Istriku Berharga 1 Juta Dollar
Melfissa Geraldine, ia adalah seorang gadis berusia 18 tahun dengan tinggi 168 cm dan berat empat puluh tujuh kg. Cantik dan luar biasa, dua kata itu mungkin lebih cocok dikaitkan dengannya, wanita yang tegas, pekerja keras, dan memiliki integritasnya sendiri, dia adalah seorang mahasiswa yang berada di semester tiga dan tahun kedua.
Saat itu ia mengenakan Shirt Dress berwarna merah muda dipadukan dengan Cigarette Pants dan sepatu Espadrilles berwarna hitam, sekilas nampak biasa saja namun cantik dengan sepasang mata yang berusaha tetap terlihat segar setelah menjalani aktivitas yang suram dihari itu, mulai dari kuliahnya hingga pekerjaan paruh waktunya yang membebani pikirannya
Disore hari itu dia berada didepan rumah pacarnya, memijat-mijat wajahnya berharap wajahnya yang berantakan karena aktivitas di hari itu bisa segera hilang, apalagi hari Itu adalah hari ulang tahun pacarnya, Aidan Grill. Dia ingin memberinya kejutan dengan datang kerumahnya tanpa memberitahukan kabar, berharap pacarnya akan kaget dengan kedatangan dirinya.
Melfissa lalu membuka tasnya untuk melihat sebuah jam tangan yang dia beli dari gedung perbelanjaan terbesar dikota itu. Dia memutuskan membelinya setelah sering mendengar ocehan pacarnya, Aidan grill, yang mengatakan bahwa dia bermimpi ingin membeli jam tangan itu suatu saat nanti, karena itulah Melfissa membelinya meskipun harganya mahal dan hanya terjangkau setelah dia mendedikasikan waktunya pada pekerjaan sambilan miliknya bahkan pada saat hari libur sekalipun. Dia rela berhemat dan menabung selama tiga bulan agar demi bisa membuat pacarnya terkejut dengan hadiahnya dan melihat ekspresi terharunya atas perjuangannya. Menurut dugaan Melfissa, pacarnya itu mungkin akan menampilkan wajah lucu saat ia memberikan kejutan kepada pacarnya namti
Aidan Grill, umurnya dua tahun lebih tua dari Melfissa, ia bukanlah seorang pria yang tidak mampu, bahkan sebenarnya ia adalah anak dari orang berpengaruh dan juga seorang pria yang menjadi kekasih impian semua adik tingkat di kampus. Meskipun ia termasuk orang yang tidak kekurangan uang, dia tetap tidak ingin membeli barang mahal menggunakan uangnya sendiri, ia lebih suka meminta kepada ayahnya jika menginginkan sesuatu yang diinginkannya. Uang bulanan yang dimilikinya biasa dihamburkan bersama teman-temannya dibanding untuk kebutuhannya sendiri.
Setelah menatap jam tangan itu begitu lama, Melfissa pun menutup tasnya dan mengetuk pintu rumah pacarnya, namun beberapa ketukan sudah dilayangkan tetap saja tidak ada jawaban dari dalam rumah. Dengan khawatir dia pun masuk kedalam rumah menggunakan kunci cadangan yang diberikan pacarnya. Melfissa merasa ada yang tidak beres ketika dia masuk ke dalam rumah. Ada Sepasang sepatu stiletto merah darah dengan hak yang tinggi di depan rak sepatu. Mini dress hitam, dan Stocking jala hitam berserakan di lantai.
Bukan hanya pakaian saja yang berserakan dilantai rumah itu, ada juga selembar kemeja pria dan celana panjang terlihat berantakan diatas lantai rumah itu.
Suara hiruk-pikuk datang dari kamar Aidan. Di dalam pikiran Melfissa, berbagai pertanyaan bermunculan.
"Apakah dia sadar kalau aku mau mengagetkannya?" Pikir Melfissa.
Melfissa menyangka kalau pacarnya sedang membuat prank untuknya. pacarnya, Aidan grill, adalah seorang pribadi yang baik dimata Melfissa, karena itulah ia lebih percaya kalau pacarnya sedang membuat prank untuknya dibanding melakukan hal buruk. Melfissa lalu membuka sedikit pintu kamar untuk mengintip apa yang sebenarnya terjadi di dalam kamar pacarnya itu.
Setelah Melfissa mencoba mencari pembenaran atas perbuatan pacarnya, akhirnya pikirannya menjadi stabil dan telah mengerti semua hal yang terjadi dirumah ini, Meskpun wajahnya terlihat polos, ia bukanlah seorang gadis lugu, Melfissa sudah merasakan kehidupan sosial yang keras dimasyarakat hingga dia mengerti apa yang terjadi didalam kamar pacarnya itu. suara erangan wanita, bantal dan selimut yang berjatuhan kelantai, dan aroma minyak Ylang-Ylang yang tertinggal di udara sudah cukup mengatakan apa yang sedang terjadi didalam kamar itu.
"Aidan, kamu cinta aku, gak?" suara wanita itu terdengar lembut, namun ada nada menggoda yang terselip di dalamnya, seakan setiap kata yang ia ucapkan diselimuti dengan godaan yang sangat tajam.
"Suara itu… terdengar familiar. Betty? Teman dekatku?” gumam Melfissa pelan, rasa tidak percaya menggelayuti pikirannya. "Tidak mungkin... ini tidak mungkin… aku pasti berhalusinasi karena terlalu sering pulang larut malam,” pikirnya dengan ragu, mencoba merasionalisasi apa yang baru saja didengarnya.
“Buat apa ditanyain lagi, Kalung yang baru aja aku beliin buat kamu memangnya gk nunjukin rasa cinta aku, Bettyku sayang. Dejatkan bibirmu aku ingin melumatnya lagi…”
Selangkah demi selangkah, Melfissa membuka pintu kamar itu lebih lebar dengan hati yang merasakan perasaan shock.
“...Hihihi iya sayang...Menurut kamu, siapa yang lebih terampil dalam bermain diatas ranjang, Melfissa atau aku?” katanya dengan suara yang begitu memikat, setiap kata seolah dibuat untuk menggoda dan mengambil semua perhatian Aidan
"Apa-apaan sih! kenapa kau bawa-bawa namaku dalam obrolan kalian!? Asal kau tau saja, aku lebih memilih bekerja full time selama sebulan dari pada harus jadi pelacur sepertimu, dasar jal*ng sialan!" Umpat Melfissa dalam pikirannya. Dia sangat ingin mendobrak pintu itu dan melabrak mereka berdua, namun ada sesuatu dalam dirinya yang menahannya untuk menunggu sedikit lagi.
Melfissa kini tau apa yang sedang terjadi, pacarnya berselingkuh dengan teman baiknya dikampus dan kini dadanya terasa sedikit sesak. Bukan hanya rasa sakit, tapi juga rasa kecewa.
“Pakai nanya....Tentu saja kamu!” balasnya dengan nada yakin. “Melfissa hanya seorang gadis cantik yang polos. Dia terlalu konvensional, kaku, dan nggak bisa baca suasana. Setelah setahun bersama dengannya, kamu tahu gak apa hal intim yang paling jauh kami lakukan!? yah betul! hal paling intim yang pernah kami lakukan hanya berpegangan tangan! Tidak seperti kamu, sayang... Ayo, sedikit lebih cepat lagi...” keluh Aidan dengan kesal namun pinggulnya tidak berhenti bergerak dan mulutnya mencumbu bibir Betty dengan ganas.
"Dasar buaya busuk! untung saja aku tidak serahin keperawananku kepadamu, dan juga sudah berapa cewek yang kau cium itu, hah!? Sangat menjijikkan " cibir Melfissa.
"Ayo lebih cepat! lebih kuat lagi!!"
"Bettyku sayang kandunglah anakku!"
"Baj**gan! bagaimana mereka bisa membuat anak begitu saja!" umpat Melfissa yang masih kesal sambil menggertakkan giginya yang terlihat geram.
Melfissa tidak mengambil tindakan apapun dan hanya melihatnya dengan seksama, mencoba memperhatikan mereka hingga pergumulannya selesai.
“Mel--Melfi…” Aidan grill adalah orang pertama yang sadar akan kehadiran Melfissa yang sedang berdiri dibalik pintu. Alisnya berkedut saat dia menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka dengan cepat.
“Melfi…”
Setelah merasa malu dan canggung sesaat, Betty bangkit dari ranjang dengan tenang, ia tampak tidak peduli dan tidak merasa bersalah setelah melakukan hal cabul dan erotis telanjang dengan belasan bekas cupang ditubuhnya.
Melfissa mengamati tubuh wanita yang pernah menjadi temannya itu. Setelah mengamatinya ia merasa bahwa Betty, selingkuhan pacarnya sudah memenuhi kriteria untuk menjadi seorang pe*acur.
Betty lalu melemparkan kemeja ke Aidan secara acak dan menutupi dirinya dengan baju kaos milik Aidan.
Meskipun wajahnya memucat karena merasa shock, Melfissa tetap berusaha terlihat tenang sementara matanya terlihat pasrah dengan tatapan datar. Membuat keributan hanya membuat kegaduhan yang berefek kerumah-rumah tetangga, karena itulah Melfissa memutuskan untuk tenang dan menahan amarahnya.
“Baiklah, aku nggak mau sembunyiin apa-apa lagi, seperti yang bisa kamu lihat sendiri, Melfi. Kami pacaran sekarang, jadi sebaiknya kau pergi dari hadapan kami!” Betty menegur Melfissa dengan nada angkuh, seakan-akan dia tidak tidak menganggap eksistensi Melfissa. Dia lalu mengaitkan lengannya ke lengan Adrian dengan tatapan yang memprovokasi kepada Melfissa, seolah menyatakan kalau dia telah berhasil merebut pacarnya.
Melfissa hanya menatap mereka dengan tatapan datar hingga akhirnya dia menatap Aidan dengan tatapan tajam, di dalam pikirannya bermacam-macam pertanyaan dan penyesalan berhamburan, " Mengapa aku bisa jatuh cinta dengan pria bajingan ini" atau " hampir saja aku ditipu lebih jauh olehnya" dan masih banyak lagi.
“Aidan, apa aku ada salah denganmu? kenapa kau melakukan hal ini? Dan juga kenapa harus dengan Betty? jawab aku? apa selama ini kau hanya menganggapku mainan yang bisa kau perlakukan sesukamu? jawab aku..."
Aidan menyeringai sinis sambil menyilangkan tangan di dadanya. "Melfi, aku rasa ini saatnya kita berhenti berpura-pura. Hubungan ini? Hanya buang-buang waktu. Aku sadar, kau bukan tipe yang cocok denganku. Kau terlalu... biasa saja."
Melfissa terdiam, mencoba mencerna kata-kata itu. "Biasa saja? Apa maksudmu?"
Aidan mendekatkan wajahnya, suaranya merendah namun penuh ejekan. "Kau tidak punya ambisi, tidak punya gaya, tidak bisa menambah kepopuleran ku, dan terus terang saja, aku sudah bosan. Aku butuh seseorang yang bisa membuatku bersinar, bukan seseorang yang hanya menjadi bayanganku."
"Apa maksudmu? Aku masih belum paham" tanya Melfissa
Rasa jijik jelas terpancar di wajah tampan Aidan saat dia menjawab dengan menggelengkan dan menggaruk kepala dengan malas. Kemudian, dia menyeringai dingin dan berbicara dengan nada penuh keangkuhan, "Melfi, sepertinya kau menjadi bertambah bodoh yah... Baiklah, biar kuberitahu alasan sebenarnya, sejujurnya, aku mendekatimu dulu hanya karena bertaruh dengan beberapa temanku. Siapa suruh kamu sok jual mahal? menolak banyak cowok dan akhirnya berpacaran denganku yang ganteng ini" ucap Aidan dengan narsis.
"Begitu yah...Selama kita berpacaran kau hanya menginginkan tubuhku saja yah" ucap Melfissa dan kemudian seringai tipis muncul dari dirinya.
Melfissa mengangguk dan kemudian memasang senyum manis dan menatap kearah Aidan. “Baiklah kalau begitu, hubungan kita mending berakhir disini saja. Tapi apa kau tidak melupakan sesuatu?" tanya Melfissa. Dibanding menahan luka karena apa yang terjadi hari ini, dia lebih memilih untuk berjuang sampai akhir.
"Apa kau bilang? Aku melupakan sesuatu? Apa maksudmu?" Aidan mengerenyitkan dahinya.
"Aidan Aidan....Aku pikir kau lebih pintar dariku, apa kau tidak bertanya-tanya kenapa aku tidak langsung melabrak mu sebelumnya dan malah menunggu kalian hingga selesai? Apa kau pikir aku sebaik itu sampai mau membiarkan kalian berdua mencapai tingkat kenikmatan tertinggi kalian masing-masing?"
"Apa maksudmu? Jangan bilang---"
"Hahaha!!! Baiklah aku tidak akan basa basi, aku ingin kau memberikanku kompensasi atas semua ini dan kita putus lalu anggap saja ini semua tidak pernah terjadi. Lalu pertanyaannya, dengan qpa kau akan membayar kompensasi, tuan Aidan yang amat sangat tampan" ujar Melfissa dengan Sarkas.
Hati Melfissa terasa senang saat melihat ekspresi Aidan yang terpojok karena rencananya.
“S-Satu juta Rupiah! Aku akan memberimu satu juta asal kau tidak menyebarkannya ke orang lain ”balas Aidan yang tertegun dan kaget melihat ekspresi Melfissa yang berubah begitu cepat.
"Satu juta rupiah!? wow... kau benar-benar lebih memilih mempertaruhkan uang sebanyak itu daripada membeli jam tangan yang sudah lama kamu inginkan? Aku sungguh tak bisa mengerti cara pikir anak orang kaya sepertimu," keluh Melfissa sambil memegangi kepalanya yang terasa pusing. "Baiklah kalau begitu. Tapi kau tak akan belajar dari kesalahan kalau aku tak mengajaraimu dengan baik, jadi tambahkan lagi nominalnya, 500K mungkin!?" Melfissa melontarkan senyum manis, matanya berbinar membayangkan bisa mendapatkan IDR 1.500K dengan mudah.
"Hah!" Aidan masih merasa kaget dengan ucapan Melfissa.
"Kenapa? Ada masalah? Kalau mau putus yasudah putus saja, berikan uang milikku dan aku akan pergi" ucap Melfissa dalam pikirannya.
Wajah Aidan berubah menjadi pucat.
Ekspresi kaget terlukis jelas di wajah Aidan. "Sejak kapan gadis ini jadi begitu tidak tahu malu? Ternyata dia hanya perempuan yang tergila-gila dengan uang! Dia masih bisa tersenyum begitu manis setelah melihatku bermesraan dengan wanita lain di depannya? apa dia mas*kis? Lalu, dia bahkan berani menyebarkan skandal ini ke medsos bahkan mengancamku dan meminta uang bagiannya! Apa selama ini dia memang tidak pernah punya perasaan kepadaku?" gumam Aidan dalam hati, kebingungan dan tercengang.
"Dasar wanita jal*ng! Bagaimana bisa ada makhluk yang tidak tahu malu seperti kau ini!?" Bentak Aidan.
Betty yang berada disamping Aidan juga turut menjadi kesal. "Melfi, kau masih punya rasa malu, nggak!"
“Tentu saja, harga diriku jauh lebih tinggi, tidak seperti seorang wanita yang rela menjual dirinya hanya untuk merebut pacar orang lain,” jawab Melfi dengan nada sarkastis, sambil tetap tersenyum manis. “Tak masalah jika kamu tidak ingin membaginya denganku. Kau pelit sekali, menyimpan semua uang taruhan itu untuk kau sendiri. Hati-hati, siapa tahu karma buruk akan segera datang kepadamu!” Melfi berkata santai, kemudian berbalik meninggalkan ruangan tanpa mengambil uang sepeser pun. "Oh, satu hal lagi, gadis sepertimu tak pantas berbicara tentang rasa malu atau harga diri denganku!" ucap Melfi dengan tatapan tajam ke arah Betty sebelum akhirnya pergi keluar.
"Ehem Ehem...diberitakan dari sebuah video amatir terlihat dua sepasang mahasiswa yang sedang selingkuh saling bercumbu didalam kamar" Melfissa mengimpersonate suara pembawa berita setelah ia pergi keluar kamar.
Dalam sekejap Aidan keluar dari dalam kamarnya. "Aku bayar...ok aku transfer sekarang yah." ucapnya dengan panik.
DING!
SALDO SEBANYAK 1.500.000 TELAH MASUK DI REKENING ANDA
“Baiklah, mulai sekarang kita putus dan tidak ada hubungan apa-apa lagi diantara kita berdua" ucap Melfissa setelah melihat notifikasi di Handphone nya.
Wajah mereka berdua memucat sebagai tanggapan.
Melfissa tersenyum dan kemudian pergi meninggalkan mereka berdua.
***
Kota Arunajaya ramai dengan lampu-lampu jalanan dan lampu-lampu kendaraan. di sisi lain jalan, seorang gadis berjalan diatas trotoar, dia adalah Melfissa geraldine. Seluruh wajahnya menjadi pucat setelah mengalami kejadian yang menyakiti hatinya. Dia lalu mengambil handphone dari dalam tas milknya dan menghubungi seseorang. Setelah ia menyelesaikan panggilan telephonenya, ia lalu berjalan ke arah Bar yang tidak jauh dari tempatnya berpijak sekarang.
Bar di jantung Kota Arunanjaya itu penuh sesak dengan suasana gaduh yang kurang pantas. Di atas panggung, para penari yang memikat dengan riasan tebal mengedipkan mata dengan penuh godaan sambil memutar pinggang mereka yang lentur, seperti ular air yang menari. Gerakan mereka memancing sorakan riuh dari penonton yang terpesona.
Musik berdentum keras, sementara aroma tajam alkohol memenuhi udara.
Tempat itu adalah surga bagi mereka yang ingin menikmati alkohol dan wanita, sebuah tempat kesenangan, sekaligus pelarian bagi mereka yang tengah dilanda stres dengan masalah masing-masing.
Di depan meja bar, wajah Melfissa memerah seiring dengan setiap tegukan alkohol yang ia minum dari gelas demi gelas.
Melfissa tampak tenang tentang perpisahannya dengan Aidan karena perselingkuhannya, hatinya masih terasa sedikit sakit. Bagaimana pun juga, ini adalah pertama kalinya dia merasa sakit hati karena diselingkuhi.
“Sudah sudah...yang berlalu biarlah berlalu. Minumlah sepuasnya biar aku yang bayarkan tagihanmu.” ucap Kakak perempuannya Melfissa, Lala. Dia menepuk-nepuk punggung Melfissa dan memasang senyum manis namun dibelakang dia diam-diam memasukkan sebuah pil ke dalam gelas sambil mendorongnya untuk minum lebih banyak lagi.
"Berisik! Jangan ganggu aku... jangan ganggu waktu tenangku!" bentak Melfissa dengan nada dingin sambil mendongak, meneguk minumannya hingga habis.
"Sial! Kalau bukan karena harus meminjam uangmu untuk membayar tagihan minuman, siapa juga yang mau duduk di sini bersamamu seperti ini!" umpat Melfissa dalam batinnya. Sebenarnya ia bisa membayarnya pakai uangnya sendiri, namun disisi lain ia tidak ingin membuang2 uangnya hanya untuk hal seperti ini saja. Ia lebih memilih menyimpan uangnya untuk keperluan mendesak nantinya.
Sejak ibu Melfissa meninggal, hidupnya berubah drastis. Ayahnya menikahi wanita lain yang membawa serta anak perempuannya, Lala, ke dalam keluarga mereka. Selama empat hingga lima tahun mereka tinggal bersama, hubungan antara Melfissa dan Lala tidak pernah harmonis. Lala adalah tipe gadis yang melakukan apapun dengan bebas. Bahkan teman-temannya adalah orang-orang nakal yang sering membuat hal yang abnormal atau bisa dibilang hal yang buruk di lingkungan masyarakat.
