Bab 2

"AAAAA!!!!" Lala berteriak histeris di depan meja bartender. "Ada dimana dia!?"

Lala menarik kerah baju bartender itu dan bertanya dengan penuh emosi.

Bartender itu nampak seperti mahasiswa berumur dua puluhan dan masih awam dengan pekerjaannya. Ketika dirinya dibentak untuk pertama kalinya oleh pelanggan yang mengamuk seperti Lala, ia pun menjadi panik.

"Dia siapa yang anda maksud, Nona? Maaf saya tidak tahu, saya hanya seorang pembuat minuman sa--saja" Katanya dengan panik, Sangking paniknya, gelas berisi coctail di tangannya terjatuh dan pecah.

"Melfi! Melfissa!!! Gadis sebelumnya yang duduk di kursi sebelahku!" Bentak Lala. " Aku tidak mau tahu, Pokoknya kalian harus mencari Melfissa sampai dapat! Jika tidak aku akan menuntut bar busuk ini!"

''Kau itu siapa sampai berani menuntut kami?'' Dari lift yang tak jauh dari meja Bartender, seorang pria paruh baya berjanggut pendek namun lebat muncul dengan menggunakan tongkat dengan warna emas di tangan kanannya, dan ditangannya yang satu lagi tergenggam bourbon, minuman wine keluaran tahun 1945.

'' Pelangganmu! Aku pelanggan di Bar mu, kau harus mematuhiku!!! Aku adalah tamu! Dan tamu adalah Raja!'' Lala tanpa ragu-ragu membentak pria paruh baya itu.

BRAK!!!

Pria paruh baya itu melemparkan gelas yang dipegangnya, namun sengaja dilesetkan dan mengenai tembok.

'' Beraninya anak pengemis sepertimu membentakku di depan wajahku langsung!'' ucapnya dengan tatapan mengancam yang dingin. ''Apa kau bilang tadi? Tamu adalah raja katamu?''

''...'' Lala terdiam seribu bahasa.

'' Pengawal! Keluarkan perempuan ini sekarang'' Tiga orang berbadan tinggi tegap yang sedari tadi mengikuti pria paruh baya itu seBlumnya segera bergerak maju dan membawa Lala keluar dari Bar itu secara paksa.

Lala menjadi kacau karena merasa sangat setres. Apa kau pernah melihat dia!? Lala bertanya pada para pengunjung dan memperlihatkan foto Melfissa kepada mereka sembari di seret keluar dari dalam Bar.

Namun usaha kerasnya tidak membuahkan hasil, melfissa telah menghilang dari pandangannya.

Lala pun mencoba mencari di luar Bar, dan tak sengaja mendapati sepasang kekasih yang berada di tempat parkir,

"Hey, tunggu sebentar! Apa kalian pernah melihat gadis yang ada di foto ini.

"Eh, itukan..."

Sang pria memasang ekspresi rumit.

"Hahh!? Melfi!? Apa hubungannya dia dengan kami!?" Wanita itu membanting Hp Lala.

Sepasang kekasih itu ialah Aidan dan Betty, Lala tidak menyangka akan bertemu dengan musuh bebuyutannya malam ini.

"Kau! Apa yang kau lakukan" Lala berteriak kesal.

"Tentu saja membuang Hp murahanmu itu, memangnya kau tidak lihat?" Betty hanya tertawa dengan sombong.

"Gadis sialan! Ganti Hpku sekarang! Teriak Lala yang mulai histeris.

Tangannya mencengkram rambut Betty san segera menariknya. "Ganti hp ku, sialan! Apa kau tidak tahu seberapa lelahnya aku mencuri uangnya Melfissa!? Pokoknya kau harus ganti! Kalau tidak aku akan menarik semua rambutmu sampai kau botak!

"Aduh sakit!!! Sakit!!! Aidan Tolong aku...!!!" Betty meringis karena kesakitan, Ia pun ingin membalas Lala

Aidan dengan panik memisahkan mereka berdua dengan menempatkan dirinya di tengah-tengah mereka dan menjadi batas bagi mereka berdua.

"Kesini kau Lacu* aku akan menjambak rambutmu sampai kau hancur!" Teriak Lala.

Betty yang semakin kesal akhirnya tidak bisa menahan amarahnya

Kakinya yang terlapisi sepatu heels ia layangkan ke perut Lala.

***

"Bar, beberapa menit yang lalu"

''Lima tahun lagi, aku hanya perlu menunggu lima tahun lagi agar bisa menjadi direktur Noventra Corp"Gumam Adrian.

Adrian Valerian adalah anak ketiga dari pendiri perusahaan Noventra Corp, Tuan Valerian. Noventra Corp adalah perusahaan yang bergerak dibagian fashion dan juga perhiasan. Dan tidak lama lagi ia akan menjadi pemimpin perusahaan Noventra Corp.

Namun ia harus menyelesaikan kuliahnya di Amerika dulu dan kemudian mengambil S2 di Jerman, dengan begitu ia akan disahkan oleh ayahnya sendiri untuk mengelola perusahaannya.

Hari ini dia lebih sibuk dari biasanya. Karena ia harus segera kembali ke Amerika untuk melanjutkan studinya.

Kedatangannya ke bar ini bukanlah untuk mencari seseorang yqng biaa memuaskan hasratnya ataupun sebagainya, ia datang untuk bertemu dengan koleganya, bukan kolega dari perusahaan Noventra Corp melainkan dari perusahaan yang ia rintis sendiri.

Saat sedang berjalan di dalam Bar. Adrian tiba-tiba menghentikan langkahnya karena ada seorang gadis mabuk yang mendekat ke arahnya, wanita itu tersandung ke depan.

BRUK!

Suasana menjadi canggung ketika Melfissa menabrak Adrian untuk yang kesekian kalinya.

"Kamu..." Adrian Mengernyitkan dahinya. Sedaei awal Adrian sudah menduga kalau Melfissa itu ialah LC.

"Eh kalau tidak salah, ini yang ketiga kalinya yah kita bertemu?" ucap Melfissa memulai pembicaraan dan mencoba untuk memecahkan kecanggungan itu.

"Apa kau butuh sesuatu nona?maaf aku sedang sibuk, bisakah kau menyingkir dari jalanku?" Adrian menatap melfissa dengan pandangan merasa jijik.

"Tunggu jangan pergi dulu! Aku akan membayarmu!"

Melfissa melihat sosok pria dengan sepasang mata yang begitu indah, cerah, dan juga jernih, seakan memancarkan aura yang memikat siapa pun yang melihatnya. Pupil matanya menyerupai bebatuan berwarna hitam seperti Black Agate, hitam pekat namun bening seperti kristal, berkilauan dengan cahaya yang jenaka dan penuh kehidupan. Matanya seakan menarik perhatian para gadis layaknya setitik black hole yang menyerap benda-benda diluar angkasa. Selain itu, pupil matanya sungguh mirip seperti langit gelap gulita dimalam hari.

“Eh? Apa semua pria panggilan begitu tampan akhir-akhir ini? Apa mungkin ia simpanan dari istri-istri orang kaya, yah?” gumam Melfissa pelan pada dirinya sendiri, masih terpesona oleh pria itu. Ia menatap pria tersebut dengan hati berdebar-debar, matanya belum bisa lepas dari keindahan wajah dan sikap anggun yang hampir seperti seorang bangsawan itu.

'Orang ini Ganteng banget!' pikir Melfissa sambil menahan napas, matanya masih terpaku pada wajah pria itu. Dia mengingat apa yang pernah dikatakan Lala kepadanya—bahwa di bar ini, semua pelayannya, baik cowok maupun cewek, mereka semua adalah para pelayan berkualitas tinggi, hanya yang terbaik yang bekerja di sini. Tapi pria ini… dia bahkan tampak jauh lebih Tampan daripada yang ia bayangkan.

"Hah? Apa kau bilang!? Gig*lo!? Sejak kapan aku menjadi seperti pria yang hina itu!?" suara Adrian Valerian tiba-tiba menggema di antara keramaian bar, matanya menyala marah saat dia menatap Melfissa dengan tajam. "Siapa yang kau panggil g*golo? Apa kau mau mati!?" ucapnya dengan nada penuh kekesalan, hampir seperti geraman.

Sebelum Adrian bisa mengatakan apa-apa, Melfissa, yang dipenuhi dengan keberanian mendadak dari alkohol yang masih mengalir dalam tubuhnya kemudian maju selangkah . Dengan gerakan cepat, dia meraih kerah kemeja Adrian, menariknya mendekat dengan kasar. Matanya menatap langsung ke mata pria itu, penuh dengan tantangan.

“Kau benar-benar sangat tampan...Jadi berapa biaya yang kau berikan agar mau menemaniku malam ini?” ucap Melfissa dengan agresif dibawah pengaruh alkohol. Ia memasukkan tangannya ke dalam jas Adrian dan mengelus dada Adrian dari luar kemeja putihnya.

Pembuluh darah di dahi Adrian menonjol, menunjukkan amarah yang mendidih di bawah permukaannya. Matanya yang sedingin es menembakkan tatapan yang tajam, seakan menembus jiwa Melfissa. Napasnya terdengar berat dan teratur, tetapi penuh dengan kemarahan yang tertahan.

Tanpa peringatan, lengan Adrian yang melingkar di pinggang Melfissa tiba-tiba mengencang. Tubuh Melfissa yang lembut dengan cepat tertarik lebih dekat ke dadanya, begitu dekat hingga dadanya yang keras seperti batu menyentuh tubuh Melfissa. Detak jantungnya terasa jelas, memberikan perasaan berdebar-debar yang membuat Melfissa malu untuk menatap wajahnya.

"Tidak mau, pergi sana!" Bentak Adrian. Adrian lalu melepaskan pelukannya dan pergi menjauh dari Melfissa.

Melfissa tidak menyerah dan segera menggandeng lengan milik pria itu. " pacarku baru saja menyelingkuhiku, jadi tolong temani aku malam ini, aku akan membayarnya berapapun harganya." Pinta Melfissa.

Dalam pengaruh alkoholnya, Melfissa masih merasakan dendam akibat di ejek oleh Dua orang baj**gan itu sebelumnya, sehingga ia menjadi lepas kendali dan ingin membuktikan kepada mereka semua kalau ia bisa melakukan apapun yang pernah dilakukan mereka jika ia mau. Dan sejak saat itu juga ia tak mau lagi dipanggil sebagai seorang gadis lugu ataupun gadis polos lagi.

" Kau sepertinya salah sangka, nona. Aku bukan seseorang seperti yang kau pikirkan, jadi tolong menjauhlah dariku" lengan Melfissa didorong olehnya begitu saja dan ia melangkah menuju pintu keluar.

Pria itu nampak sama sekali tak tertarik kepada Melfissa.

"Tolong tunggu sebentar, Jangan pergi dulu!"

Namun, Melfissa yang sudah terlanjur tertarik dengannya, memanggil pria itu sekali lagi "Aku tahu kau malu untuk mengungkapkan profesimu ke orang-orang. Jadi tenang saja, aku pasti akan menjaga rahasiamu ini seumur hidupku!" Jelas Melfissa dengan sangat bersemangat.

"Aku mungkin memang bukan seorang istri orang kaya yang bisa memberikanmu banyak uang, tapi aku memiliki sedikit uang untuk membayarmu" ucap Melfissa yang pikirannya sudah diracuni alkohol. "Aku hanya ingin melupakan mantan pacarku saja, kami baru saja putus karena ia selingkuh dariku, jadi aku hanya ingin melupakan sirinya dengan cara ini"

“Apa kau pikir aku seorang gi*olo?” suara Adrian terdengar rendah namun jelas, hampir seperti geraman. Ada nada mengejek dalam pertanyaannya, namun juga ancaman yang samar, seolah menantang Melfissa untuk menjawab pertanyaannya yang bisa membuat Adrian puas dengan jawaban itu. Situasi menjadi semakin tegang, seolah waktu berhenti di sekitar mereka, sementara mata Adrian yang berkilat tajam tetap terkunci pada Melfissa, menunggu responnya.

“Tentu saja, memangnya menurutmu kenapa lagi aku bertanya padamu?” jawab Melfissa dengan santai, nada suaranya terdengar seperi tidak peduli sama sekali dengan atmosfer tegang yang melingkupi mereka.

Melfissa tidak bisa menahan dirinya untuk tidak terpesona. Tidak hanya pria ini tampan, dengan rahang yang tegas dan mata yang dingin seperti es yang bisa menusuk siapa saja, tetapi suaranya… suara yang berat, dalam, dan bergetar dengan resonansi yang memikat.

Suara itu begitu berbeda dari cowok lainnya, menambah kesan dewasa dan berwibawa yang sangat berkarisma.

“Begitu yah... jadi kau pikir aku ini seorang gi*olo yah?!” Suara Adrian membuat merinding. Untuk beberapa alasan, mendengar dia mengatakan itu menyebabkan dia mendidih karena marah. Dia menarik tangan Melfissa dan dengan satu gerakan ia menyeretnya ke sebuah lift yang tidak jauh dari tempat mereka berdiri.

Sebelumnya Adrian sudah mereservasi sebuah kamar karena sebelumnya berniat bertemu dengan koleganya untuk membahas suatu bisnis hingga larut malam, namun karena hal seperti ini terjadi akhirnya ia mengubah jadwalnya dan membawa Melfissa kekamarnya.

Adrian semula merasa jenuh, berdiam diri menunggu koleganya. Selain itu hari ini juga terlalu banyak wanita yang mencoba menarik perhatiannya, menggodanya dengan berbagai cara yang sama sekali tak membuatnya tertarik. wajahnya selalu datar tanpa menyunggingkan senyuman dan tatapannya terlihat kosong, tak menunjukkan sedikitpun ketertarikan.

Namun, semuanya berubah ketika Melfissa muncul di hadapannya.

Ada sesuatu yang berbeda tentang dirinya, seperti sesuatu yang menggugah keinginannya yang sudah lama terpendam. Mata Adrian yang dingin seperti es tiba-tiba memanas, mengamati setiap detail tubuh Melfissa dengan tatapan seperti binatang buas yang akan memangsa burung merak.

"Ayo ikut aku kalau itu kemauanmu" ucap Adrian sembari menarik telapak tangan Melfissa menuju sebuah lift.

"Ikut kemana!?" Tanyanya.

"Aku akan mengajakmu pergi menikmati surga dunia, jadi ikutlah denganku" Kata Adrian dengan bujukan mautnya.

Dan mau tidak mau, Melfissa harus menuruti hasrat tersalurkan yang ada dihadapan oleh wanita itu.

Disisi lain, Ketika Lala dan pelanggannya akhirnya selesai bertransaksi, keduanya segera menoleh ke arah tempat Melfissa sebelumnya duduk. Namun, alih-alih melihat Melfissa, mereka justru melihat pelanggan lain yang sedang memesan minuman di kursi yang sama.

Lala mengerutkan alis, dengan cepat menyadari bahwa Melfissa telah menghilang. Rasa marah langsung memenuhi wajahnya. Dengan frustrasi yang tak tertahankan, dia menginjak kakinya di lantai, tatapan matanya memancarkan kemarahan yang menyala-nyala. Dia tidak bisa percaya bahwa Melfissa begitu saja lenyap di tengah kerumunan, meninggalkan rencananya yang awalnya ingin menjual tubuh Melfissa ke orang lain.

Seketika Lala mendapat tatapan tajam dari para pelanggannya itu.

"Apa kau berencana menipu kami? Kenapa gadis itu telah tiada!?" Seru salah satu orang yang baru saja telah selesai bertransaksi dengannya. jari-jari kekarnya yang sengaja dibunyikannya membuat Lala ketakutan.

"Bukan begitu! aku yakin Melfi tidak pergi jauh dari tempat ini, biar aku carikan ia untuk kalian, jadi tenanglah dulu" bujuk Lala.

"Tiga jam, aku akan memberikanmu waktu tiga jam, kalau lewat dari itu dan kau masih belum menemukannya, aku akan membunuhmu"

Pria itu menatap mata Lala dengan tajam. Dalam sebuah transaksi di pasar gelap atau di dunia bawah, ada beberapa aturan penting yang tak boleh dilanggar, yang pertama, kau tidak boleh menipu orang lain, yang kedua kau harus jujur dalam menjual barangmu, dan yang terakhir, saat kau sudah menerima uang dari pembelimu, maka kau harus menyediakan barang yang mereka inginkan, jika tidak, maka kau akan menanggung sendiri konsekuensinya karena lalai dalam menjual barangmu sendiri.

"Baik! Aku berjanji akan mencarinya !" ujarnya.

Meskipun dinamakan pasar gelap yang menjual berbagai barang-barang ilegal, namun pasar gelap itu masih memegang beberapa nilai-nilai kemanusiaan di dalamnya, dan apa bila kau terdeteksi melakukan kecurangan, maka siap-siap saja rumahmu didatangi oleh sekelompok mafia yang kejam.

Setelah dirinya selesai mengucapkan janjinya, Lala segera pergi menyusuri setiap Bar itu dan tak lupa menelpon nomor Melfissa untuk memastikan keberadaannya. Namun hasilnya kosong, Melfissa sama sekali tak bisa memberontak.

Berbeda dengan suasana menusuk disekeliling Lala, di sisi lain, tubuh Melfissa yang ada dalam lift mulai berkeringat, membuatnya bergerak gelisah di dalam lift sempit itu.

Biasanya, dia adalah seorang wanita karir yang tegas dan serius, tetapi sekarang, berada di ruang yang begitu dekat dengan Adrian, keadaannya berubah sepenuhnya. Tubuh mudanya secara tidak sengaja bergesekan dengan tubuh Adrian yang lebih besar dan kokoh, membuatnya merasa gugup dan juga tidak nyaman.

Namun sebelum pintu Lift akan tertutup, muncul masalah...

"Adrian...kau mau kemana!!!

"Adrian...aku ikut denganmu!!!

"Adrian...ajak aku juga ke atas!!!

Berbondong-bondong wanita bermunculan entah darimana dan hendak berlari memasuki Lift.

"Hmph!" Adrian mendengus dan menekan tombol naik untuk naik ke atas.

"Kau sepertinya populer"

"Tidak juga" balasnya.

“Apa pria ini menggunakan parfum? Harum sekali” pikir Melfissa dalam hatinya, terpesona oleh aroma yang mengelilingi mereka di dalam lift. “Aroma tembakau ringan tanpa parfum buatan, boleh juga penampilannya,” lanjutnya, merasakan kagum dengan penampilan pria itu yang memiliki aura kedewasaan.

Melupakan amarahnya sejenak, Adrian mengangkat dagu Melfissa dengan satu gerakan cepat dan tegas. Matanya yang dalam dan tajam menatap langsung ke dalam mata Melfissa yang indah, seolah-olah sedang memandang bunga yang cantik..

Ada jeda sesaat, momen di mana waktu terasa seolah berhenti. Napas mereka bercampur di udara sempit lift, dan tubuh mereka hampir bersentuhan sepenuhnya. Tatapan mereka berdua saling bertemu namun tidak ada kata-kata yang keluar dari mulut mereka berdua. Adrian tak dapat mengendalikan dirinya lagi, dorongan nafsu mereka berdua sangat kuat.

Singa adalah seekor monster yang cenderung malas dan selalu bersantai disinggasananya, bahkan jika seekor tikus sawah bersantai dipundaknya ataupun tidur di rambutnya maka ia tidak akan mempermasalahkannya. Namun ketika gagak ataupun elang maupun binatang buas lainnya berani mengusiknya lebih jauh, maka ia akan menunjukkan siapa dirinya saat ini.

Begitupula saat ini, Adrian yang sedari tadi duduk diam sembari menunggu kliennya, selalu diganggu oleh para ladies club yang berusaha merebut hatinya, namun tidak ada yang berhasil. Bukan karena Adrian seorang homo atau sejenisnya, namun karena Adrian berusaha menahan hasratnya agar tidak terangsang pada gadis-gadis itu, Tapi semua upayanya hilang begitu saja ketika mendapati Melfissa di pelukannya, tatapan Melfissa membuatnya tergoda untuk memiliki Melfissa.

Ketika suasana menjadi sedikit romantis tanpa peringatan, Adrian menundukkan kepalanya, mendekatkan wajahnya ke wajah Melfissa. Bibirnya menyentuh bibir merah Melfissa dengan tiba-tiba, kuat namun juga penuh gairah. Ciuman itu singkat namun penuh makna bagi Melfissa, Karena itu adalah ciuman pertamanya, ciuman yang belum pernah sekalipun dilayangkannya, bahkan ke mantan pacarnya sendiri.

Bibir Adrian yang gesit dengan cepat membuka mulut Melfissa, mengaitkan lidah kecilnya yang cantik dengan gerakan yang terampil. Dia mengisap dengan lembut dan menggigit ringan, seolah menikmati setiap detik dari kontak yang intim itu. Tindakan beraninya membuat tubuh Melfissa terkejut dan seluruh punggungnya bergetar, sensasi asing merambat dari ujung kaki hingga ke pangkal lehernya.

Mereka terus berciuman, seakan lupa di mana mereka berada. Bibir mereka bertemu lagi dan lagi dengan hasrat yang semakin membara, tanpa memedulikan kenyataan bahwa mereka masih berada di dalam lift sempit yang bergerak lambat. Suara desahan dan napas mereka yang semakin berat memenuhi ruang kecil itu disaat lift sedang naik ke lantai atas.

kaki melfissa juga tak bisa bergerak karena di himpit oleh kaki panjang Adrian. Secemerlang apapun ia mencari celah tetap saja ia tidak bisa mendapat celah untuk keluar dari pelukannya.

Ada sebuah CCTV berukuran kecil dipojok atas Lift dan mengawasi mereka, walaupun Adrian Menyadarinya, ia tetap tidak menghentikan gerakannya dan malahan dirinya menjadi lebih ganas saat menyadari kalau diri mereka sedang di awasi oleh security penjaga keamanan yang bekerja dibalik layar Pengendalian ruangan CCTV itu.

"Dia gila! Dia sangat gila"

Untuk sesaat, Melfissa menyadari alasan kebringasan Adrian itu, yakni karena Melfissa sendiri yang memaksanya untuk menemani dirinya tidur di malam hari ini.

Melfissa juga menyadari adanya CCTV, namun tidak bisa melawannya imbas dari tenaga Adrian yang lebih besar darinya.

"Kau...apa kau bisa berhenti sebentar?" Melfissa mendorong tubuh Adrian menjauh, lalu menunjuk ke salah satu kamera CCTV. "Kau tidak lihat ada CCTV di tempat ini!? berhentilah dulu sebentar saja" protes Melfissa dengan kesal.

"Disini memang tempat untuk melakukan hal itu, apakah kau sudah lupa kalau tempat ini adalah Bar" Adrian mencoba memberikan Argumen.

"Walaupun begitu tetap saja itu adalah hal yang sangat memalukan!"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!