Langit mulai menggelap ketika Kaelyn melangkah cepat menuju parkiran. Kakinya terasa ringan, pikirannya penuh rencana untuk malam ini. Ia ingin cepat-cepat pulang, karena sudah janji bertemu dengan teman lamanya. Namun langkahnya terhenti saat melihat sosok yang berdiri bersandar di motornya.
Dante.
Cowok itu berdiri dengan tangan terlipat di dada, tatapannya menusuk tajam seperti sedang bersiap memangsa. Namun Kaelyn, seperti biasa, tak gentar. Ia terus melangkah dengan cuek, langsung menuju motornya tanpa mengindahkan keberadaan Dante.
“Lo kan?” suara bariton itu terdengar jelas di balik senja yang mulai memudar.
“Apaan?” jawab Kaelyn datar tanpa menoleh.
“Motor gua. Mau lo apaan sih, rese banget jadi orang?” Dante mendekat, nadanya mengandung ledakan emosi yang ditahan.
“Ooohh... sorry,” balas Kaelyn santai. Ia langsung mengenakan helm dan naik ke motornya seolah Dante tak lebih dari angin lalu.
Dahi Dante berkerut, bingung. Cuma itu? Seenaknya itu? Darahnya langsung mendidih.
Dengan gerakan cepat, ia menarik kunci motor Kaelyn dan memasukkannya ke saku celananya.
“Ck... sekarang apa lagi?” Kaelyn berdecak. “Lo mau numpang? Ayook, gua antar ke neraka sekalian.”
“Pertama, lo lempar bola ke kepala gua. Kedua, lo kempesin motor gua. Lo ada masalah apa sih sama gua, cewek tengil?” Dante mendekatkan wajahnya ke arah Kaelyn, sorot matanya menyala.
“Jangan dekat-dekat. Napas lo bau,” balas Kaelyn sambil mendorong wajah Dante menjauh.
Jawaban itu sukses membuat Dante bengong. Siapapun yang pernah ditatap olehnya seperti itu pasti akan gugup, minimal mundur setapak. Tapi Kaelyn? Dia justru menyerang balik tanpa ragu. Gadis itu benar-benar beda.
“Bener-bener lain, Kaelyn Reed. Tanggung jawab lo sama motor gua,” geram Dante.
“Balikin kunci gua. Gua buru-buru,” potong Kaelyn tak peduli.
Dante mengembalikan kunci itu, tapi tidak tanpa ancaman. “Oke, gua balikin. Tapi jangan nyesel udah ngusik hidup gua. Gua bakal bikin lo ogah sekolah lagi.”
“Peduli amat gua,” ucap Kaelyn sambil menggeber motornya keras-keras, seolah mengejek. Suara knalpotnya bergema tajam, meninggalkan Dante dengan wajah dingin.
Tatapan cowok itu mengikuti kepergian Kaelyn. Tatapan yang sulit dibaca. Marah, penasaran, atau mungkin... tertarik?
Malam itu, geng motor Kaze Rider bersiap ikut serta dalam festival balap yang diadakan di kawasan Jakarta Utara. Acara tahunan yang selalu menarik perhatian komunitas motor dari berbagai penjuru.
Dante, Bastian, dan Ethan adalah tiga rider utama malam ini.
“Siap, bos?” tanya Bastian sambil menyalakan motor.
“Cuss lah, masa gak ikut,” timpal Ethan antusias.
Dante hanya mengangguk singkat, mengenakan helm full face-nya, dan mereka meluncur menuju arena.
Setibanya di lokasi, suasana sudah ramai. Lampu-lampu terang menyinari stan-stan dari berbagai geng motor. Suara musik, sorakan, dan deru mesin membuat atmosfer makin bergelora.
Geng Kaze Rider langsung menuju stan mereka. Angkasa, koordinator malam itu, segera memberi pengarahan.
“Kali ini Bastian first, next Ethan, dan terakhir Dante. Kita usahakan menang. Hadiahnya buat donasi,” jelas Angkasa sambil menepuk bahu mereka.
“Siap,” serempak mereka menjawab.
Dante melepas helm dan duduk di bangku stan. Pandangannya tak sengaja tertuju pada sebuah motor hitam di seberang. Ada stiker smile kecil di sisi bodi motor itu. Terlalu familiar.
“Itu... motor cewek tengil itu?” gumam Dante pelan, menyipitkan mata.
Bastian menyusul duduk di sampingnya. “Lagi liat apaan, bos?”
“Geng Shadow. Mereka terkenal, kan?” tanya Dante.
“Lumayan. Gak bahaya sih, tapi kuat juga. Dan sebagian besar anggotanya cewek,” jawab Bastian santai.
Dante menunjuk ke arah stand seberang. “Kaelyn Reed di sana.”
Bastian melotot. “Seriusan? Gilaaa... beneran bad-ass tuh cewek.”
Kaelyn berdiri dengan percaya diri, mengenakan jaket hitam khas Shadow, jeans ketat, dan boot tinggi. Senyumnya seperti magnet yang menarik perhatian siapa pun di sekitarnya.
Bastian mendecak kagum, lalu tiba-tiba berseru, “Kaelyn Reed!”
Kaelyn menoleh dan langsung tersenyum. Ia melangkah mendekat, memberi tos pada Bastian.
“Wah, ketemu juga kita di sini, senior,” ucapnya ceria.
“Kaelyn, cantik banget,” celetuk Ethan.
“Ya iyalah. Gua cewek, Kak. Kalau cowok lu yang dibilang cantik baru aneh,” jawab Kaelyn, membuat semua tertawa.
“Lu ikut balap, Kae?” tanya Angkasa penasaran.
“Yup. Kali ini aja sih. Biasanya gak ikut,” jawabnya sambil mengikat rambut.
“Wih, anak motor juga ternyata,” kagum Bastian.
“Enggak juga. Cuma ikut Shadow aja, itupun jarang aktif. Tapi karena ini acara amal, ya gua ikut.”
“Gabung kita yuk, Kae. Kaze Rider!” ajak Regan, salah satu anggota lama.
“Ngga dulu deh, Kak. Di sini cowok semua. Shadow kan ada ceweknya juga,” jawab Kaelyn sambil melirik Dante.
“Wah, kulkas dua pintu ikut balap nih?” celetuknya pada Bastian, mengacu pada Dante.
“He’s our number one rider,” jawab Bastian dengan bangga.
Kaelyn nyengir. “Yaudah aku balik dulu ya. Bye, senioorr!”
Dante hanya menatapnya diam. Tatapan penuh ketertarikan yang belum diakuinya. Gadis itu seperti badai—berisik, kuat, dan memikat.
Balapan dimulai. Suara peluit membelah malam. Bastian turun pertama dan berhasil meraih posisi dua.
Setelah jeda 10 menit, Ethan bersiap. Sebelum turun, Kaelyn menyemangatinya.
“Semangat, Kak Ethan!” katanya sambil melambaikan tangan.
Ethan tersenyum lebar seperti anak kecil diberi permen. Balapan kedua dimulai, dan Ethan berhasil finish pertama.
Babak final semakin menegangkan. Kali ini, Dante akan bertarung.
Kaelyn juga ikut. Dan posisi mereka bersebelahan.
Dante melirik gadis itu. Kaelyn membalas tatapannya dengan acungan jari tengah.
“Cewek sinting,” gumam Dante, namun senyumnya terkulum tipis.
Lampu sorot menyala. Starter berdiri di tengah arena. Semua rider bersiap di garis start. Suasana menegang.
“3... 2... 1!” Peluit ditiup. Raungan mesin memekakkan telinga. Debu dan asap beterbangan.
Kaelyn tampak canggung di awal, tapi dengan cepat ia menguasai kendali. Manuvernya tajam dan berani. Dante melirik dari kaca spion, dan untuk pertama kalinya, ia merasa tertantang.
Persaingan mereka sengit. Dante memimpin, namun Kaelyn terus menempel ketat.
Putaran terakhir, mereka beradu kecepatan di garis finis. Perbedaan tipis—hanya 0,5 detik—membuat Dante menang tipis dari Kaelyn.
Sorakan penonton memuncak. Pembagian penghargaan dilakukan. Dante di posisi pertama, Kaelyn kedua.
Dante menatap Kaelyn dari jauh. Senyum smirk mengembang di bibirnya, seperti mengatakan, “Gua tetap yang terbaik.”
Kaelyn hanya memutar bola matanya dan pergi meninggalkan tempat itu. Tapi dalam hatinya, perasaan jengkel bercampur kagum mulai tumbuh pelan-pelan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments