BAB 2

...Berpisah...

Tania adalah sahabat terbaikku dari kami menginjakkan kaki di depan kelas sebuah TK ternama di kota Jakarta. Dia gadis yang cantik, imut, dan ceria. Dia mengajakku berkenalan terlebih dulu. Dia juga yang mengajakku bermain dan kami selalu tertawa bersama.

Bak sahabat pada umumnya, kami juga sering sekali berselisih faham, mulai dari pakaian, parfum, sampai memperdebatkan seorang lelaki baik atau tidak. Tapi baru sebentar beradu mulut, kami pasti akan langsung akur kembali.

Tak pernah bisa marahan sampai lebih dari tiga jam. Seperti itulah perjalanan persahabatan kami hingga kini kami berada di detik2 terkahir perpisahan Sekolah Menengah Atas (SMA). Dalam pertama kalinya kami harus berpisah karena cita-cita kami yang berbeda.

Tania sangat terobsesi dengan mimpinya menjadi seorang designer, sedang aku yang selama ini mengagumi bangunan dan hobiku menggambar, tentu menjadi arsitek adalah impian terbesarku. Maka dari itu, kami terpaksa harus berpisah demi mengejar mimpi-mimpi itu.

“Tan, lu yakin mau kuliah di Paris?" tanyaku sedikit khawatir.

"Yakin, Si" jawab Tania, tegas.

"Yakin bisa hidup sendiri di sana?” tanyaku sambil meringis menautkan alis kiri dan kananku.

“Yakin lah! Harus yakin! Demi impian gue selama ini, gue pasti bisa kok, Si. Lu jangan bikin gue down dong, lu harusnya semangatin gue ih!” gerutu Tania sambil memelas, memanyunkan bibirnya.

Aku hanya tersenyum dan memeluknya, “Iyah, maafin gue yah. Abisnya kan lu anak manja yang gak pernah jauh dari keluarga lu dan juga gue, gue cuma khawatir sayang”.

Terdengar suara isakan, Tania menangis. “Iyah, gue emang anak manja, Si. Gue sempet mikir sih nanti gue bakal kayak gimana. Tapi mungkin ini kesempatan gue buat belajar mandiri, Si” ucapnya sambil cemberut, kemudian mengusapkan jari mungilnya di pipi untuk menghapus jejak air mata yang sempat mengalir.

Aku semakin mengeratkan pelukanku, aku sangat menyayanginya. Aku anak tunggal, jadi aku anggap Tania sebagai adik, karena aku lebih tua enam bulan dari Tania, tapi tak jarang dia juga mampu berlaku sebagai kakakku.

"Iyah sayang, lu pasti bisa kok. Kalau lagi libur juga nanti kita bisa saling ngunjungin, kan dari Jerman ke Perancis atau pun sebaliknya gak sejauh kita pulang ke Indonesia, paling sekitar 1jam naik pesawat, jadi kita bisa sekalian liburan bareng deh, keliling Eropa nanti kita" aku lanjut tertawa kecil untuk menenangkannya. "Heheee..."

Tania pun semakin memeluk tubuh gempalku. "Hmmm Siiiiii, makin sayang gue sama lo. Andai kak Akshan jadi sama lu, bisa jadi sodara beneran ya kita"

Seolah tanpa beban, gadis berambut cokelat itu mengucapkannya sembari nyengir memperlihatkan giginya yang putih, dihiasi gingsul yang membuatnya semakin terlihat manis.

Aku hanya diam dan tersenyum tipis mendengar ucapan Tania. Dia tahu seberapa besar aku mengagumi kakaknya. Di dinding kamarku tertempel banyak sekali poster kak Akshan, bahkan saking gilanya aku sempat membuat poster bergambar kak Akshan dengan tinggi dan besar yang sama seperti bentuk tubuh aslinya.

Aku selalu merasa geli mengingat hal itu. Untungnya tidak lama aku mengalami kegilaan itu. Untung juga aku taruh gambarnya di dalam lemari, kalau tidak, mungkin kakek dan nenek akan benar-benar memasukkanku ke dalam rumah sakit jiwa.

Walau sering bertemu kak Akshan karena aku sering ke rumah Tania, bahkan menginap di sana, tapi tetap saja aku selalu bergetar dan hatiku serasa melayang saat bertemu kak Akshan, apalagi saat-saat kami berjalan bersama, rasanya mau terbang ke bulan. Fans yang sangat sukses!

Tania selalu tahu saat aku senang atau pun sedih hanya dengan melihat mataku, begitu pun aku, aku sudah hafal dengan segala tingkah gadis manja itu. Melihat ada sesuatu yang berbeda, kami langsung mengerti apa yang sedang kami fikir dan rasakan.

“Gue gak mungkin lah Tan bisa sama kak Akshan, badan gue aja kayak badak begini. Jangankan dibandingin sama artis-artis cantik yang suka deketin dia, sama penggemarnya yang lain aja jauh. Hmmm…” desahku yang mencoba sadar diri.

Ya, aku sadar akan diriku yang dilihat saja mungkin tidak begitu enak dipandang. Wajahku mungkin memang lumayan cantik, dengan kulit putih dan tinggiku juga bisa dibilang semampai.

Tapi bobot tubuhku yang berlebih, mana ada yang mau padaku. Apalagi kak Akshan yang selalu dikelilingi wanita-wanita cantik dan seksi. 'Udahlah, gak usah mimpi!' batinku berteriak ngilu.

"Gue dianggap sebagai adiknya sendiri aja udah bangga kok, udah senengnya pake banget.. dia ramah dan bahkan gak malu jalan sama gue, itu udah bahagianya nget nget nget, Tan.. gue juga bisa dibilang fans yang paling beruntung karena bisa sedeket ini sama kalian.. hehe..”

Aku tersenyum dan Tania pun mengangguk tanda setuju, atau mungkin tak tahu lagi apa yang harus dia ucapkan, melihat mimik mukanya yang datar tak terartikan.

---

Beberapa hari telah berlalu, acara perpisahan kelas dua belas di sebuah gedung mewah sudah sukses digelar oleh sekolah, dan kini saatnya berpisah. Kami saling menangisi kepergian masing-masing.

Aku sedih karena harus merelakan sahabatku hidup sendiri di negara orang dan otomatis akan membuatku selalu khawatir padanya, sedangkan aku di Jerman akan tinggal di asrama dan masih luamayan dekat dengan kediaman kedua orangtuaku.

Ya, mereka memang tinggal disana setelah aku lulus SD. Aku tak ikut mereka karena merasa sudah betah di Jakarta, dan tentu saja alasan terbesarku adalah karena persahabatanku dengan Tania, tidak akan mudah mendapatkan sahabat seperti dia di sana.

Kemudian kami memutuskan untuk aku tinggal bersama nenek dan kakekku, karena memang sebenarnya, selama ini pun kami tinggal di rumah mereka. Kakek dan nenek hanya memiliki ibu dan om Ijal sebagai anak mereka.

Om Ijal adalah adik ibuku, yang saat itu masih berkuliah di luar negeri, membuat nenek sedikit lebih posesif pada ibu, apalagi setelah kelahiranku. Ia tak ingin jauh dari putera puterinya, ya, orang tua mana yang menginginkan hal itu.

Tapi setelah aku memasuki Sekolah Menengah Atas, nenek dan kakekku lebih sering berpetualang menikmati masa tua mereka. Tentu dengan effort yang lumayan agar nenek mau menjalani petualangan itu bersama kakek.

Karena aku yang sudah dirasa cukup dewasa juga, dapat memilah mana yang baik dan yang buruk untuk dilakukan, dan juga atas dukungan keluarga Tania yang selalu siap menampungku di kala aku sendiri. Jadi lah nenek berhasil luluh.

Aku senang dan sangat mendukung mereka, mereka pantas melakukannya, berkeliling dunia. Mereka selalu romantis walau kadang berselisih, tapi aku tahu mereka selalu saling mencintai, karena lima menit kemudian juga mereka baikan lagi. Ahh, aku makin penasaran. Apakah aku bisa seperti mereka nanti? Tua bersama dalam bahagia. Dengan siapa tapi yah?

Ayah dan ibuku juga sama saja seperti orangtuanya, meskipun mereka selalu sibuk dengan kegiatan masing-masing, tapi mereka selalu mencoba meluangkan waktu untuk setidaknya sarapan dan makan malam bersama setiap harinya.

Walau setelah itu tak jarang juga ibu kembali ke rumah sakit dan ayah yang juga kembali ke kantor. Mereka sering sekali lembur. Tapi aku senang mereka selalu terlihat harmonis dan saling menyayangi satu sama lain. Semoga selamanya akan terus seperti itu.

Terpopuler

Comments

Bundanya Alvhia

Bundanya Alvhia

tutur katanya jangan ke gitu Thor maap

2022-06-25

0

Diana Susanti

Diana Susanti

lanjuuuut kak

2021-08-15

1

Fatma ismail

Fatma ismail

lnjuy bc lg

2021-02-01

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!