Pagi ini, Dante baru saja tiba di sekolah. Ethan dan Bastian sudah menunggunya di tempat parkir. Lelaki berwajah dingin itu menunggangi motor BMW M 1000 RR M Package buatan Jerman yang melesat mulus lalu berhenti sempurna di tempat parkir favoritnya.
“Pagi, Dante!” sapa Bastian yang memang cerewet dan selalu sok akrab, meskipun jarang—atau bahkan tidak pernah—mendapatkan balasan dari cowok dingin itu.
“Kita ada eskul basket hari ini dan...” ucap Ethan yang hanya dibalas dengan anggukan singkat dari Dante.
Mereka bertiga berjalan menuju kelas. Para siswi yang sudah berada di halaman sekolah mencoba mencuri pandang ke arah Dante. Karismanya memang sulit diabaikan—tatapan mata tajam, langkah mantap, dan aura misterius yang memancarkan daya tarik tak biasa.
“Rooftop yuk, bos. Yang lain udah pada di sana,” ucap Morgan yang menyusul mereka.
“Cus lah, nyebat dulu. Asem nih kepala,” timpal Bastian dengan santai.
Mereka menuju rooftop, tempat nongkrong favorit anak-anak Kaze Rider. Di sana, beberapa anggota sudah berkumpul, merokok dan membahas balapan liar semalam. Percakapan mereka dipenuhi canda, strategi, dan rencana ke depan.
“Nanti kumpul di markas, kita perlu rapat,” ujar Ethan, menyampaikan informasi dengan nada serius.
Saat bel masuk berbunyi, mereka turun menuju kelas. Dante duduk di kursinya, namun pandangannya terpaku ke lorong. Matanya mengikuti sosok gadis yang beberapa malam lalu membuatnya kesal—Kaelyn Reed. Gadis itu berjalan bersama temannya, Akira.
Tatapan Dante tajam, ada sesuatu dalam gerak langkah Kaelyn yang mengganggunya, entah itu karena kekalahannya di trek balap atau sekadar egonya yang terusik.
“Bu, izin ke toilet sebentar,” ucap Dante singkat lalu keluar kelas.
Dengan langkah pelan namun pasti, ia mengikuti Kaelyn dan Akira, menjaga jarak agar tidak ketahuan. Begitu sampai di tangga menuju rooftop, Akira berpisah dan Kaelyn naik sendiri. Dante mengangkat alis.
“Rooftop? Jam belajar begini?” gumamnya curiga.
Kaelyn yang masih kesal karena kekalahannya semalam, memilih menyendiri. Ia duduk di kursi yang ada di sana, mengeluarkan vape dari kantong jaketnya dan mengisapnya kasar.
“Sialan emang... Nanti ada eskul basket. Bolos aja kali, ya,” gumamnya, menyandarkan tubuh dengan napas berat.
Dante masuk dengan sangat hati-hati. Saat melihat Kaelyn duduk sendiri, ekspresinya berubah. Senyum menyeringai muncul di wajahnya.
“Mau masuk ruang BK?” tanya Dante, muncul tiba-tiba dari balik dinding.
Kaelyn menoleh cepat. Sialnya, Dante sedang mengangkat ponsel dan—cekrek!—mengambil fotonya.
“Apaan sih?! Hapus, enggak?!” Kaelyn berdiri dan mencoba merebut ponselnya.
Namun Dante lebih tinggi, ia mengangkat ponselnya tinggi-tinggi, membuat Kaelyn kerepotan menjangkaunya.
“Hapus, Dante! Gua lagi gak mood!” tatapannya tajam.
“Enggak. Mau apa emang?” Dante menantang, matanya menyipit.
“Terserah lo deh! Capek gua. Tiap hari ketemu lo aja bikin muak!” Kaelyn berbalik menjauh.
“Awas aja kalo lo bolos eskul basket. Gua coret lu dari klub,” ancam Dante sambil menyalakan rokok.
Kaelyn mendengus kesal. “Gua mau izin langsung sama Coach Riko. Lagian malam gua ada tanding boxing.”
Dante mengangkat alis, terkejut. “Lo ikut boxing?”
“Yup. Buat lindungin diri dari cowok resek.”
“Gak ada yang bakal mau deketin lo.” Dante menyeringai. “Cewek bar-bar.”
“Elaaah. Lo pikir ada yang mau sama lo? Kulkas dua pintu!” balas Kaelyn sengit.
“Many. Want proof?” balas Dante percaya diri, membuang rokoknya lalu pergi.
Kaelyn memutar bola matanya. Muak. Sekaligus heran, kenapa cowok seaneh Dante bisa begitu percaya diri?
