panel elektronik. tembakan dilepaskan ke arah kami.
Aku berlindung di belakang tiang beton, lalu mengangkat senjata dan membidik salah satu prajurit yang mencoba mengisi ulang peluru.
Bang!
Peluru menembus helmnya, membuatnya terjatuh ke belakang. Kaira bergerak ke sisi kanan, menembakkan beberapa peluru ke prajurit yang berusaha mundur ke tangga darurat.
"Awasi tangganya!" serunya sambil bergerak ke depan. "Tinggal 2 menit lagi. Kita harus bergerak."
Aku melihat satu prajurit mencoba mengakses panel komunikasi. Aku mengarahkan senjataku dan menembaknya sebelum dia sempat mengirim sinyal peringatan.
Begitu semua penjaga di dalam dinetralisir, kami segera naik ke lantai paling atas. di sana, sebuah kotak baja besar berisi tuas pengendali pusat radar berdiri kokoh di tengan ruangan.
Kaira tak membuang waktu. Dia menghunus pisau taktis dan menyelipkan ke celah kotak baja itu. Dengan satu gerakan kuat, dia membuka paksa pintunya, memperlihatkan tuas kontrol utama.
Aku tetap siaga, mengawasi setiap sudut ruangan.
Tiba-tiba, suara langkah cepat terdengar di tangga. Aku mengangkat senjata, tetapi sebelum sempat bereaksi, suara Bravo-1 terdengar.
"Bravo sudah di posisi. Rekan datang. Lumayan cepat. mendahului kami."
Aku melihat beberapa anggota Bravo masuk, senjata terangkat, tetapi mereka langsung merapat ke posisi bertahan.
Kaira menatapku sekilas sebelum mengaktifkan komunikator.
"Pembawa Cahaya, masuk. Alpha sudah di posisi, memulai perbaikan, ganti."
"Pembawa Cahaya di sini, diterima. Bravo segera tiba, ganti."
Bravo-1 menatap kami sebentar sebelum mengangguk.
"Semuanya siap. Tiga, dua, satu... Operasi sedang berlangsung!"
Kaira menarik tuas dengan keras. Lampu-lampu di pusat radar langsung berkedip beberapa kali sebelum mati total. Sistem radar telah dinonaktifkan.
Bravo-1 tidak membuang waktu. Dia segera menyentuh komunikatornya.
"Hmph! Perbaikan selesai. Terbangkan Elang."
Dari frekuensi radio, suara pilot helikopter terdengar.
"Elang 1 dimengerti! tiba dalam 90 detik."
Di luar, suara ledakan bergemuruh saat bom yang kami pasang di senjata anti-pesawat meledak hampir bersamaan. Langit malam yang mendung sesaat diterangi oleh api besar.
Helikopter penyelamat sedang dalam perjalanan. Tapi musuh belum selesai. Aku menatap Kaira, yang sudah memasang kembali magasin baru di senjatanya.
To Be Continued....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments