Istriku Berharga 1 Juta Dollar

Istriku Berharga 1 Juta Dollar

Bab 1

Melfissa Geraldine, ia adalah seorang gadis berusia 18 tahun dengan tinggi 168 cm dan berat empat puluh tujuh kilogram. Cantik dan luar biasa, dua kata itu mungkin sangat cocok dikaitkan dengannya, wanita yang tegas, pekerja keras, dan memiliki integritasnya yang tak gampang goyah, dia adalah seorang mahasiswa yang berada di semester tiga dan tak lama lagi akan memasuki semester empat.

Saat itu, ia mengenakan Dress rendah berwarna merah muda dipadukan dengan bawahan rok panjang yang panjangnya cukup menutupi setengah betisnya dan untuk pelindung kakinya, ia memakai sepatu berwarna hitam, sekilas nampak biasa saja namun jelas penampilannya sangat cantik dengan sepasang mata yang berusaha tetap terlihat segar setelah menjalani aktivitas yang suram dihari itu, mulai dari kuliahnya hingga pekerjaan paruh waktunya yang membebani pikirannya membuatnya ingin meneriakkan kata, "AKU CAPEKKKK!!"

Namun ia menahannya demi seseorang yang ia cintai saat ini. Bahkan Ia rela mengantre berdesakan menaiki bus hanya agar bisa menemui orang yang saat ini menjadi kekasihnya.

Yah betul. Saat ini dia berada didepan rumah pacarnya, memijat-mijat wajahnya sendiri berharap wajahnya yang berantakan karena aktivitas di hari itu bisa segera hilang, Karena ia tidak menyukai dengan apa yang disebut 'kosmetik' atupun 'make up', maka dia hanya bisa merapikan wajahnya hanya dengan kedua tangannya saja.

Walaupun aktivitasnya dihari ini sangat suram, ia tetap memaksakan untuk menjukkan keceriannya, apalagi hari itu adalah hari ulang tahun pacarnya, Aidan Grill. Dia ingin memberinya kejutan dengan datang kerumahnya tanpa memberitahukan kabar, berharap pacarnya akan kaget dengan kedatangan dirinya yang sangat mendadak sore itu.

Melfissa lalu membuka tasnya untuk melihat sebuah jam tangan yang dia beli dari gedung perbelanjaan terbesar dikota itu. Dia memutuskan membelinya setelah sering mendengar ocehan pacarnya, Aidan, yang mengatakan bahwa dia bermimpi ingin membeli jam tangan itu suatu saat nanti, karena itulah Melfissa membelinya meskipun harganya mahal dan hanya terjangkau setelah dia mendedikasikan waktunya pada pekerjaan sambilan miliknya bahkan pada saat hari libur sekalipun. Dia rela berhemat dan menabung selama tiga bulan agar demi bisa membuat pacarnya terkejut dengan hadiahnya dan melihat ekspresi terharunya atas perjuangannya. Menurut dugaan Melfissa, pacarnya itu mungkin akan menampilkan wajah lucu saat ia memberikan kejutan kepada pacarnya nanti. Setidaknya itulah bayangan yang terlukis dipikirannya pada awalnya.

Aidan Grill, umurnya dua tahun lebih tua dari Melfissa, ia bukanlah seorang pria yang tidak mampu, bahkan sebenarnya ia adalah anak dari orang berpengaruh dan juga seorang pria yang menjadi sosok pangeran impian bagi kebanyakan gadis mahasiswi di kampus mereka. Meskipun ia termasuk orang yang tidak kekurangan uang, dia tetap tidak ingin membeli barang mahal menggunakan uangnya sendiri, ia lebih suka meminta kepada ayahnya jika menginginkan sesuatu yang diinginkannya. Uang bulanan yang dimilikinya biasa dihamburkan bersama teman-temannya dibanding untuk kebutuhannya sendiri. Sunggu kepribadian yang aneh dan juga buruk.

Setelah menatap jam tangan itu begitu lama, Melfissa pun menutup tasnya dan mengetuk pintu rumah pacarnya, namun beberapa ketukan sudah dilayangkan tetap saja tidak ada jawaban dari dalam rumah. Dengan khawatir dia pun masuk kedalam rumah menggunakan kunci cadangan yang diberikan pacarnya. Melfissa merasa ada yang tidak beres ketika dia masuk ke dalam rumah. Ada Sepasang sepatu heels merah darah dengan hak yang tinggi di depan rak sepatu. Mini dress hitam, dan Stocking jala hitam berserakan di lantai.

Bukan hanya pakaian saja yang berserakan dilantai rumah itu, ada juga selembar kemeja pria dan celana panjang terlihat berantakan diatas lantai rumah itu.

Suara hiruk-pikuk datang dari kamar Aidan. Di dalam pikiran Melfissa, berbagai pertanyaan bermunculan.

"Ada apa sebenarnya disini? Apa mungkin dia sadar kalau aku akan datang dan mengejutkannya?" Pikir Melfissa.

Melfissa menyangka kalau pacarnya sedang membuat prank atau semacamnya untuk menyambut kedatangannya.

Pacarnya, Aidan, adalah seorang pribadi yang baik dimata Melfissa, karena itulah ia lebih percaya kalau pacarnya sedang membuat prank untuknya dibanding melakukan hal buruk. Melfissa lalu membuka sedikit pintu kamar untuk mengintip apa yang sebenarnya terjadi di dalam kamar pacarnya itu.

Dan saat Melfissa mengintip melalui sela-sela pintu yang masih terbuka, tubuhnya tiba-tiba membeku dan menjadi dingin. Matanya menatap erat-erat kedalan kamar dan mencengkram bingkai pintu yang terbuat dari besi yang akhirnya tanpa sadar membuat jari-jarinya berdarah.

Melfissa pun kemudian tersadar dan akhirnya mencoba merilekskan pikirannya.

Setelah Melfissa mencoba mencari pembenaran atas perbuatan pacarnya, akhirnya pikirannya menjadi stabil dan telah mengerti semua hal yang terjadi dirumah ini, Meskipun wajahnya terlihat polos, ia bukanlah seorang gadis lugu, Melfissa sudah merasakan kehidupan sosial yang keras dimasyarakat hingga dia mengerti apa yang terjadi didalam kamar pacarnya itu Bahkan walaupun keadaan kamarnya saat ini gelap dan hanya disinari cahaya remang-remang. suara erangan wanita, bantal dan selimut yang berjatuhan kelantai, dan aroma minyak pemancing hasrat yang tertinggal di udara sudah cukup mengatakan apa yang sedang terjadi didalam kamar itu.

"Aidan, Apa kau sudah menganggapku sebagai yang nomor satu dihatimu?" suara wanita itu terdengar lembut, namun ada nada menggoda yang terselip di dalamnya, seakan setiap kata yang ia ucapkan diselimuti dengan godaan yang sangat tajam, godaan sosok iblis yang mengajak agar masuk kedalam lingkaran setan.

"Suara itu… Aku sepertinya pernah mendengarnya." Melfissa mencoba menebak siapa pemilik suara itu. "Betty? Apakah itu suara Betty? apakah itu suara sahabat dekatku?” gumam Melfissa pelan, rasa tidak percaya menggelayuti pikirannya. "Tidak mungkin... ini tidak mungkin… aku pasti berhalusinasi karena terlalu sering pulang larut malam,” pikirnya dengan ragu, mencoba memastikan apa yang baru saja didengarnya.

“Apakah masih perlu Kujelaskan padamu lagi?" Apakah kalung emas yang baru saja kubelikan dan kupasangkan dilehermu itu masih belum menunjukkan keseriusanku?" Aidan menanggapi bisikan maut wanita dihadapannya itu dengan membalasnya melalui ciuman panas.

Selangkah demi selangkah, Melfissa membuka pintu kamar itu lebih lebar dengan hati yang merasakan sangat kaget bahkan ketika ia sudah berupaya memasang wajah datar.

“Hmmm Aku tahu itu" Betty memasang seringai tipis. "Aidan, menurutmu siapa yang lebih terampil dalam hal 'ini', apakah Melfissa ataukah aku?” katanya dengan suara yang begitu memikat, Matanya nampak sudah mengetahui jawabannya namun masih ingin mendengar jawabannya secara langsung

"Apa-apaan itu, kenapa aku dilibatkan dalam obrolan kalian!? Asal kau tau saja, aku lebih memilih bekerja full time selama sebulan dari pada harus jadi pelacur sepertimu, dasar jal*ng sialan!" Umpat Melfissa dalam pikirannya. Dia sangat ingin mendobrak pintu itu dan melabrak mereka berdua, namun ada sesuatu dalam dirinya yang menahannya untuk menunggu sedikit lagi. Selain itu, ia pasti akan melihat sesuatu yang semakin menjijikan jika ia membuka pintu kamar Aidan.

Melfissa kini tau apa yang sedang terjadi, pacarnya berselingkuh dengan salah seorang teman baiknya yang selalu bersama ketika berada dikampus, dan kini dadanya terasa sedikit sesak. Bukan hanya rasa sakit, tapi juga rasa kecewa.

“Nggak perlu kamu ragukan lagi....Tentu saja hanya kamu saja yang bisa membuatku bersemangat di atas ranjang ini!” balas Aidan dengan nafsu yang membara. “Melfissa hanya seorang gadis cantik yang polos. Dia terlalu konvensional, kaku, dan nggak bisa baca suasana. Setelah setahun bersama dengannya, kamu tahu gak apa hal intim yang paling jauh kami lakukan!? yah betul! hal paling intim yang pernah kami lakukan hanya berpegangan tangan!" Aidan mengeluarkan semua keluh kesahnya kepada Betty.

"Hahaha!! pengangan tangan doang?memangnya kalian itu anak SD? Hahaha"

Betty menanggapi keluhan Aidan dengan tertawa sepuas-puasnya namun tangan kanannya menutupi mulutnya yang tertawa lebar itu.

"Aku juga tidak habis pikir, kenapa juga sih aku harus mempertahankan hubunganku dengan dia" Racau Aidan.

"Cewek kampungan itu tidak cocok denganmu, sayang...Ayo--Sedikit lebih cepat lagi...” keluh Aidan dengan kesal namun pinggulnya tidak berhenti bergerak dan mulutnya mencumbu bibir Betty dengan ganas.

"Dasar buaya busuk! untung saja aku tidak serahin keperawananku kepadamu, dan juga sudah berapa cewek yang kau cium itu, hah!? Sangat menjijikkan " cibir Melfissa.

"Ayo lebih cepat! lebih kuat lagi!!"

"Bettyku sayang kandunglah anakku!"

"Baj**gan! bagaimana mereka bisa membuat anak begitu saja!" umpat Melfissa yang masih kesal sambil menggertakkan giginya yang terlihat geram.

Melfissa tidak mengambil tindakan apapun dan hanya melihatnya dengan seksama, mencoba memperhatikan mereka hingga pergumulannya selesai.

“Mel--Melfi…” Aidan grill adalah orang pertama yang sadar akan kehadiran Melfissa yang sedang berdiri dibalik pintu. Alisnya berkedut saat dia menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka dengan cepat.

“Melfi…”

Setelah merasa malu dan canggung sesaat, Betty bangkit dari ranjang dengan tenang, ia tampak tidak peduli dan tidak merasa bersalah setelah melakukan hal cabul dan erotis telanjang dengan belasan bekas cupang ditubuhnya.

Melfissa mengamati tubuh wanita yang pernah menjadi temannya itu. Setelah mengamatinya ia merasa bahwa Betty, selingkuhan pacarnya sudah memenuhi kriteria untuk menjadi seorang pe*acur.

Betty lalu melemparkan kemeja ke Aidan secara acak dan menutupi dirinya dengan baju kaos milik Aidan.

Meskipun wajahnya memucat karena merasa shock, Melfissa tetap berusaha terlihat tenang sementara matanya terlihat pasrah dengan tatapan datar. Membuat keributan hanya membuat kegaduhan yang berefek kerumah-rumah tetangga, karena itulah Melfissa memutuskan untuk tenang dan menahan amarahnya.

“Baiklah, aku nggak mau sembunyiin apa-apa lagi, seperti yang bisa kauu lihat sendiri, Melfi. Kami pacaran sekarang, jadi sebaiknya kau pergi dari hadapan kami!” Betty menegur Melfissa dengan nada angkuh, seakan-akan dia tidak tidak menganggap eksistensi Melfissa. Dia lalu mengaitkan lengannya ke lengan Adrian dengan tatapan yang memprovokasi kepada Melfissa, seolah menyatakan kalau dia telah berhasil merebut pacarnya.

Melfissa hanya menatap mereka dengan tatapan datar hingga akhirnya dia menatap Aidan dengan tatapan tajam, di dalam pikirannya bermacam-macam pertanyaan dan penyesalan berhamburan, " Mengapa aku bisa jatuh cinta dengan pria bajingan ini" atau " hampir saja aku ditipu lebih jauh olehnya" dan masih banyak lagi.

“Aidan, apa aku ada salah denganmu? kenapa kau melakukan hal ini? Dan juga kenapa harus dengan Betty? jawab aku? apa selama ini kau hanya menganggapku mainan yang bisa kau perlakukan sesukamu? jawab aku..."

Aidan menyeringai sinis sambil menyilangkan tangan di dadanya. "Melfi, aku rasa ini saatnya kita berhenti berpura-pura. Hubungan ini? Hanya buang-buang waktu. Aku sadar, kau bukan tipe yang cocok denganku. Kau terlalu... biasa saja."

Melfissa terdiam, mencoba mencerna kata-kata itu. "Biasa saja? Apa maksudmu?"

Aidan mendekatkan wajahnya, suaranya merendah namun penuh ejekan. "Kau tidak punya ambisi, tidak punya gaya, tidak bisa menambah kepopuleran ku, dan terus terang saja, aku sudah bosan. Aku butuh seseorang yang bisa membuatku bersinar, bukan seseorang yang hanya menjadi bayanganku."

"Apa maksudmu? Aku masih belum paham" tanya Melfissa

Rasa jijik jelas terpancar di wajah tampan Aidan saat dia menjawab dengan menggelengkan dan menggaruk kepala dengan malas. Kemudian, dia menyeringai dingin dan berbicara dengan nada penuh keangkuhan, "Melfi, sepertinya kau menjadi bertambah bodoh yah... Baiklah, biar kuberitahu alasan sebenarnya, sejujurnya, aku mendekatimu dulu hanya karena bertaruh dengan beberapa temanku. Siapa suruh kamu sok jual mahal? menolak banyak cowok dan akhirnya berpacaran denganku yang ganteng ini" ucap Aidan dengan narsis.

"Begitu yah...Selama kita berpacaran kau hanya berpikir untuk menikmati tubuhku saja yah... " ucap Melfissa yang mengangguk-anggukan kepalanya dan kemudian seringai tipis muncul dari sudut bibirnya.

Melfissa mengangguk dan kemudian memasang senyum manis dan menatap kearah Aidan. “Baiklah kalau begitu, hubungan kita mending berakhir disini saja"

Aidan hanya terdiam dan tidak mengatakan apapun. Sebaliknya, Betty yang berada disamping tubuhnya mengeluarkan sepatah kata-kata pembelaan dan perintah untuk mengusir Melfissa keluar dari kamar itu. " Yasudah pergi sana, dan seharusnya sudah sejak lama kau pergi dari hidup Aidan!"

Melfissa tidak bergerak dan tetap menatap lurus ke arah Aidan.

"Apa lagi yang kau tunggu...pergi sana!!"

Aidan yang tak mampu ditatap terus menerus oleh Melfissa, akhirnya melemparkan sebuah bantal yang akan mengenai Melfissa jika Melfissa tidak menghindar.

"Betul itu...Pergi sana....Grrrr...!!"

Betty mengatupkan giginya dan tanpa sadar mengeluarkan suara gerangan layaknya seekor anjing.

Melihat situasi makin memanas, Melfissa tidak bisa menahan diri untuk menambahkan, "Tentu saja aku akan pergi dari sini, tapi apa kau tidak melupakan sesuatu?" tanya Melfissa. Dibanding menahan luka karena apa yang terjadi hari ini, dia lebih memilih untuk berjuang sampai akhir dan keluar dari rumah pacarnya ini sebagai pemenang dan bukan sebagai seorang wanita menyedihkan yang tubuhnya terkulai lemas.

"Apa kau bilang? Aku melupakan sesuatu? Apa maksudmu?" Aidan mengerenyitkan dahinya merasa ada yang salah dengan gadis dihadapannya itu.

" Aidan....Aku pikir kau lebih pintar dariku," Melfissa mengeluarkan Handphone dari dalam tas miliknya dan mengayun-ayunkannya di hadapan Aidan. "Apa kau tidak bertanya-tanya kenapa aku tidak langsung melabrakmu sebelumnya dan malah menunggu kalian sampai selesai membuat anak seperti sepasang babi hutan itu? Atau mungkin kau berpikir kalau aku hanyalah wanita gila yang tidak terpengaruh dengan tontonan seperti itu?"

"Apa maksudmu sebenarnya? Jangan bilang---"

"Hahaha!!! Baiklah aku tidak akan basa basi, aku ingin kau memberikanku kompensasi atas semua ini dan kita putus lalu anggap saja ini semua tidak pernah terjadi. Lalu pertanyaannya, dengan qpa kau akan membayar kompensasi, tuan Aidan yang amat sangat tampan" ujar Melfissa dengan Sarkas.

Hati Melfissa terasa senang saat melihat ekspresi Aidan yang terpojok karena rencananya.

“S-Satu juta Rupiah! Aku akan memberimu satu juta asal kau tidak menyebarkannya ke orang lain ”balas Aidan yang tertegun dan kaget melihat ekspresi Melfissa yang berubah begitu cepat.

"Satu juta rupiah!? wow... kau benar-benar lebih memilih mempertaruhkan uang sebanyak itu daripada membeli jam tangan yang sudah lama kamu inginkan? Aku sungguh tak bisa mengerti cara pikir anak orang kaya sepertimu," keluh Melfissa sambil memegangi kepalanya yang terasa pusing. "Baiklah kalau begitu. Tapi kau tak akan belajar dari kesalahan kalau aku tak mengajaraimu dengan baik, jadi tambahkan lagi nominalnya, 500K mungkin!?" Melfissa melontarkan senyum manis, matanya berbinar membayangkan bisa mendapatkan IDR 1.500K dengan mudah.

"Hah!" Aidan masih merasa kaget dengan ucapan Melfissa yang bukannya frustasi malah berlagak seperti seorang penagih hutang.

"Kenapa? Ada masalah? Kalau mau putus yasudah putus saja, berikan uang milikku dan aku akan pergi" ucap Melfissa dalam pikirannya.

Wajah Aidan berubah menjadi pucat seketik.

Ekspresi kaget terlukis jelas di wajah Aidan. "Sejak kapan gadis ini berubah menjadi gadis matre? Ternyata dia hanya perempuan yang tergila-gila dengan uang! Dia masih bisa tersenyum begitu manis setelah melihatku bermesraan dengan wanita lain di depannya? apa dia mas*kis? Lalu, dia bahkan berani menyebarkan skandal ini ke medsos bahkan mengancamku dan meminta uang bagiannya! Apa selama ini dia memang tidak pernah punya perasaan kepadaku?" gumam Aidan dalam hati, kebingungan dan tercengang.

"Dasar cewek Sialan! Bagaimana bisa ada makhluk yang tidak tahu malu seperti kau ini!?" Bentak Aidan. "Apa kau tidak punya rasa malu sedikitpun!?"

Betty yang berada disamping Aidan juga turut menjadi kesal. "Melfi, kau masih punya rasa malu, nggak!"

“Tentu saja, harga diriku jauh lebih tinggi, tidak seperti seorang wanita yang rela menjual dirinya hanya untuk merebut pacar orang lain,” jawab Melfi dengan nada sarkastis, sambil tetap tersenyum manis. “Tak masalah jika kamu tidak ingin membaginya denganku. Kau pelit sekali, menyimpan semua uang taruhan itu untuk kau sendiri. Hati-hati, siapa tahu karma buruk akan segera datang kepadamu!” Melfi berkata santai, kemudian berbalik meninggalkan ruangan tanpa mengambil uang sepeser pun. "Oh, satu hal lagi, gadis sepertimu tak pantas berbicara tentang rasa malu atau harga diri denganku!" ucap Melfi dengan tatapan tajam ke arah Betty sebelum akhirnya pergi keluar.

"Ehem Ehem...diberitakan dari sebuah video amatir terlihat dua sepasang mahasiswa yang sedang selingkuh saling bercumbu didalam kamar" Melfissa mengimpersonate suara pembawa berita setelah ia pergi keluar kamar.

Dalam sekejap Aidan keluar dari dalam kamarnya. "Aku bayar...ok aku transfer sekarang yah." ucapnya dengan panik.

DING!

SALDO SEBANYAK 1.500.000 TELAH MASUK DI REKENING ANDA

“Baiklah, mulai sekarang kita putus dan tidak ada hubungan apa-apa lagi diantara kita berdua" ucap Melfissa setelah melihat notifikasi di Handphone nya.

Wajah mereka berdua memucat sebagai tanggapan.

Melfissa tersenyum dan kemudian pergi meninggalkan mereka berdua.

***

Kota Arunajaya ramai dengan lampu-lampu jalanan dan lampu-lampu kendaraan. di sisi lain jalan, seorang gadis berjalan diatas trotoar, dia adalah Melfissa geraldine. Seluruh wajahnya menjadi pucat setelah mengalami kejadian yang menyakiti hatinya. Dia lalu mengambil handphone dari dalam tas milknya dan menghubungi seseorang. Setelah ia menyelesaikan panggilan telephonenya, ia lalu berjalan ke arah Bar yang tidak jauh dari tempatnya berpijak sekarang.

Bar di jantung Kota Arunanjaya itu penuh sesak dengan suasana gaduh yang kurang pantas. Di atas panggung, para penari yang memikat dengan riasan tebal mengedipkan mata dengan penuh godaan sambil memutar pinggang mereka yang lentur, seperti ular air yang menari. Gerakan mereka memancing sorakan riuh dari penonton yang terpesona.

Musik bernuansa romantis berdentum keras, sementara aroma tajam alkohol memenuhi udara bersamaan dengan nafas dari orang-orang.

Tempat itu adalah surga bagi mereka yang ingin menikmati alkohol dan wanita, sebuah tempat kesenangan, sekaligus pelarian bagi mereka yang tengah dilanda stres dengan masalah masing-masing.

Di depan meja bar, wajah Melfissa memerah seiring dengan setiap tegukan alkohol yang ia minum dari gelas demi gelas.

Melfissa tampak tenang tentang perpisahannya dengan Aidan karena perselingkuhannya, hatinya masih terasa sedikit sakit. Bagaimana pun juga, ini adalah pertama kalinya dia merasa sakit hati karena diselingkuhi.

“Sudah sudah...yang berlalu biarlah berlalu. Minumlah sepuasnya biar aku yang bayarkan tagihanmu.” ucap Kakak perempuannya Melfissa, Lala. Dia menepuk-nepuk punggung Melfissa dan memasang senyum manis namun dibelakang dia diam-diam memasukkan sebuah pil ke dalam gelas sambil mendorongnya untuk minum lebih banyak lagi.

"Berisik! Jangan ganggu aku... jangan ganggu waktu tenangku!" bentak Melfissa dengan nada dingin sambil mendongak, meneguk minumannya hingga habis.

"Sial! Kalau bukan karena harus meminjam uangmu untuk membayar tagihan minuman, siapa juga yang mau duduk di sini bersamamu seperti ini!" umpat Melfissa dalam batinnya. Sebenarnya ia bisa membayarnya pakai uangnya sendiri, namun disisi lain ia tidak ingin membuang2 uangnya hanya untuk hal seperti ini saja. Ia lebih memilih menyimpan uangnya untuk keperluan mendesak nantinya.

Sejak ibu Melfissa meninggal, hidupnya berubah drastis. Ayahnya menikahi wanita lain yang membawa serta anak perempuannya, Lala, ke dalam keluarga mereka. Selama empat hingga lima tahun mereka tinggal bersama, hubungan antara Melfissa dan Lala tidak pernah harmonis. Lala adalah tipe gadis yang melakukan apapun dengan bebas. Bahkan teman-temannya adalah orang-orang nakal yang sering membuat hal yang abnormal atau bisa dibilang hal yang buruk di lingkungan masyarakat.

Satu hal yang membuat Melfissa semakin tidak nyaman adalah cara hidup Lala yang sembrono

Lala kerap mengganti pacar seolah-olah itu adalah hal yang biasa, bahkan terkadang lala melibatkan Melfissa dalam urusan dengan mantan-mantan pacarnya. Sebagai seorang gadis yang tinggal serumah dengannya, Melfissa merasa sangat malu.

Dan sekarang, dia tidak punya alasan lain memanggil saudari tiri itu kecuali agar bisa membayar minumannya sekarang. Awalnya ia hanya iseng menelpon Lala, tapi ia tidak menyangka kalau Lala akan mentraktirnya minum.

Lala menatap Melfissa dengan tatapan penuh kebencian saat Melfissa duduk di bar, tampak tenggelam dalam segelas alkoholnya. Amarah Lala mendidih melihat sikap acuh tak acuh Melfissa yang tampaknya tidak memperhatikan kehadirannya sama sekali. "Jalang ini!" gumamnya dengan marah, suara mendesis di balik bibirnya. "lihat saja, kau akan menderita sebentar lagi."

Lala memandang dengan penuh kepuasan saat Melfissa memesan beberapa gelas alkohol tambahan dari bartender, dan mungkin tidak menyadari dampak dari tindakannya. Dengan langkah ringan dan gerakan hati-hati, Lala menghilang ke sudut gelap di dekat pintu masuk bar, menyembunyikan dirinya dari pandangan. Di sana, di balik kerumunan yang ramai dan suara gaduh, Lala tersenyum dengan bangga. Ia memikirkan rencana-rencananya dengan penuh keyakinan, merasa puas bahwa rencananya untuk membuat Melfissa merasakan kesusahan mulai berjalan sesuai dengan keinginannya.

Dalam kegelapan sudut itu, Lala memerhatikan Melfissa dengan mata tajam, menatapnya dengan banyak siasat dipikirannya untuk menjebak Melfissa. Hingga akhirnya segerombolan pria berbadan besar berjalan mendekatinya.

"Jadi, yang mana cewek cantik yang kau katakan sebelumnya" tanya seorang pria yang mendekat kearah Lala.

"Lihatlah! gadis yang sedang minum itu, itulah gadis yang kumaksud"

"Wow! kau memang mucikari yang hebat, nona. Bagaimana kau bisa menemukan gadis itu?"

"Cukup basa-basinya, jadi bagaimana menurutmu? Dia adalah saudari perempuanku. Dia cantik, iya kan? Aku tidak akan mematok biaya mahal, berikan saja aku lima juta rupiah dan kau bisa menikmati tubuh adikku sampai kapanpun kau mau."

Sambil berbicara, Lala menunjukkan foto Melfissa yang diambil secara sembunyi-sembunyi, foto yang menggambarkan Melfissa sedang memakai pakaian dalam. Dia tahu bahwa pria-pria itu terdesak, memiliki utang besar kepada rentenir, dan sangat membutuhkan solusi untuk masalah mereka. Dengan menawarkan Melfissa, Lala memanfaatkan situasi mereka yang putus asa, ia menduga bahwa selain menikmati tubuh Melfissa, mereka juga berencana menjual Melfissa ke pasar gelap untuk melunasi utangnya, selan itu, Lala juga mempunyai utang yang banyak dengan teman-temannya, karena itulah dia memanfaatkan Melfissa agar bisa mendapat banyak uang.

Setelah menunjukkan semua perbuatan jahat itu, Lala sama sekali tidak merasa bersalah. Dia menganggap Melfissa sebagai orang yang tidak beruntung karena putus cinta dan ingin mabuk semalaman. Dalam benaknya ia berpikir bahwa jika Melfissa telah memutuskan untuk mabuk di tempat umum sendirian, maka dia harus menanggung sendiri akibatnya.

"Hahaha kau memang seorang kakak yang breng***, bahkan adikmu sendiri mau kau jualkan pada orang lain"

"Diamlah! Aku tidak peduli dengannya, pokoknya cepat berikan aku uang bayarannya sebelum aku menaikkan harganya menjadi lebih tinggi!"

“Baiklah, ini uangnya!” Pria itu mengeluarkan sejumlah uang dan kemudian memberikannya kepada Lala.

"Banyak sekali...sebelumnya aku sudah menebak kalau wanita itu bisa membuatku berlimpahan harta, tapi aku tidak menyangka aku akan mendapatkan sebanyak ini...."Ucap Lala dengan tertawa terbahak-bahak saat memegang lembaran uang kertas itu.

Di sisi lain, Melfissa duduk di bar dengan pandangan mata yang sedikit buram. Alkohol mengalir dalam tubuhnya, tetapi dia belum sepenuhnya kehilangan kesadaran. "Sial!" gumamnya dengan suara berat. " Apa-apaan ini..! Kenapa semua pria hanya suka pada gadis yang suka menebar pesona!" Melfissa melemparkan pandangan kesal ke arah gelasnya, menggigit bibirnya dengan frustrasi dan membanting tangannya keatas mejanya

"Jika saja dia bisa menahannya sampai hatiku siap, sudah pasti hal seperti ini tidak akan pernah terjadi," lanjutnya, berbicara kepada dirinya sendiri, suara marah dan getir bercampur jadi satu. "Aku benar-benar bodoh karena menyukai buaya busuk seperti itu," tambahnya dengan menggeleng-gelengkan kepalanya, berusaha melumpuhkan ingatannya tentang dia.

Kepalanya terasa berat, tapi kesadaran akan rasa sakit emosional lebih menyiksa daripada efek alkohol. Ingatan tentang Aidan, tentang kekecewaan dan pengkhianatan, itu semua membuatnya kesal dan marah.

Dalam kesedihannya ia mengingat kembali awal pertemuannya dengan Aidan. Tas sekolah yang Melfissa gendong waktu itu secara tak terduga robek karena memang sudah usang. Dan disitulah Aidan datang dengan senyum lembutnya menolongnya dan mengajaknya pergi ke mall untuk membeli tas baru.

Hanya itu sajalah kenangan baik yang ia miliki dengannya dan terpahat didalam hatinya, dan Melfissa juga tidak menyangka bahwa hubungannya akan berakhir seperti ini.

Selama ini Melfissa selalu memblokir kontak mahasiswa lainnya yang mencoba ngobrol dengannya, tentu saja alasannya karena ia hanya ingin menjaga hati Aidan. Namun pada akhirnya Aidanlah menjadi satu-satunya orang yang menghianati hubungan percintaan mereka.

Melfissa berdiri dan meletakkan gelas berisi alkohol yang baru saja ia minum itu keatas meja. Ia berencana membasuh wajahnya di toilet agar kembali segar dan mencoba menghindari mabuk. Namun, karena efek minumannya terlalu tinggi, Melfissa merasa mabuk, tubuhnya tersandung saat hendak pergi dari tempat duduknya. Saat dia tersandung ke depan, dia terpeleset dan menabrak tubuh seorang pria.

Pria muda itu tampak seperti berusia sekitar awal 20-an. Meski begitu dadanya cukup bidang dan keras layaknya tembok, dan tidak ada tanda-tanda terkejut dari raut wajahnya.

Melfissa terpana melihat sosok pria yang berdiri tegap itu. Dia adalah pria yang sangat mempesona, dengan fitur wajah yang tampak seperti terpahat sempurna—rahang tegas, hidung lurus, dan mata tajam. Penampilannya begitu halus, berkelas, dan berkarisma, layaknya seorang pangeran dari kerajaan dongeng. Rambut panjangnya terurai dengan elegan, berkilau di bawah cahaya redup bar, tetapi berbeda dari gambaran pangeran yang biasanya berambut pirang atau cokelat, rambut pria ini berwarna hitam pekat seperti malam.

Melfissa tidak bisa mengalihkan pandangannya, seolah ada sesuatu yang memaksanya untuk terus memerhatikan setiap gerakan pria itu. Namun, meski tampak mempesona, ada sesuatu yang janggal pada sosoknya. Sepasang mata pria itu, terlalu tajam dan dingin, terlalu tidak ramah untuk menyatu dengan keanggunan wajahnya. Kilatan ketidaksenangan atau mungkin kelelahan membuat keseluruhan citra sempurnanya hampir saja merusak citra dirinya.

Dia adalah pria yang anggun sampai-sampai acuh tak acuh kepada orang lain. seakan-akan ia menganggap dirinya berada diatas orang-orang itu.

Sepasang mata dingin pria itu menatap Melfissa dengan tatapan jijik. Dia berpikir kalau Melfissa adalah seorang wanita penggoda yang mencoba merayu dirinya, dan dia sangat membenci wanita seperti itu yang mengorbankan tubuhnya demi mendapatkan keuntungan.

Saat lelaki itu menatap mata Melfissa, sebuah kata terlontarkan…

"Menjijikan!" ucap pria itu dengan tatapan jijik dan berjalan pergi dari sisi Melfissa.

Melfissa yang tidak terima disebut "menjijikan" itu mengejar dan memanggil pria itu untuk berhenti.

"Tunggu, apa maksudmu memanggilku menjijikan, Hah!!!" Seru Melfissa.

Pria itu berbalik melihat asal suara itu namun mendapati Melfissa yang tersandung untuk kedua kalinya dan menabraknya.

BRUK

Tanpa Melfissa sadari ia sudah berada dipelukan pria itu dan keempat mata yang saling bertatap itu sekilas dipenuhi pancaran pesona yang memikat masing-masing insan diantara mereka berdua. Melihat wajah putih mulus dan tampan milik Adrian membuat wajahnya berubah menjadi merah merona karena malu. Saat melihat wajahnya dari dekat dia sungguh terpesona dengan pria itu. Hatinya berdegup kencang seperti deburan ombak dilautan. Dan tak lama kemudian, tatapan mata Melfissa tertuju kepada name tag yang ada di kemeja hitam pria itu..

"Adrian Valerian"

Nama yang cocok buat pria bertampang pangeran itu. Dan tanpa sadari, Pria inilah yang akan membuat kehidupan Melfissa menjadi kehidupan yang diimpikan, namun juga dihindari banyak orang.

Terpopuler

Comments

Lauren Florin Lesusien

Lauren Florin Lesusien

𝚔𝚘𝚔 𝚖𝚞𝚛𝚊𝚑 𝚊𝚖𝚊𝚝 𝚝𝚑𝚞𝚛 𝚜𝚊𝚝𝚞 𝚖𝚒𝚕𝚒𝚢𝚊𝚛 𝚐𝚒𝚝𝚞 𝚝𝚑𝚞𝚛 𝚜𝚎𝚔𝚊𝚕𝚒𝚗 𝚑𝚊𝚕𝚞 𝚐𝚒𝚝𝚞

2025-05-19

0

Merlani Hidayat

Merlani Hidayat

murah amat kompensasi cuma 1 juta thor

2025-05-18

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!