Bel pulang berbunyi. Kaelyn langsung keluar menuju lobi. Ia memang tidak berniat mengikuti eskul basket sore ini dan sudah menghubungi sopir untuk menjemput. Sesampainya di rumah, tubuhnya langsung direbahkan ke tempat tidur. Lehernya pegal, pikirannya kusut.
Drrt.
Sebuah pesan masuk.
0813xxxxxxx: Kalo dalam 10 menit lo gak sampe, lo keluar dari klub.
Kaelyn mengernyit. “Siapa lagi sih?”
Ia membuka profil pengirim dan—tentu saja—Dante.
“Sialan! Dari mana ni orang dapet nomor gua?!”
Pesan lain masuk.
0813xxxxxxx: Jujur aja, lo ngaku kalah dari gua, kan? Lo gak bisa nyaingin pesona gua, Kaelyn.
“Anjir! Pede amat sih nih orang!” Kaelyn bangkit dengan emosi. Ia mengganti pakaian dengan jersey basket, mengeluarkan motornya, dan melaju cepat ke sekolah.
Motor Ducati Panigale V4 R miliknya meraung kencang saat tiba di gerbang sekolah. Semua mata tertuju padanya ketika ia membawa motornya langsung ke samping lapangan basket, bukan ke tempat parkir.
Ia turun dengan elegan, membuka helm full face dan memamerkan wajah cantiknya.
“Sorry ya telat. Urgent situation,” ucapnya santai sambil meletakkan helm di atas motor.
“This is not parking lot, girls,” tegur Bastian sambil tertawa.
“Sorry. In a hurry,” balas Kaelyn tersenyum.
“Sekarang semua fokus!” suara Coach Riko memotong obrolan, “Kaelyn, masuk ke barisan. Saya ada pengumuman penting.”
“Siap, Coach,” sahut Kaelyn cepat.
“Minggu ini kita ada pertandingan basket wanita. Lawannya masih dirahasiakan. Tapi saya mau semua latihan full. Tidak boleh bolos, bahkan kalian akan izin dari pelajaran demi ini. Paham?!”
“Paham, Coach!” jawab semua anggota serempak.
Latihan dimulai. Kaelyn yang merupakan ketua klub mendapat porsi latihan khusus dari Coach Riko. Ia berlatih keras, meski pikirannya sudah mulai terpecah karena pertandingan malam ini.
Saat semua selesai dan menuju ruang ganti, Kaelyn duduk sebentar di pinggir lapangan, membuka ponselnya.
Megan: Lo jadi ikut tanding boxing gak, Kae?
Kaelyn: Jadi. Gua otw kesana, baru selesai latihan basket.
Megan: Oke. Gua mau kenalin lo sama sepupu gua.
Kaelyn: Syarat dan ketentuan berlaku 😌
Kaelyn menutup ponselnya dan bersiap pergi. Namun langkahnya terhenti—Dante berdiri di samping motornya.
“Jangan sok keren, gua gak tertarik,” ucapnya santai.
“Barusan lo ngakuin gua keren,” balas Dante kalem.
Ethan yang baru keluar mengernyit. “Eh, kok dia ngobrol? Biasanya Cuma noleh.”
Kaelyn mendengus. “Lo? Keren? Ngimpi!”
Dante mendekat. Bibirnya nyaris menyentuh telinga Kaelyn saat ia berbisik, “Gua bakal bikin lo terpesona, Kaelyn Reed.”
Lalu ia pergi begitu saja.
“Cowok gila!” gumam Kaelyn, walau jantungnya berdetak tak biasa.
Ethan mendekat. “Lo mau ke mana, Kae?”
“Mau boxing. Lo mau ikut?”
“Ya kali gua ikut. Tapi... kapan-kapan gabung geng kita, Kae. Siapa tahu lo tertarik.”
“Gua pikirin dulu. Bye, Bang.”
Kaelyn melaju, meninggalkan debu dan aroma bensin di belakang. Ethan hanya bisa menatap takjub.
“Keren banget tuh cewek. Langka.”
Bastian menimpali, “Ngarep lu, Bang. Gua aja yang ngebet gak digubris.”
Mereka tertawa lalu berjalan ke area parkir. Dante sudah duduk di atas motornya, helm di tangan, siap berangkat.
“Langsung markas, Bos,” ucap Ethan, menepuk pundaknya.
Tiga motor melaju bersama menuju markas Kaze Rider. Sementara itu, malam bersiap mempertemukan kembali dua api yang saling memercik—dan mungkin, akan membakar lebih dari sekadar ego.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
Thảo nguyên đỏ
Ceritanya bikin ngeri tapi bikin ga bisa berhenti baca 🙈
2025-02-10
0