*** Cerita ini adalah cerita yang sebelumnya telah di publish di novel Shameless Prince\, namun untuk mengerti tentang karakter dan tokoh dalam Novel ini\, saya akan menceritakan sedikit ceritanya sehingga bagi yang membaca novel ini tanpa membaca novel sebelumnya akan mengerti\, Jika Anda telah membaca dari Novel sebelumnya\, silakan langsung membacanya dari BAB 1 - Permainan dimulai. ***
_____________________________________________________________
Jonathan tersenyum, dia kembali duduk di sofanya itu, memandang Jenny yang jaraknya tak terlalu jauh darinya.
"Ya, mungkin dia akan marah jika dia tahu kau tidur di ranjangnya," kata Jonathan santai sambil memakan sedikit cemilan di dekat sofanya.
"Ha? Benarkah? kalau begitu aku akan keluar dari sini," kata Jenny langsung menyingkap selimutnya, dia tak mau tidur di bekas wanita lain, apa lagi wanitanya seperti wanita penggoda itu, pikirnya.
Melihat tingkah Jenny yang langsung berdiri dengan baju kebesaran membuat Jonathan jadi tertawa kecil, ternyata wanita ini sangat cantik, bahkan dengan baju yang sangat kebesaran itu, dia masih saja terlihat menggoda.
"Tidak, aku hanya becanda, untuk apa dia tidur di sini," kata Jonathan lagi pada Jenny.
Jenny menyipitkan matanya, lalu semua masuk akalnya, untuk apa wanita itu tidur di sini, seharusnya bukannya mereka tidur bersama, tiba-tiba saja Jenny merasa jijik membayangkan Jonathan dan wanita itu tidur bersama.
"Ya, tentu, dia seharusnya tidur dengamu kan? Bodohnya aku," kata Jenny dengan senyuman sedikit menyindir, Jonathan mengulas senyum namun dahinya sedikit bertekuk.
Jonathan lalu berdiri, sedikit berjalan mendekati Jenny yang tiba-tiba saja terdiam, namun Jonathan tak melanjutkan langkahnya lebih jauh, hanya mendekat agar bisa melihat raut wajah Jenny lebih jelas.
"Nona Jenny, aku mungkin punya banyak pasangan, namun aku pria yang seperti ada dalam pikiranmu, aku tidak akan tidur dengan sembarangan wanita, dan jika aku ingin melakukannya, aku hanya akan melakukannya dengan wanita yang menurutku pantas, itu saja yang harus kau tahu dariku, selamat tidur," kata Jonathan lagi meninggalkan Jenny yang hanya bisa diam menatap punggung Jonathan yang menghilang dibalik pintu yang tertutup.
Jonathan tidak tidur, dia sedang mengurusi pekerjannya yang dia tinggalkan beberapa hari ini untuk bisa ada di negara ini, dia sedang melakukan konfrense dengan asistennya di negaranya untuk memberikan beberapa keputusan dan instruksi, tiba-tiba bel ruangan kamarnya berbunyi, mengusiknya sejenak.
"Sebentar," kata Jonathan yang segera bangkit, dia lalu menuju ke pintu utama hotelnya, membuka sedikit, dia lalu melihat seorang pelayan yang membawakan gaun Jenny yang sudah di bersihkan dan juga telah terbungkus plastik.
"Gaunnya sudah di bersihkan Tuan," kata pelayan itu.
"Baiklah, terima kasih," kata Jonathan segera mengambil gaun itu dari pelayan yang segera memberikan salam pada Jonathan.
Jonathan menutup pintunya dengan perlahan, dia lalu memengang gaun hitam itu, dia berjalan menuju ke kamar Jenny, ingin mengetuk namun jika Jenny sedang tidur, maka itu akan menganggu tidurnya, dia lalu segera membuka pintu itu, perlahan saja mengintip ke dalam, melihat apa yang sedang dilakukan oleh Jenny, dan ternyata benar, wanita itu sedang meringkuk di bawah selimut sambil tertidur puas.
Jonathan meletakkan gaun itu di sofa yang tadi dia duduki, dia segera ingin keluar namun saat matanya menangkap wajah cantik Jenny sedang tidur, dia berhenti sejenak, seolah bagaikan magnet yang menarik Jonathan membelokkan arah tujuannya, dia segera mendekat ke arah Jenny, Jenny yang tertidur tampak begitu manis dan mengemaskan, Jonathan tanpa sadarnya mengelus rambut Jenny membuat Jenny terlihat mengeliat karena ulahnya, Jonathan hanya tersenyum manis melihat Jenny yang tertidur pulas, ada perasaan ingin melindungi wanita itu.
Jonathan kembali berdiri tegak, dia melihat ke arah tangannya yang tadi mengelus kepala Jenny, mengerutkan dahinya namun segera tertawa kecil, mengenggeleng-gelengkan kepalanya tak habis pikir, kenapa dia bisa begini jadinya? Pikir Jonathan yang langsung meninggalkan Jenny, sekarang dia tak yakin, siapa yang sudah terjebak sebenarnya.
Pintu kamar Jenny tertutup sempurna, Jenny membuka matanya, sebenarnya sejak Jonathan membuka pintu itu, Jenny pun sudah terbangun, suara plastik pembungkus gaun yang dia bawa cukup membuat Jenny yang sangat mudah terganggu tidurnya itu terbangun, namun dia tidak ingin Jonathan tahu dia sudah bangun, dia ingin melihat apa yang pria itu lakukan saat dia sedang tidur, pria seperti Jonathan itu biasanya selalu mengambil kesempatan, jadi dia ingin tahu apa yang dilakukan oleh Jonathan padanya.
Jenny terduduk, memegang kepalanya yang masih terasa sentuhan tangan Jonathan, entah kenapa sentuhan itu malah menyentuh perasaannya, kenapa rasanya sangat nyaman ketika Jonathan melakukan hal itu padanya, tidak boleh, Jenny tak boleh punya hati dengan pria model seperti Jonathan itu, pikirnya, Jenny sampai menepuk-nepuk pipinya, ayo sadar Jenny, pria playboy seperti itu, tak bisa diharapkan, sadar Jenny dalam hati, namun perasaannya sepertinya berkata yang lain, hingga dia menarik kembali selimutnya dan membungkus tubuhnya untuk menenangkan detak jantungnya yang tak karuan.
----***----
Matahari akhirnya menyingsing, sinarnya sudah memenuhi cakrawala, mencoba menghidupkan geliat di bumi, Jenny baru saja selesai memakai gaunnya, merapikan sedikit rambutnya, dan memoleskan lisptik berwarna merah ke orangean yang sangat membuat wajahnya cerah.
Pintu kamarnya terketuk pelan, Jenny segera memutar wajahnya melihat ke arah pintu, dengan suara lembutnya dia mengizinkan siapa pun di balik pintu itu untuk masuk.
Jonathan membuka pintunya, melihat ke arah Jenny yang sudah tampak bersiap, dia sudah sama cantiknya seperti semalam dia melihatnya, selama dia ada di dalam club malam itu, hanya Jenny yang bisa menarik perhatiannya, gadis itu terlihat ceria berinteraksi dan juga bercanda dengan beberapa temannya.
"Ehem, kau sudah ingin pulang?" tanya Jonathan yang merasa sedikit keberatan dengan hal itu.
"Ya, aku harus pulang segera, kalau tidak pamanku akan mengerahkan seluruh pasukan untuk mencariku," canda Jenny yang entah kenapa mulai keluar pada Jonathan, Jonathan hanya menaikan sudut bibirnya, masuk ke dalam kamar yang menyeruakkan wangi manis yang lembut, sangat membuat ketagihan.
"Aku akan mengantarkanmu," kata Jonathan lagi.
"Ha? Tidak perlu, tidak, jangan, maksudku, aku akan pulang sendiri saja," kata Jenny lagi, "Bagiamana keadaaanmu?" alih Jenny agar Jonathan tidak lagi membahas hal itu.
"Kenapa?" tanya Jonathan tak teralih.
"Tidak apa-apa, akan jadi masalah nantinya," kata Jenny dengan suara sedikit menurun, pamannya punya masalah dengan ayah Jonathan, jika tahu Jenny tadi malam pergi dengan Jonathan bisa-bisa pamannya akan marah besar, lagi pula itu juga bisa merusak nama baiknya jika ada yang tahu Jenny menginap di kamar Jonathan.
Jonathan mengerutkan dahinya, namun belum sempat dia berkomentar dengan kata-kata Jenny, ponsel Jenny berdering, membuat perhatian Jonathan dan Jenny langsung tertuju pada ponsel yang ada di atas ranjang itu, Jonathan segera mengambil ponsel yang memang lebih dekat dengannya, dia melihat layar ponsel Jenny, nama Anxel terpampang di sana.
"Anxel?" tanya Jonathan melihat ke arah Jenny.
Jenny langsung membesarkan matanya, dia segera manarik ponsel itu dari tangan Jonathan dan segera mengangkatnya dengan sedikit terburu-buru, Jonathan melihat tingkah Jenny sedikit mengerutkan dahi, siapa Anxel itu?
"Halo?" sapa Jenny.
"Halo, aku hanya ingin memberitahu kepadamu, kau harus menyisakan waktu untuk makan siang bersamaku, keluargaku akan mengundang keluargamu untuk makan siang bersama, ayahku langsung yang menelepon pamanmu, aku sudah mengatakan pada orang tuaku, tentang kita," kata Anxel segera.
"Kita?" tanya Jenny kaget, bagaimana Anxel bisa mengambil keputusan tanpa berbicara dengannya, tiba-tiba saja mengatakan hal itu pada orang tuanya.
"Ya, kenapa? bukannya kau juga tahu bahwa hubungan ini akan sangat menguntungkan untuk kita berdua?" tanya Anxel lagi sambil memukul-mukulkan ujung penanya pada status pasien di depannya, sejak pertemuan kemarin Anxel merasa akan sangat menguntungkan memiliki pasangan seperti Jenny, dia juga pintar.
"Ya, tapi kenapa tidak membicarakannya dulu? " tanya Jenny lagi.
"Karena itu siang ini lah aku ingin membicarakannya padamu, sekaligus bisa mempertegas hubungan kita jika kedua keluarga kita sudah bertemu," kata Anxel sedikit melirik pemandangan dari meja prakteknya yang serba putih itu.
"Oh, ok, baiklah kalau begitu," kata Jenny menggaruk-garuk dahinya, benar juga, untuk apa di tunda, hasilnya juga sudah tahu, keluarga mereka pasti sangat setuju dengan hubungan ini.
"Sampai jumpa saat makan siang," kata Anxel dengan senyum tipis.
"Sampai jumpa," kata Jenny, panggilan langsung terputus.
Jenny memandang ke arah kaca, tersentak terkejut melihat Jonathan yang berdiri tepat di belakangnya, sejak kapan dia ada di sana? Jenny terlalu kaget mendengar kabar tentang pertemuan keluarga untuk makan siang ini, tanpa sadar Jonathan masih di sana.
"Anxel? Huh?" kata Jonathan sedikit menaikkan alistnya.
"Oh, ya," kata Jenny salah tingkah dia ingin membalikkan tubuhnya, tapi jika dia lakukan, dia akan bertentangan langsung dengan Jonathan dan dia bisa merasakan jarak di antara mereka akan sangat dekat.
"Siapa dia?" tanya Jonathan lagi, tahu kekikukan Jenny yang sudah dia buat.
"Hanya anak pedana menteri," kata Jenny yang akhirnya bisa bernapas lega, dia membalikkan tubuhnya, mengambil barang-barangnya, lalu segera bersiap-siap.
"Ternyata wanita sama saja di mana-mana ya? jika ada yang punya kedudukan, meraka akan segera menempel," kata Jonathan menghempaskan tubuhnya ke sofa, entah kenapa merasa sedikit frustasi.
"Tentu, jika memiliki kesempatan untuk mendapatkan pria yang sempurna kenapa tidak, Anxel kandidat paling cocok untukku, dia punya kedudukan, wajahnya juga tidak terlalu buruk, tidak akan memalukan keturunan, keluarganya terpandang, ya, apalagi yang dibutuhkan seorang wanita selain itu semua," kata Jenny lagi melihat Jonathan yang hanya tersenyum menyindirnya. "Baiklah, terima kasih untuk pertolonganmu semalam, dan aku berharap kau cepat sembuh, berikan kunci mobilku," kata Jenny berdiri di depan Jonathan.
Jonathan memandang Jenny yang tampak begitu cantik, dia memasang wajah diamnya, merasa tak senang hanya di anggap seperti ini, ada dari kata-kata Jenny yang tadi menyingung hatinya, Anxel? Pria itu yang paling cocok untuk Jenny, itu artinya sama saja Jonathan tidak cocok untuk Jenny, bagaimana wanita itu bisa berpikir seperti itu.
Jonathan bangkit, merogoh sakunya, namun sesaat kemudian dia berhenti, melirik sekali lagi ke arah Jenny dengan tatapan yang begitu meluluhkan hati, membuat bahkan seorang Jenny bisa terdiam.
"Aku akan mengantarmu," kata Jonathan lagi.
"Ha? Tidak perlu, kau tahu, di sana ada paman dan sahabat pamanku, jika dia melihatmu akan … " kata Jenny kegelagapan karena Jonathan sudah pergi keluar dari kamarnya, Jenny mengikutinya.
"Akan apa? apa aku tak cukup pantas hanya untuk mengantarmu pulang, lagi pula di tempatku berasal, seorang pria harus bertanggung jawab membawa seorang wanita hingga sampai ke rumahnya, bahkan meminta maaf jika dia sudah membuatnya pulang terlambat, aku sudah membuatmu tidak pulang semalaman, karena itu aku akan minta maaf pada pamanmu," kata Jonathan.
"Jangan, kau tak tahu bagaimana buruknya hubungan pamanku dengan ayahmu," kata Jenny yang masih mencoba merayu Jonathan untuk menyerahkan kunci mobilnya.
"Aku tahu, kau kira aku tidak tahu, ayahku mencintai bibimu bertahun-tahun, dan akulah alasan kenapa ayahku mau menikahi ibuku, aku tahu itu semua, tapi itu tidak ada hubungannya denganku," kata Jonathan lagi.
Jenny yang mendengar itu sedikit terdiam, benarkah Jonathan tahu tentang masa lalu ayahnya dan bibinya.
"Karena itu aku ingin pamanmu tidak berpikir aku adalah pria yang tak bertanggung jawab, jika seadainya dia mengetahui bahwa semalaman ini kau bersamaku, dan tiba-tiba saja kau pulang sendirian, kira-kira apa yang akan dipikirkan keluatgamu tentangku?" tanya Jonathan lagi dengan sangat serius, tatapan matanya pun menyiratkan itu, Jenny tak bisa lagi berkata-kata, dia hanya menggigit bibirnya, dengan berat hati melangkah dan mengikuti Jonathan untuk turun ke lobby dan berjalan ke arah mobilnya.
Seperti yang dikatakan oleh Jonathan, mobil Jenny sudah bersih seperti sedia kala, tak ada bau lembab ataupun bawah, namun hal itu tak bisa membuat ketegangan Jenny menghilang, lagi-lagi dengan wajah sangat serius, Jonathan melajukan mobilnya ke istana.
Mobil Jenny terparkir sempurna di depan istana, dia menarik napas panjang sebelum melepaskan sabuk pengamannya sedangkan Jonathan sudah lebih dahulu keluar untuk membukakan pintu bagi Jenny.
Jenny segera keluar dari mobil itu, dia memperbaiki gaun malam yang sudah tak cocok dia gunakan untuk pagi ini. Dia melihat wajah Jonathan yang masih seserius tadi, mau tak mau dia tetap mengikuti Jonathan
“Aku sudah sampai, dan kau sudah mengantarku kan?" kata Jenny lagi, sedikit melirik ke segala arah, takut tiba-tiba pamannya muncul di sana.
"Benar," kata Jonathan lagi.
"Ya, sudah pulang sana," kata Jenny mulai kesal dengan sikap Jonathan.
"Pulang? kau kira aku pria apa yang mengantar seorang wanita di depan rumahnya lalu pergi begitu saja, aku akan memberikan penjelasan pada pamanmu," kata Jonathan.
"Tidak perlu, sudah, pulang saja," kata Jenny kesal.
"Tidak, aku pria yang punya prinsip," kata Jonathan lagi bersikeras.
"Ih, kau ini, ingin membuatku kena marah ya?" kata Jenny semakin kesal, namun setelah dia mengucapkan hal itu, terdengar suara yang tak asing ….
"Jenny?" suara Aurora terdengar sedikit kaget namun tetap lembut, Jenny yang mendengar itu langsung diam, Jonathan yang mendengar hal itu segera memalingkan wajahnya menuju ke sumber suara.
Aurora yang melihat Jonathan langsung kaget, apa yang Jonathan lakukan di sini? jangan-jangan Liam pun ada di sini.
"Bibi, maaf, dia memaksa sekali," kata Jenny langsung menemui ibunya itu. berdiri di sebelahnya.
"Selamat pagi Bibi, maafkan aku, tadi malam … " kata Jonathan ingin menjelaskan, namun dia berhenti ketika melihat Jofan keluar dari istana itu bersama seorang pria, Jofan seperti ingin mengantarkan pria itu keluar dari istana.
Jenny yang melihat pamannya keluar langsung membesarkan matanya, bukan saja kaget melihat pamannya namun juga kaget melihat pria di sebelahnya, Anxel? Bagaimana bisa dia ada di sini sekarang.
Jofan yang melihat Jenny mengerutkan dahinya, dari dandanannya tampak tak cocok untuk pagi hari, Anxel juga melihat ke arah Jenny, dia lalu memalingkan pandangannya ke arah pria yang ada di belakangnya.
"Anxel?" kata Jenny yang membuat Jonathan sedikit kaget, dia melihat pria itu, untuk masalah penampilan, jauh di bawah Jonathan tentunya.
"Anxel, katakan pada ayahmu, kami akan datang dengan senang hati, hati-hatilah, bukannya kau punya pasien yang mendesak tadi?" kata Jofan yang secara tak langsung mengusir dengan halus.
"Oh, baiklah, aku akan sampaikan, aku permisi dulu, Paman dan Bibi," kata Anxel mencoba bersikap sopan, dia lalu berjalan ke arah Jenny, melihat Jenny yang salah tingkah karenanya.
"Jangan lupa acara makan siang ini, keluarga kita akan bertemu," kata Anxel secara tidak langsung menegaskan pada Jonathan siapa yang sebenarnya mendapatkan wanita yang ada di tengah mereka ini.
"Oh, baiklah, hati-hati di jalan," kata Jenny dengan gugup, tak tahu harus berkata apa.
"Baiklah," kata Anxel dengan senyuman manisnya, matanya tajam menatap Jonathan, namun tak sedetik pun Jonathan gentar melihatnya.
Setelah memastikan Anxel pergi, Jofan baru mendekati Jenny yang tampak cukup salah tingkah, bingung harus berkata apa.
"Dari mana saja kau ini?" tanya Jofan melirik Jenny sedikit lalu sedikit memicingkan matanya melihat ke arah Jonathan.
Jenny baru saja ingin membalas pertanyaan pamannya ketika Jonathan tiba-tiba langsung buka suara.
"Selamat pagi Tuan, maaf, karena membuat Jenny tidak pulang semalaman," kata Jonathan langsung, suara beratnya yang sangat berkarakter itu membuat Jofan mengerutkan dahinya, cukup berani untuk langsung berbicara dengannya.
"Siapa kau?" tanya Jofan.
"Maaf ketidaksopanan saya, nama Saya Jonathan Medison," kata Jonathan dengan tegas menjulurkan tangannya.
Jofan semakin mengerutkan dahinya mendengarkan nama terakhir dari Jonathan, Medison, jangan-jangan?
Aurora segera mengambil alih, dia meletakkan tangannya di bahu suaminya, membuat bahu Jofan yang tadinya sudah naik, segera turun kembali, Jofan melirik ke arah Aurora.
"Dia anak dari Liam dan Melisa," kata Aurora pelan dan lembut pada Jofan agar emosi sang suami tidak naik.
Mendengar hal itu , Jofan segera melemparkan kembali tatapannya, kali ini lebih tajam ke arah Jonathan, Jenny yang melihat tatapan tajam itu menggigit bibirnya, satu hal yang dia tahu tentang sifat paman yang sudah dia anggap seperti ayahnya sendiri ini, pamannya ini susah sekali untuk percaya pada orang lain, apa lagi jika orang itu atau salah satu keluarganya punya catatan buruk baginya.
Suasana tegang terasa, Jofan masih bergeming hanya menatap dengan sangat tajam pada Jonathan yang juga bergeming, tangannya masih menjulur pada Jofan, namun tak di sambut sama sekali. Merasa tangannya tak mungkin disambut oleh Jofan, Jonathan menarik tangannya.
Jenny yang berdiri di antara mereka hanya bisa melempar pangadangannya pada pamannya dan juga pada Jonathan.
"Paman, sebenarnya ini semua salahku, aku pergi ke club malam dan pulang dini hari, dan di jalan aku hampir saja di rampok, untung Jonathan ada di sana," kata Jenny mencoba mencairkan suasana yang terasa sangat tegang.
"Benarkah? lalu bagaimana? apa kau terluka atau bagaimana?" tanya Aurora yang kaget mendengarnya, Jofan pun mengerutkan dahinya menatap Jenny yang tampak berwajah bersalah.
"Tidak, aku tidak apa-apa, tapi Jonathan yang terluka, karena itu aku harus membawanya ke rumah sakit, dia harus menerima 14 jahitan karena itu," kata Jenny semangat agar pamannya bisa mendengar hal itu.
"Benarkah? apa kau tidak apa-apa Jonathan? " suara Aurora terdengar cemas, mendengar hal itu Jofan kembali melihat ke arah Jonathan, wajahnya sedikit melunak.
"Aku tidak apa-apa, terima kasih bibi," kata Jonathan dengan senyuman sopan. Jonathan sekilas melihat ke arah Aurora namun matanya itu kembali ke arah Jofan.
Jofan masih melihat ke arah Jonathan namun wajahnya sudah jauh dari yang tadi, Jofan lalu mengamati sekali lagi wajah dan penampilan Jonathan.
"Paman, aku tahu paman dan ayahku punya masalah sendiri, namun percayalah, aku tidak punya minat untuk masuk ke dalam masalah paman dan ayahku, aku di sini karena ingin bertanggung jawab karena aku sudah membuat Jenny tidak pulang dan aku bisa pastikan aku tidak melakukan apapun pada Jenny, aku mengantarkannya dengan selamat tanpa tergores sedikit pun, karena aku tahu bagi seorang ayah, anak perempuan adalah harta yang paling berharga baginya," kata Jonathan dengan serius mentap Jonathan dan pada akhirnya melirik ke arah Jenny yang hanya bisa diam menatap Jonathan.
Jofan memiringkan sedikit kepalanya, menatap pria yang tampak sangat percaya diri berdiri di depannya, suaranya dan tatapannya yang serius membuat Jofan merasa pria ini dapat di percaya.
"Jika ingin masuklah," kata Jofan langsung, hal itu membuat Jenny dan Aurora tampak sedikit terkejut, namun bernapas lega.
"Terima kasih paman, tapi aku harus mengejar pesawatku karena hari ini aku harus kembali ke negeraku," kata Jonathan sekali lagi menatap Jofan, kali ini sedikit ulasan senyuman tipis menghias di bibirnya, dia juga melihat ke arah Aurora, tapi dia tidak melirik sedikit pun pada Jenny yang cukup kaget mendengar perkataan Jonathan, dia tak tahu kalau Jonathan hari ini akan kembali ke negaranya, entah kenapa perasaan Jenny sekarang merasa tak rela.
"Oh, baiklah, hati-hati di jalan, terima kasih sudah mengantar Jenny," kata Jofan kali ini dia menjulurkan tangannya, Jonathan menambah senyuman manisnya, dia segera menyambut tangan Jofan.
"Baiklah, Terima kasih Paman, saya permisi dulu," kata Jonathan lagi, Jofan melepaskan tangan Jonathan.
"Di sini tidak ada kendaraan, Aku akan memerintahkan supirku untuk mengantarmu pulang, sekali lagi terima kasih sudah menolong dan mengantar Jenny," kata Jofan, kali ini senyumannya terlihat, dia memanggil supirnya dan memberikan perintah untuk mengantarkan Jonathan.
"Sama-sama Paman," kata Jonathan lagi, Aurora hanya memberikan sebuah senyuman manis, tak lama supir Jofan segera mendatangi mereka dengan mobil yang sudah siap sedia digunakan.
"Saya pergi dulu Paman dan bibi," kata Jonathan membuka pintu mobil itu, Jofan dan Aurora mengangguk, Jonathan kali ini melirik ke arah Jenny, wajah Jenny tampak sedikit berharap, dia baru saja ingin mengatakan kata-kata perpisahan, namun Jonathan hanya melemparkan senyuman manisnya sebelum segera masuk ke dalam mobil itu, dan mobil segera melaju.
Jenny terdiam, begitu saja? tidak ada apa-apa? tak ada kata perpisahan atau apalah? Sekedar lambaian tangan juga tak ada, kenapa Jenny jadi merasa kesal melihat tingkah Jonathan itu, Pria itu! egh! Pikirnya sambil mengikuti paman dan bibinya berjalan masuk ke dalam istana.
"Jenny," kata Aurora menyapa Jenny.
"Eh? Ya? ada apa bi?" kata Jenny tersentak kaget karena dia masih bergumul dengan pikirannya. Aurora yang melihat Jenny yang tampak baru sadar dari lamunannya mengerutkan dahinya.
"Apa kau tidak apa-apa?" tanya Aurora.
"Oh, kepalaku sedikit pusing," kata Jenny memegangi kepalanya.
"Kau tampak sedikit kurang tidur, tidurlah dulu, makan siang masih beberapa jam lagi," kata Aurora yang melihat Jenny sedikit lesu.
"Ya, baiklah Bi, terima kasih," kata Jenny.
Jenny duduk di pinggir ranjangnya, masih sedikit kesal dengan kelakuan Jonathan, tapi kenapa juga dia harus kesal, bukannya itu bagus jika Jonathan pergi dari sana, jadi dia tidak perlu bertemu lagi dengan pria itu, lagi pula, siang nanti bukannya dia akan bertemu dengan keluarga Anxel, paman dan bibinya juga akan bertemu dengan keluarga Anxel dan dia yakin sekali, pasti mereka akan sangat setuju dan secepatnya ingin meresmikan hubungan mereka, kalau begitu untuk apa dia harus memikirkan Jonathan, belum tentu juga pria itu memikirkannya bukan? bahkan dia pergi meninggalkan Jenny begitu mudahnya.
Jenny menghempaskan tubuhnya, lagi-lagi merasa pusing, tak ingin memikirkannya tapi entah kenapa malah tak bisa mengeluarkan Jonathan dari pikirannya, jangan-jangan dia benar-benar tertarik dengan pria itu, oh! Itu tidak boleh! Jangan bodoh Jenny, Jonathan hanya seorang playboy yang kebetulan sekali punya segalanya, jatuh cinta dengan seorang playboy sama saja dengan jatuh ke dalam jurang, sudah, Anxel adalah pria terbaik untuk dirinya, benar! Benarkan?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Ge
Thor knpa Keluarga Jofan tinggal di istana? Sdngkan Jofan bukan Presiden lgi, Ceyasa lah yg menikah dgn Pangeran Archie tpi knpa keluarga Jofan jg hrs tnggal di istana?
2021-02-16
0
Siti Julaeha Julai
kalo boleh tau jeny anak siapa y thor
2020-11-26
0
Zi❤Cakra❤Rendra❤️Dean❤Zico
angga n bella
jofan n aurora
daihan n nakesha
suri n jared
archie n ceyasa
jonathan n jeny
william n nadia
idola ku tetep YANG MULIA RAJA ANGGA
takkan tergantikan
i love you full Angga
2020-11-11
6