Satu hal yang membuat Melfissa semakin tidak nyaman adalah cara hidup Lala yang sembrono
Lala kerap mengganti pacar seolah-olah itu adalah hal yang biasa, bahkan terkadang lala melibatkan Melfissa dalam urusan dengan mantan-mantan pacarnya. Sebagai seorang gadis yang tinggal serumah dengannya, Melfissa merasa sangat malu.
Dan sekarang, dia tidak punya alasan lain memanggil saudari tiri itu kecuali agar bisa membayar minumannya sekarang. Awalnya ia hanya iseng menelpon Lala, tapi ia tidak menyangka kalau Lala akan mentraktirnya minum.
Lala menatap Melfissa dengan tatapan penuh kebencian saat Melfissa duduk di bar, tampak tenggelam dalam segelas alkoholnya. Amarah Lala mendidih melihat sikap acuh tak acuh Melfissa yang tampaknya tidak memperhatikan kehadirannya sama sekali. "Jalang ini!" gumamnya dengan marah, suara mendesis di balik bibirnya. "lihat saja, kau akan menderita sebentar lagi."
Lala memandang dengan penuh kepuasan saat Melfissa memesan beberapa gelas alkohol tambahan dari bartender, dan mungkin tidak menyadari dampak dari tindakannya. Dengan langkah ringan dan gerakan hati-hati, Lala menghilang ke sudut gelap di dekat pintu masuk bar, menyembunyikan dirinya dari pandangan. Di sana, di balik kerumunan yang ramai dan suara gaduh, Lala tersenyum dengan bangga. Ia memikirkan rencana-rencananya dengan penuh keyakinan, merasa puas bahwa rencananya untuk membuat Melfissa merasakan kesusahan mulai berjalan sesuai dengan keinginannya.
Dalam kegelapan sudut itu, Lala memerhatikan Melfissa dengan mata tajam, menatapnya dengan banyak siasat dipikirannya untuk menjebak Melfissa. Hingga akhirnya segerombolan pria berbadan besar berjalan mendekatinya.
"Jadi, yang mana cewek cantik yang kau katakan sebelumnya" tanya seorang pria yang mendekat kearah Lala.
"Lihatlah! gadis yang sedang minum itu, itulah orang yang kumaksud"
"Wow! kau sungguh mucikari yang hebat, nona. Bagaimana kau bisa menemukan gadis itu?"
"Cukup basa-basi, jadi bagaimana menurutmu? Dia adalah saudari perempuanku. Bukankah menurutmu dia cantik? Aku tidak meminta banyak, berikan aku lima juta rupiah dan kau bisa memakainya sampai kapanpun kau mau."
Sambil berbicara, Lala menunjukkan foto Melfissa yang diambil secara sembunyi-sembunyi, foto yang menggambarkan Melfissa sedang memakai pakaian ketat. Dia tahu bahwa pria-pria itu terdesak, memiliki utang besar kepada rentenir, dan sangat membutuhkan solusi untuk masalah mereka. Dengan menawarkan Melfissa, Lala memanfaatkan situasi mereka yang putus asa, ia menduga mereka berencana menjual Melfissa ke pasar gelap untuk melunasi utangnya, selan itu, Lala juga mempunyai utang yang banyak dengan teman-temannya, karena itulah dia memanfaatkan Melfissa agar bisa mendapat banyak uang.
Setelah semua itu, Lala sama sekali tidak merasa bersalah. Dia menganggap Melfissa sebagai orang yang tidak beruntung karena putus cinta dan ingin mabuk.
“Baiklah, ini uangnya!” Pria itu mengeluarkan sejumlah uang dan kemudian memberikannya kepada Lala.
"Banyak sekalian...Aku sudah mengira kalau wanita itu bisa membuatku berlimpahan uang, tapi aku tidak menyangka akan mendapatkan sebanyak ini...."Ucap Lala dengan tertawa terbahak-bahak saat memegang uang itu.
Di sisi lain, Melfissa duduk di bar dengan pandangan mata yang sedikit buram. Alkohol mengalir dalam tubuhnya, tetapi dia belum sepenuhnya kehilangan kesadaran. "Sial!" gumamnya dengan suara berat. " Aidan sialan! Dia bahkan bilang aku terlalu serius dan membosankan!" Melfissa melemparkan pandangan kesal ke arah gelasnya, menggigit bibirnya dengan frustrasi.
"Jika saja dia bisa menahannya sampai hatiku siap, sudah pasti hal seperti ini tidak akan terjadi," lanjutnya, berbicara kepada dirinya sendiri, suara marah dan getir bercampur jadi satu. "Aku benar-benar bodoh karena menyukai buaya busuk seperti itu," tambahnya, sambil menggeleng-gelengkan. kepala.
Kepalanya terasa berat, tapi kesadaran akan rasa sakit emosional lebih menyiksa daripada efek alkohol. Ingatan tentang Adrian, tentang kekecewaan dan pengkhianatan, itu semua membuatnya kesal dan marah.
Melfissa berdiri dan meletakkan gelas alkoholnya diatas meja. Ia berencana membasuh wajahnya di toilet agar kembali segar dan mencoba menghindari mabuk. Namun, karena efek minumannya terlalu tinggi, Melfissa merasa mabuk, tubuhnya tersandung saat hendak pergi dari tempat duduknya. Saat dia tersandung ke depan, dia terpeleset dan menabrak tubuh seorang pria.
Pria muda itu tampak seperti berusia sekitar awal 20-an.
Melfissa terpana melihat sosok pria yang berdiri tegap itu. Dia adalah pria yang sangat mempesona, dengan fitur wajah yang tampak seperti terpahat sempurna—rahang tegas, hidung lurus, dan mata tajam. Penampilannya begitu halus, berkelas, dan berkarisma, layaknya seorang pangeran dari kerajaan dongeng. Rambut panjangnya terurai dengan elegan, berkilau di bawah cahaya redup bar, tetapi berbeda dari gambaran pangeran yang biasanya berambut pirang atau cokelat, rambut pria ini berwarna hitam pekat seperti malam.
Melfissa tidak bisa mengalihkan pandangannya, seolah ada sesuatu yang memaksanya untuk terus memerhatikan setiap gerakan pria itu. Namun, meski tampak mempesona, ada sesuatu yang janggal pada sosoknya. Sepasang mata pria itu, terlalu tajam dan dingin, terlalu tidak ramah untuk menyatu dengan keanggunan wajahnya. Kilatan ketidaksenangan atau mungkin kelelahan membuat keseluruhan citra sempurnanya hampir saja merusak citra dirinya.
Dia adalah pria yang anggun sampai-sampai acuh tak acuh. Seolah-olah menganggap dirinya berada diatas orang-orang.
Sepasang mata dingin pria itu menatap Melfissa dengan tatapan jijik. Dia berpikir kalau Melfissa adalah seorang wanita penggoda yang mencoba merayu dirinya, dan dia sangat membenci wanita seperti itu yang mengorbankan tubuhnya demi mendapatkan keuntungan.
Saat lelaki itu menatap mata Melfissa, sebuah kata terlontarkan…
"Menjijikan!" ucap pria itu dengan tatapan jijik dan berjalan pergi dari sisi Melfissa.
Melfissa yang tidak terima disebut "menjijikan" itu mengejar dan memanggil pria itu untuk berhenti.
"Tunggu!" Seru Melfissa.
Pria itu berbalik melihat asal suara itu namun mendapati melfissa yang tersandung untuk kedua kalinya.
Beberapa saat kemudian Melfissa berada dipelukan pria itu dan membuat wajahnya berubah menjadi merah merona karena malu. Saat melihat wajahnya dari dekat dia sungguh terpesona dengan pria itu. Sesaat kemudian, mata wanita itu tertuju kepada name tag yang ada di kemeja pria itu..
"Adrian Valerian"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments