Embun-embun telah turun ke bumi, matahari mulai terbit.
Disaat malam mulai berganti siang, harapan baru juga mulai muncul. Orang tua yang mencari nafkah untuk anaknya, dan seorang anak yang mencari nafkah untuk keluarganya. Seperti itulah dinamika kehidupan Masyarakat kota Arunajaya.
Hanya saja, ditempat lain ada yang berbeda.
Malam yang penuh dengan suara berisik dan pergumulan yang intens antara dua insan akhirnya telah berakhir. Di tengah keheningan yang menggantikan gemuruh sebelumnya, Melfissa berusaha bangkit dari ranjang dengan tubuh yang terasa sakit dan lemah. Setiap gerakan membuatnya meringis, rasa nyeri menjalar di seluruh tubuhnya, mengingatkan pada apa yang baru saja terjadi di atas ranjang semalam.
Giginya yang berdarah mengingatkannya atas sebuah juluran lidah yang digigitnya semalam. Kepalanya terasa pening sekali.
"Apa yang baru saja terjadi..." gumamnya
Melfissa lalu Menatap ke atas, ke bawah, ke kiri dan juga ke kanan.
Ketika Melfissa melihat tubuh telanjangnya yang ada dibalik selimut, ia sontak merasa kaget dan menjadi lebih pening lagi.
Pikiran Melfissa kabur, berusaha mengumpulkan kembali ingatan yang tercecer tentang peristiwa malam itu. Namun, seberapa keras pun ia mencoba, semuanya terasa samar dan berantakan. Ada bagian dari dirinya yang ingin mengabaikan apa yang telah terjadi, tetapi kenyataan di depannya itu tidak bisa ia sangkal, karena itu kenyataannya
Pandangan Melfissa kemudian tertuju pada sesuatu di atas ranjang, tepat di tempat yang sebelumnya ia baringkan. Matanya membelalak ketika melihat darah yang sudah kering di atas kain putih, itu adalah darah Melfissa. Darah dari intisari miliknya yang selama ini ia jaga dan ia lindungi. Dan tak satupun orang yang ia persilahkan untuk memilikinya bahkan Aidan, pacarnya sekalipun ia tak izinkan untuk menyentuhnya. Alasannya tentu saja sangat simple, karena dia hanya ingin dicintai, bukan dinikmati.
Melfissa menatap bercak darah yang menjadi bukti hilangnya kegadisannya di atas ranjang. Dadanya berdegup kencang, dan seluruh tubuhnya gemetar. Pikirannya kacau, potongan-potongan ingatan seperti puzzle yang berantakan mulai bermunculan, satu per satu menyatu, menggambarkan kejadian semalam yang awalnya buram. Sakit di tubuhnya, rasa takut, dan suara-suara samar—semua mulai membentuk gambaran yang utuh.
Matanya beralih ke arah pria yang terbaring di sampingnya, tertidur dengan senyum puas yang tampak mengerikan di wajahnya. Jantung Melfissa semakin berdebar keras saat dia menyadari siapa pria itu. Ingatannya kembali pada momen di bar, pada saat-saat ketika dia salah mengira pria itu sebagai gig*lo, dan betapa semuanya berubah begitu cepat.
Wajah Adrian yang tampan namun penuh bahaya itu terlukis dengan jelas di benaknya. Satu pikiran menghantamnya dengan keras, membuatnya tersentak kaget, akhirnya ia menyadari bahwa dia baru saja tidur dengan seorang pria yang dianggapnya gig*lo!
Melfissa menyesal atas kejadian semalam yang dipicu oleh alkohol. Kegadisannya yang selalu dijaga, pada akhirnya menjadi hilang begitu saja. Ia mengutuk nama Adrian, yang walaupun tak sepenuhnya salah, telah bermain terlalu buas hingga membuat pinggangnya sakit saat bangun tidur.
"Aduh...aduh...seluruh tubuhku terasa sakit..." Melfissa meringis mencoba menahan rasa sakit.
Baik itu bekas cubitan atau gigitan cinta, seluruh tubuhnya tercetak dengan jejak memar yang tak terhitung jumlahnya karena perbuatan Adrian semalam. Melfissa marah dan mencaci maki Adrian atas perbuatannya semalam. Namun tidak lama kemudian Melfissa menghela nafas berat dan mencoba untuk menerima kenyataan. Dia memakai pakaiannya kembali yang berantakan di dibawah ranjang dengan tenang dan kemudian mencoba menjernihkan pikirannya
Setelah melepas dekapan dari Adrian yang masih tertidur dan memakai bajunya kembali, Melfissa melangkah pergi dari ranjang dan membuka jendela untuk menghirup udara segar. Pakaian yang berantakan diatas lantai dia kenakan kembali dan kemudian mengambil selembar uang seratus Ribu Rupiah dari dalam tas gandengnya beserta jam tangan yang baru saja dibeli kemarin untuk diletakkan di atas meja yang berdekatan dengan ranjang untuk digunakan sebagai bayaran atas layanan Adrian.
"Dari pada membuangnya mending berikan pada pria malang ini saja" pikir Melfissa saat akan memberikan jam tangannyanya untuk pria itu. Walaupun didalam hati Melfissa ia merasa kesal dengan pria itu, tetap saja dia mencoba menyelesaikan transaksinya hingga selesai. Dia juga tidak sepenuhnya yakin dengan ucapannya semalam yang berkata kalau dia itu orang kaya. Menurutnya, Adrian hanya seorang mahasiswa yang sedang membutuhkan uang untuk membayar uang semesternya, karena itulah dia memilih menjual dirinya sendiri.
"Sudahlah... yang berlalu biarkan saja berlalu"
Ucap Melfissa mencoba menguatkan dirinya.
Setelah memberikan seratus ribu rupiah dan jam tangan, hatinya terasa sesak. Dia sangat menyesal bekerja begitu keras hanya untuk membelikan mantan pacarnya sebuah hadiah. didalam batinnya ia juga mempertanyakan kewarasannya karena menggunakan layanan gigolo dan membayar seratus ribu rupiah yang seharusnya bisa menjadi biaya makannya selama tiga hari.
Menurut perhitungan Melfissa, harga layanan Adrian Valerian semalam hanya berjumlah seratus ribu saja dan itu cukup terjangkau bagi Melfissa. Jika Adrian mengetahui pikirannya, dia mungkin akan menyuruh FBI untuk mencarinya hidup-hidup.
Setelah meletakkan uang dan jam tangan diatas meja, Melfissa mengambil secarik kertas dari dalam tasnya dan kemudian menuliskan sebuah kalimat diatas kertas itu.
‘Aku tinggalkan uang ini untuk pelayananmu semalam, aku tidak tahu kalau kau gigo*o yang seagresif itu. Dan juga ambillah jam tangan itu kalau kau mau, kalau kau butuh uang untuk biaya kuliah maka jual saja jam tangannya, Aku pergi dulu, kuharap kita tidak bertemu lagi' tulisnya di secarik kertas.
Melfissa meninggalkan ruangan secara diam-diam dengan menjinjitkan kakinya agar tidak membuat keributan.
Dia berjalan dengan terburu-buru ke rumahnya untuk memberikan Lala Pelajaran Karena berani membiusnya dan meninggalkannya begitu saja.
Didalam batinnya ia juga merasa sangat lega karena bisa keluar dari bar itu dengan aman. Jika mengingat kata-katanya semalam, itu sangat konyol, jangankan satu juta lima ratus, bahkan lima ratus ribu pun ia tidak ingin memberikannnya begitu saja kepada orang lain.
Ketika Adrian bangun, matanya menangkap sinar cahaya yang silau melewati jendela dan tirai yang terbuka. Dia menarik bantal ke dalam pelukannya, memeluknya dengan nyaman sejenak. Matanya terbuka tiba-tiba ketika dia merasa ada yang tidak beres, dimana perempuan yang bersamanya semalam? kenapa cuman hanya ada dia sendiri diruangan itu?.
Matanya sedikit menyipit saat menyadari ada yang salah, wajahnya yang sebelumnya terlihat indah dengan senyum menawan saat tidur kini berubah marah seperti seekor serigala yang kehilangan mangsanya. Terlihat dingin dan matanya memancarkan kekejaman.
"Sialan! dimana pelacur itu!" ucap Adrian dengan kesal menatap tempat wanita itu tidur sebelumnya.
"Apa dia pergi begitu saja saat bangun dari tidur" pikirnya
"Sepertinya kelinci satu ini sangat nakal yah, hehe~~" senyum licik tersungging dari bibirnya dan kemudian terkekeh.
Dia cukup tertarik dengan wanita ini. Dalam hidupnya ini pertama kalinya ia bertemu seorang wanita yang mempermainkan harga dirinya seperti ini. Tapi apa yang Melfissa ridak tahu adalah, Adrian yang adalah tipe orang yang serakah yang menginginkan lebih setelah mencicipi seorang yang pernah tidur dengannya.
Saat dia melihat sekilas uang kertas merah muda seratus ribu rupiah dan sebuah jam tangan bermerek aries gold yang menarik perhatian di atas meja, firasat aneh muncul. Mata Adrian menyipit. Mengapa ada selembar uang dan jam tangan di atas meja? Semoga saja tidak seperti yang dia pikirkan.
Namun, firasat anehnya itu menjadi kenyataan.
Ketika dia membaca kata-kata yang ditulis dengan Melfissa, mata Adrian tenggelam. Aura pembunuh yang mirip dengan Abraham Van Helshing melonjak dari ujung kepala sampai ujung kaki.
Biaya kuliah?
Seratus ribu?
Adrian merasa amarahnya melonjak dalam sekejap. Seratus ribu dan sebuah jam tangan? Wanita itu benar-benar mengira dirinya seorang gigo*o dan berani meninggalkannya begitu saja tanpa penjelasan? Seakan itu belum cukup menghina, Melfissa bahkan menyebutkan "biaya kuliah" seolah-olah dirinya adalah pria yang menjual diri untuk sekadar bertahan hidup.
"Apa-apaan ini?" desisnya di antara tawa marah yang menyakitkan. Matanya menyipit dengan tatapan penuh amarah dan hina. Wajahnya yang biasanya tampan kini dipenuhi dengan kilatan kebengisan.
Adrian tidak terbiasa dipermainkan. Selama ini, dia yang selalu memegang kendali dalam setiap situasi, terutama dalam urusan seperti ini. Dia terbiasa dikejar-kejar, dihormati, bahkan ditakuti oleh wanita-wanita yang menginginkannya. Tapi Melfissa... wanita ini telah berhasil menyentuh harga dirinya, dan bukan dengan cara yang baik.
"Dia pikir bisa pergi begitu saja?" gumamnya sambil mengepalkan surat dan uang itu erat-erat. "Kelinci kecil yang nakal," lanjutnya dengan nada mengancam. Sebuah senyum licik kembali muncul di bibirnya, tapi kali ini, senyum itu membawa aura berbahaya yang jelas-jelas bukan permainan.
Bagi Adrian, Masalah ini tidak akan berakhir begitu saja. Melfissa mungkin berpikir dia bisa pergi tanpa konsekuensi, namun Adrian Valerian tidak pernah membiarkan sesuatu semacam ini berlalu begitu saja.
"Kau pikir kau bisa mempermainkanku? Kau belum tahu dengan siapa kau berurusan." Suaranya terdengar rendah, namun penuh dengan determinasi.
Dengan satu gerakan cepat, Adrian mengenakan pakaiannya dan meninggalkan ruangan itu. Di balik senyum liciknya, ada naluri binatang buas yang akan segera mencari mangsanya yang kabur.
"Jack, kau ada dimana"
Adrian mengeluarkan handphonenya dari saku celananya dan lalu menelpon seseorang.
"Apa yang anda butuhkan, tuan?"
Tanya pria diujung telephphone itu dengan kepatuhan.
"Gadis yang baru saja keluar dari Bar La Lumiere, aku ingin kau mencari tahu siapa saja gadis berusia kurang lebih 20 tahun yang baru saja keluar dari Bar itu." ucap Adrian.
"Baik, seperti yang anda perintahkan!"
7 menit kemudian.
"Jadi bagaimana, apa kau sudah mendapatkan gadis yang aku cari."
"Maaf tuan, aku telah menyuruh seluruh agenku untuk memeriksanya tapi sama sekali tidak ada petunjuk, mungkin saja dia melewati titik buta cctv.
"Sialan...dia kabur!!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments