*** Cerita ini adalah cerita yang sebelumnya telah di publish di novel Shameless Prince\, namun untuk mengerti tentang karakter dan tokoh dalam Novel ini\, saya akan menceritakan sedikit ceritanya sehingga bagi yang membaca novel ini tanpa membaca novel sebelumnya akan mengerti\, Jika Anda telah membaca dari Novel sebelumnya\, silakan langsung membacanya dari BAB 1 - Permainan dimulai. ***
__________________________________________________________
Jenny menjejakkan kakinya keluar dari mobil sedan Maserati Grand Carbio berwarna marun yang baru saja dia dapatkan dari pamannya, dengan segala pesona yang di punya, rambutnya yang hitam sedikit bersemu kecoklatan dibiarkannya berombak besar jatuh di bahu kecilnya yang terlihat sangat mulus, dandanan yang natural namun juga menawan, sebuah kaca mata berwarna coklat menghiasi matanya, gaun dengan tali satu yang tipis berkerah V sedikit rendah mengekspose bagian atasnya yang terlihat menggoda namun tak berlebihan, tampak seksi namun sekaligus elegan, gaya khas Jenny yang membuat setiap pria akan terpesona namun juga langsung tahu bahwa dia wanita yang berkelas.
Dia menutup pintu mobil yang dia kendarai sendiri, dia sudah belajar untuk mengendarai mobil sendiri, wanita modern yang tidak bisa mengendarai mobil, rasanya akan sangat ketinggalan zaman, karena itu semenjak bibinya mengalami kecelakaan karena kebakaran itu, dia bertekat untuk bisa mengendarai mobilnya sendiri, dan untungnya dia cepat belajar dan dia hari ini harus pergi keluar untuk sekedar mengisi waktu kosongnya, tinggal di istana sendirian, sungguh tak enak, kakaknya harus mengurus istrinya yang sakit, keluarganya juga sepertinya punya urusan masing-masing yang menurut Jenny bukanlah urusannya, karena itu dia putuskan untuk sekedar berjalan-jalan di kota, apa lagi yang bisa dia lakukan, lagi pula dia mendapat undangan dari Anxel, anak perdana menteri yang dia kenal sebelum, Anxel mengajaknya pergi untuk makan siang di sebuah restoran mewah bergaya eropa kuno.
Jenny masuk berjalan dengan sangat anggun, gaun berwarna silver dengan aksen rumbai yang mewah itu bergoyang bersamaan dengan langkahnya, dia lalu masuk ke dalam restoran yang tampak sangat mewah itu, sebuah lagu klasik terdengar mengalun lembut menyambutnya. Seorang pria berbaju rapi mendatanginya.
"Tuan Anxel Bernando," kata Jenny melepaskan kaca mata coklat besar dari matanya, membuat pria yang dia tanya tadi sedikit terkesima.
"Ehm, Tuan Anxel Bernando, beliau menunggu Anda di bagian taman tengah, silakan saya akan mengantar Anda, " kata pria itu yang mencoba berbicara sesopan mungkin, tahu bahwa Jenny pasti bukan wanita sembarangan.
"Oh, baiklah," kata Jenny lagi, dia segera berjalan, pria yang dia ajak bicara tadi menuntunnya mengarah ke sebuah pintu yang tak sembarang orang bisa membukanya, pintu itu dbukakan, udara hangat segera menerpa kulitnya yang halus seputih salju, matanya kembali sedikit silau dengan cahaya matahari, dia mengedarkannya ke sekeliling hingga menemukan sosok seorang pria yang duduk tenang sambil minum teh di ujung taman itu, di bawah sebuah pohon rindang dengan bangku taman yang tampak indah.
Jenny melangkahkan sepatu hak tingginya ke arah pria itu, wajahnya sedikit dinaikannya, sebuah hal yang selalu Jenny lakukan, menunjukkan begitu percaya dirinya dia.
Anxel yang tadinya sedang fokus dengan ponselnya pun segera teralihkan, melihat wanita yang berjalan menujunya, bahkan sebelum dia sampai di dekatnya, semerbak bau bunga yang tercium manis namun juga lembut di terbangkan angin yang terasa sepoi menerpa wajahanya, Anxel menaikkan sedikit sudut bibirnya.
Wanita itu cantik, cantik sekali, namun baginya wanita cantik bukan lah hal yang harus dihebohkan, hampir seluruh wanita yang dia kenal adalah wanita cantik yang punya keunikan masing-masing, tidak, Anxel bukan tipe cowok yang suka dengan hal itu, dia hanya akan berhubungan dengan wanita yang menurutnya menarik perhatiannya, sayangnya, dia tidak mudah untuk bisa tertarik dengan wanita.
"Hai, apa kabar?" kata Jenny segera duduk di depan Anxel yang menatapnya, Jenny sedikit merapikan rambutnya yang jatuh di bahunya.
"Baik," kata Anxel seadanya saja, jika saja ayahnya tidak mengatakan bahwa Jenny adalah calon terbaik untuknya, dia tidak akan mengajaknya makan seperti ini, Jenny adalah anak dari Mantan Presiden, Kakeknya adalah mantan Pedana Meteri, Paman dari ibunya adalah Presiden saat ini, jadi menikah dengannya merupakan hal yang paling mudah untuk mengantarkannya masuk ke kursi pemerintahan, cita-cita keluarganya Anxel dapat menjadi seorang presiden tentunya.
"Di sini panas sekali, kenapa kau tidak memesan tempat di dalam saja?" kata Jenny terasa terganggu karena udaranya, kenapa Anxel memilih tempat seperti ini?
"Aku tak suka dingin, lagi pula seluruh tempat ini sudah aku booking, aku tidak suka keramaian, tak akan menyenangkan berbicara di tempat yang hiruk pikuk," kata Anxel tersenyum manis, Jenny hanya mengangguk kecil dengan wajah malas, pria seperti Anxel, dia tahu pria ini mendekatinya karena status keluarganya, sudah sangat terlihat sekali.
"Ada apa kau mengajakku makan?" tanya Jenny dengan sikap acuhnya, Pelayan datang membawakan buku menu.
"Pesanlah dulu," kata Anxel tetap tak berubah posisi, bersandar santai di tempat duduknya.
Jenny memilih Soda Strawberry Mint Majito dan Charbroiled Kobe Filet Steak, setelah dia memesan, pelayan segera pergi meninggalkan mereka, Jenny menatap Anxel, pria dengan wajah yang tak terlalu menawan, karena menurut Jenny, dia sudah sering melihat pria-pria yang tentunya punya wajah lebih menawan dari pada Anxel, postur tubuhnya pun tidak ada yang terlalu menarik, namun juga bukan berarti Anxel buruk rupa, dia hanya terlalu standar bagi seorang Jenny, Jenny ingin berdekatan dengan dia apalagi kalau bukan karena statusnya sekarang, seorang anak pedana menteri, jika pamannya tahu, dia juga pasti sangat mendukung hubungan ini.
"Aku tidak punya maksud apa-apa, aku hanya ingin mengajakmu makan," kata Anxel, kali ini menegakkan tubuhnya, sedikit terlihat lebih serius menatap Jenny.
"Oh, begitu kah? Kau atau ayahmu?" tanya Jenny dengan senyuman yang terlihat di buat-buat, sangat mudah tertebak.
"Kau ternyata cukup pintar, tak seperti wanita cantik yang biasa aku kenal," kata Anxel lagi sedikit menaikan sudut bibirnya, mengaduk tehnya perlahan.
"Kau terlalu gugup bertemu denganku, atau itu caramu menunjukkan bahwa kau terpaksa ada di sini?" tanya Jenny menatap gerak gerik Anxel, Anxel menaikkan satu alisnya melirik Jenny yang tampak mengamatinya.
"Apa maksudmu?" tanya Anxel kembali memundurkan tubuhnya, perkataan Jenny cukup menarik minatnya untuk tahu.
"Kau mengaduk tehmu, padahal itu bukanlah teh yang berasa, kenapa? tak ada satu pun kantung gula yang tersobek, bahkan gula cairnya juga penuh, lagi pula aku sudah melihatmu meminum teh itu, jika gula itu belum tercampur dengan baik, pasti kau sudah mengaduknya dari tadi, setelah kau mencicipi teh itu," kata Jenny memberikan analisanya, Anxel sedikit terdiam, dia lalu memandang wajah Jenny yang selalu penuh percaya diri, gadis ini … menarik.
Jenny menaikkan sedikit sudut bibirnya, lalu dia menegakkan tubuhnya, sedikit memutar wajahnya mengamati seluruh bangunan bergaya eropa kuno bercat putih gading yang tampak begitu memanjakan mata, mengelilingi teman tengah ini, namun matanya tiba-tiba berhenti memperhatikan sosok yang berdiri melihatnya di sudut gedung tua itu, dia membesarkan matanya, mencoba untuk sekali lagi melihat lebih jelas, namun pria di sana bergeming, memandangnya sambil memengang minumannya. Pria dengan wajah yang tak mungkin dilupakan oleh Jenny, Jonathan?
"Ada apa?" tanya Anxel yang melihat Jenny sesaat terpaku.
Jenny yang mendengar suara Anxel segera sadar, dia lalu dengan gugup menatap Anxel, Anxel segera melihat ke arah yang Jenny lihat, tidak melihat siapa pun karena Jonathan sudah masuk ke dalam gedung.
"Tidak, tidak apa-apa," kata Jenny, bersamaan dengan itu, pelayan membawakan pesanan Jenny, Jenny tersenyum memberikan terima kasihnya pada pelayan itu, namun setelah itu dia kembali melihat tempat Jonathan tadi berdiri, apakah itu benar-benar dia?
Anxel sekali lagi melihat ke arah mata Jenny menatap, sekali lagi kosong tanpa bisa menemukan apa-apa, Jenny yang melihat Anxel menatapnya curiga langsung segera memulai makannya, mungkin itu hanya perasaannya saja.
"Akan ada pesta topeng di salah satu kediaman temanku, aku rasa kau juga mengenalnya, Chintia," kata Anxel yang segera berbicara saat melihat Jenny meletakkan garpunya secara menyerong, menandakan dia sudah selesai makan.
"Chintia? Tentu aku kenal, dia sepupuku," kata Jennya meminum minumannya.
"Ya, kau ingin datang? aku belum punya pasangan untuk datang ke sana," kata Anxel mengajukan permintaannya, Jenny mengerutkan dahinya menatap sosok pria di depannya ini.
"Kau memintaku datang bersamamu?" tanya Jenny lagi.
"Ya, seperti itulah, ayahku dan pamanmu akan senang melihat hal itu," kata Anxel jujur saja apa tujuannya mengajak Jenny, hatinya belum sepenuhnya tertarik dengan wanita di depannya ini.
"Yah, Paman-pamanku akan sangat tertarik," kata Jenny dengan wajah malasnya, dia memainkan pengaduk minumannya.
"Lalu bagaimana? kau setuju atau tidak?" tanya Anxel.
"Baiklah, lagi pula sudah lama aku tidak berpesta, bukan pesta yang masuk dalam katagori yang aku suka, tapi baiklah," kata Jenny menerima tawaran itu, toh, itu tidak akan merugikan siapa pun, Jenny wanita single yang bebas, begitu juga Anxel, dan mereka berdua di untungkan dengan hal ini, kenapa tidak?
"Baiklah, itu saja yang ingin aku tanyakan padamu, aku harus kembali ke rumah sakit, bagaimana denganmu?" tanya Anxel lagi melirik ke arah jam tangannya, dia harus segera melakukan tugasnya di rumah sakit.
"Ehm, aku ingin duduk dulu di sini beberapa menit, jika ingin pergi, pergilah, tak perlu terbebani oleh ku di sini, aku wanita yang mandiri," kata Jenny melirik ke arah Anxel.
"Baiklah, kau bebas ada di sini, jangan takut semua ini sudah aku booking seharian, pesanlah makanan dan minuman lain jika kau mau, semua sudah aku bayar," kata Anxel segera membereskan barang-barangnya yang bertabur di meja, dia segera berdiri sesudahnya, Jenny mendongakkan wajahnya, lalu Anxel sedikit tersenyum dan meninggalkan Jenny begitu saja.
Jenny tak merasa tersinggung atau pun bagaimana, baginya hubungannya dengan Anxel sudah pasti menjadi hubungan bisnis jika diteruskan, namun umurnya juga sudah bukan umur untuk lagi bermain-main, yah walaupun belum ada yang mendesaknya mencari pasangan yang serius, ujung-ujungnya dia sudah bisa menebaknya, mereka akan mencarikannya pria yang menurut mereka terbaik untuk dinikahinya, lalu untuk apa dia repot-repot mencarinya.
Jenny sudah tahu itu semua, semua sudah sangat jelas, Ibunya menikah dengan ayahnya karena perjodohan, Ayahnya adalah pengusaha sukses yang mempunyai latar belakang di pemerintahan juga, anak salah satu menteri di saat Kakeknya menjabat sebagai perdana menteri, Bibinya menikah Pamannya juga karena perjodohan, untuk bisnis dan kekuasaan, Kakaknya dijodohkan dengan Suri juga awalnya untuk masalah kekuasaan, kebetulan saja kakaknya dan Suri memang saling jatuh cinta, Sepupunya yang baru dia kenal itu, juga menikah dengan Pangeran, jika Jenny ingin menikah, Anxel adalah pria paling tepat dari segalanya, Kekayaan, Kedudukan, dan Nama.
Jenny menikmati suasana di sana sedikit lebih lama, suasana yang hangat tidak lagi menganggunya, dia suka kesunyiannya yang sedikit membuatnya tenang, bukan kesunyian sepi yang selalu dia dapatkan di istana.
Ponselnya berbunyi, dia melirik ke arahnya, sebuah pesan dari Anxel yang mengirimkan foto undangan pesta topeng itu, itu terjadi 2 hari lagi, Jenny memutar matanya, baiklah, sepertinya dia harus bersiap-siap, 2 hari lagi dia harus tampil menjadi yang terbaik di sana, tentu saja, Jenny tak pernah ingin menjadi biasa-biasa saja, dia harus menjadi yang luar biasa dan menarik penampilan tentunya.
Jenny bangkit, pelayan segera memberikan salam ketika dia melewati mereka, pelayan lalu membukakan pintu untuknya, udara sejuk segera menyambutnya, membuat suasana hangat hilang seketika, Jenny kembali mengedarkan matanya, mencari jalan untuk ke kamar kecil, dia harus melihat bagaimana keadaannya sebelum menuju tempat selanjutnya.
"Dimana kamar kecilnya?" tanya Jenny melirik pada pelayan.
"Silakan Nona, Ada di ujung lorong itu," kata pelayan menunjukkan sebuah lorong sedikit panjang dengan jalan di tengah terbuat dari marmer namun sisi-sisinya berhiaskan batu batu kecil, lampu tanam berwarna kuning membuat suasananya terasa lebih hidup, Jenny segera melangkah ke sana, serasa masuk ke dalam gua yang remang.
Jenny segera ingin berbelok, namun dia kaget melihat sosok pria gagah di depannya, mata mereka bertemu seketika, saling memandang seolah sudah begitu lama tak bertemu.
"Aku sudah berkeliling mencari keindahan di negaramu, tak ku sangka menemukannya di sini," ujar Jonathan terdengar lembut dan pelan, suara berat itu menghipnotis, selalu saja bisa membuat Jenny terdiam, bergetar perasaannya mendengarkan itu.
Namun Jenny segera tersadar, apa yang dilakukan pria ini di sini? bukankah pamannya sudah mencelakakan bibinya, Jenny segera membuang wajahnya.
"Untuk apa di sini? apa ayahmu menyuruhmu untuk merayuku agar bisa memaafkannya?" tanya Jenny tanpa sungkan.
"Urusan ayahku adalah urusannya, aku punya urusan lain hingga membawaku ke sini," kata Jonathan masih dengan intonsasi dan suara beratnya.
"Well, welcome, dan permisi aku harus ke kamar kecil," kata Jenny yang merasa jalannya terhalangi oleh pria ini.
Jonathan menatap Jenny lagi, wanita ini terlalu angkuh atau memang dia tidak tertarik dengan Jonathan, Jonathan memiringkan tubuhnya membiarkan wanita itu berjalan, Jenny menaikkan sedikit bibirnya, pria semua sama saja, sedikit godaan, mereka akan mengejar hingga dapat.
Jenny baru saja masuk ke dalam ruangan kamar kecil, namun dia tidak masuk ke dalam biliknya, dia hanya ingin menggunakan kaca untuk melihat bagaimana penampilannya, perfect, tak ada cacat sama sekali, dia mengoleskan sedikit lagi lipstik yang pudar karena dia makan tadi, namun kegiatannya itu berhenti ketika mendengar suatu.
"Jojo, kenapa kau lama sekali, aku sudah menunggu lama sekali di sana," suara wanita yang terdengar menggoda dan lembut membuat Jenny terdiam mendengarkan hal itu, dia lalu sedikit mengintip dari celah kamar kecil itu, melihat apa yang terjadi.
Wanita dengan baju hitam dengan potongan yang cukup bisa memanjakan mata seluruh pria itu tampak menggantungkan tangannya pada leher Jonathan, Jonathan memegang pinggang kecil wanita itu, Jenny memperhatikan wanita itu, bodinya terlihat bak gitar spayol, sangat menggoda, wajahnya, jangan ditanya, tentu jika tak menawan, mana mau Jonathan berdekatan dengannya, melihat hal itu mata Jenny membesar sempurna.
"Aku hanya pergi sebentar, Cheryl," suara Jonathan terdengar lembut, senyum menggodanya terlihat sekali.
"Aku kira kau akan lari dariku," kata Cheryl sedikit genit, entah kenapa Jenny merasa geram mendengarnya, merendahkan derajat wanita saja pikirnya.
"Tidak akan, aku datang ke negara ini untuk melihatmu, keindahan seluruh negara ini ada di depanku, bagaimana aku bisa lari dan kau adalah urusanku, hingga aku datang jauh-jauh kemari," kata Jonathan dengan suara beratnya, sedikit memalingkan wajahnya ke arah Jenny, seolah tahu Jenny sedang mendengarkannya.
Jenny mendengar itu membuka mulutnya dengan lebar, dia tak percaya apa yang dia dengarkan, beraninya pria itu, tadi dia merayunya, sekarang dia merayu wanita itu dengan cara yang sama? Benar-benar pria buaya, dia kira Jenny ini sama dengan wanita berotak udang seperti wanita itu, bisa-bisanya dia merayunya dengan cara yang sama.
"Cheryl, pergilah dulu ke mejamu, aku akan segera pergi menemuimu," kata Jonathan lagi.
"Baiklah, aku akan menunggu, " kata Cheryl centil, Jonathan hanya menaikkan sedikit sudut bibirnya.
Jenny menyudahi memperbaiki dandanannya, dia memasukkan lipstik-nya cepat, dia lalu melirik lagi, pria itu masih ada di sana, untuk apa dia di sana? Kenapa tidak pergi saja sih? Namun kemudian Jenny berpikir, untuk apa dia harus merasa terganggu oleh pria itu, dia kan bukan siapa-siapa, di negara ini dia bukan siapa-siapa, Jenny lah yang punya kedudukan dan kekuasaan di sini, siapa yang berani dengan Anak mantan presiden, benar bukan?
Jenny menarik napasnya, dengan gayanya yang biasa, percaya diri dan juga anggun, dia berjalan keluar, suara high heelnya terdengar sedikit membuat Jonathan menatap dirinya.
"Sudah selesai?" tanya Jonathan lagi, membuat Jenny mengerutkan dahinya.
"Ya, bagaimana denganmu? bagaimana dengan urusan lainmu yang membuatmu datang kemari?" tanya Jenny lagi, entah kenapa dia terus membalas perkataan pria ini, padahal awalnya rencananya hanya ingin melewatinya, tidak memperdulikannya dan pergi dari sana begitu saja.
"Hampir, dia sedang duduk di sana," kata Jonathan terdengar lebih santai.
"Untuk itu kau datang ke sini? " tanya Jenny yang entah kenapa suaranya meninggi, dia hanya tak percaya, dia kira awalnya Jonathan mengatakan hal itu untuk menggodanya, tak tahunya pria itu mengatakan bahwa wanita itulah yang menjadi urusannya.
"Ya, dialah urusan yang membuat aku kemari, keindahan yang ku temui di sini," kata Jonathan tersenyum manis melihat wanita itu yang tampak dari sana.
Jenny mendengarnnya membesarkan matanya, dia juga sampai ternganga, pria ini, apa maksudnya? Melihat Jenny yang berwajah terkejut itu, Jonathan hanya mengerutkan dahi, dia lalu segera meninggalkan Jenny yang masih terkejut.
"Oh, aku mengerti, apa kau berpikir tadi aku mengatakan hal itu untukmu, maaf Nona, aku hanya menggoda wanita yang menarik untukku," kata Jonathan sedikit berhenti, lalu memutar wajahnya dengan wajah sedikit terhiasi senyuman tipis, dia menatap Jenny sekilas, senyumnya semakin melebar, lalu dia pergi saja melenggang ke arah wanita itu, membuat Jenny menggertakkan giginya, tangannya mengepal, dasar pria buaya, Jenny rasanya ingin pergi ke sana dan segera menampar wajahnya.
Untungnya otaknya masih bisa berpikir jernih, jika dia melakukan hal itu, bisa-bisa akan merusak nama baiknya, dia menarik napasnya panjang, mengepalkan tangannya semakin erat, kembali berjalan seperti biasa, seolah tidak terjadi apa-apa, dia melewati meja Jonathan dan Cheryl, perhatian Jonathan yang dari tadi sebenarnya jatuh pada Jenny hanya menaikkan sedikit saja sudut bibirnya, wanita itu pernah mempermainkannya, kali ini biarkan dia mempermainkannya, kita lihat siapa yang akan terjatuh di permainan ini nantinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Ndhe Nii
kata kata bersayap Jonathan...tp suka dg suara hati Jenny yg bilang menjatuhkan harga diri para perempuan 🤣🤣🤣
2022-06-20
0
Rinisa
Karyamu selalu bagus Quin...👍🏻👍🏻👍🏻😍
2022-01-31
0
Ge
Lnjut baca d sni thor.. Seamless aq lncat2 krna sakit hati dgn Jovan. (Pdhl d kisah Angga Bella aq brharap kisah Jofan d angkt😭) Tpi trkadang penasaran jg gmna proses bersatunya Jared n Suri, sdngkan utk sosok Archie aq bener2 dpt feelnya, pangeran penuh cinta ❤️. Di judul ini kisah Jenny n Jonathan sprtinya akan kluar dari protokol kerajaan ya dan menampilkan versi modern kehidupan kaum intelektual elite.. semngt bngt nie aq utk slesaikan judul ini👏🏻👏🏻 tq thor🙏🏼
2021-02-16
0