*** Cerita ini adalah cerita yang sebelumnya telah di publish di novel Shameless Prince\, namun untuk mengerti tentang karakter dan tokoh dalam Novel ini\, saya akan menceritakan sedikit ceritanya sehingga bagi yang membaca novel ini tanpa membaca novel sebelumnya akan mengerti\, Jika Anda telah membaca dari Novel sebelumnya\, silakan langsung membacanya dari BAB 1 - Permainan dimulai. ***
_____________________________________________________________
Jenny menjalankan mobilnya, hujan cukup deras hingga menghalangi pandangannya, dia baru bisa menyetir baru-baru ini dan hujan seperti ini tentu membuatnya gugup, apa lagi saat ini sudah sangat larut malam, bahkan sudah lewat tengah malam.
Jenny memajukan wajahnya, mencoba melihat lebih jelas karena jalanan mulai gelap berkabut, mobilnya berjalan pelan menyusuri jalan yang bahkan sedikit susah dia ingat, benarkah ini jalan menuju istana.
Tiba-tiba Jenny menginjak remnya dengan sangat mendadak, melihat barier di jalan, dia memposisikan mobilnya ke posisi parkir, dia lalu melihat ke sekelilingnya, semuanya terlihat samar dan berkabut, tiba-tiba saja Jenny merasa takut di tempat berkabut yang gelap itu, dia baru saja ingin memundurkan mobilnya ketika tiba-tiba 5 orang mengelilingi mobilnya, semua orang itu mengetuk kaca yang ada di mobilnya, dua di depan, dua lagi di jendela kanan dan kirinya ada juga yang mengetuk kaca di belakangnya, Jenny tampak panik, hujan deras membuatnya takut, apa lagi dia baru sadar, di belakangnya sudah ada mobil yang terparkir.
Pria-pria yang berbadan besar itu seperti marah, beberapa mereka seperti memaksa untuk membuka pintunya, Jenny benar-benar panik, bingung harus apa, apa dia melajukan saja mobilnya? namun dia seketika ingat dengan pembatas itu, bagaimana jika dia jalan dan ternyata ada jurang di ujungnya.
Napas Jenny cepat karena panik, dia sangat takut sekarang,berulang kali melihat ke segala arah, dia hanya seorang wanita kecil, jika pria-pria itu ingin mengambil mobilnya silakan, tapi yang dia takutkan pria-pria ini akan melukai dia juga, atau paling buruk membunuhnya.
Ketukan pintu dan suara pintu yang di buka paksa dari luar itu terdengar semakin keras dan semakin cepat, mengalahkan suara hujan, sebuah ketukan sangat keras terdengar di sebelah jendela Jenny, membuat Jenny terpekik ngeri, dia sudah sangat ketakutan sekarang.
Tiba-tiba saja saat dia merasa sangat tak berdaya, pria yang terus mengetuk pintu dan jendelanya tiba-tiba berhenti, Jenny melihat semua orang itu berhenti mengetuk mobilnya namun gantinya mereka tampak sedang berkelahi, seorang pria tampak menghajar mereka, di bawah hujan deras itu, Jenny tidak bisa melihat dengan jelas siapa pria itu, karena samar-samar sekali tertimpa kabut dan air hujan yang membasahi jendelanya.
Namun Jenny cukup bisa melihat keadaan di sana, pria itu sendirian melawan 5 orang pria itu, dan 2 orang tumbang dengan mudah di buatnya, namun 3 orang melawannya secara bersamaan, memukul perutnya hingga dia harus mundur beberapa langkah dan juga membuatnya menahan sakit di bagian perutnya, Jenny yang melihat itu sedikit cemas, kasihan melihat pria itu, mereka kembali memberikannya pukulan namun kali ini dia menghindar dengan mundur beberapa langkah, sekarang mereka pindah tepat di depan mobil Jenny yang lampunya masih menyala.
Wiper di mobil Jenny bergerak kencang menghalau air hujan yang deras, saat wiper itu menyapunya, samar Jenny bisa melihat wajah pria itu, matanya membesar, serasa tak percaya dengan apa yang dia lihat, tak mungkin, tidak mungkin itu Jonathan, mana mungkin itu dia?
Jonathan berdiri di sana, hujan deras membuat semua pemandangan kabur, lampu dari mobil Jenny sedikit membuat dia bisa melihat lebih jelas, 3 orang berwajah begis itu tampak, salah satu dari mereka membawa pisau, Jonathan waspada melihat semunya, salah satu dari mereka segera memberikan serangan, sebuah pukulan yang hampir saja mengenai wajahnya namun Jonathan langsung menangkisnya, dan dengan cepat Jonathan memerikan pukulan balik yang telak terkena wajah pria itu, pria itu jatuh di atas kap mobil Jenny yang membuat Jenny berteriak kaget, ada orang pingsan di kap mobilnya.
Dua orang itu menyerang Jonathan secara bersamaan, satu melayangkan pukulan ke arahnya, dia langsung menangkisnya, namun dia tidak bisa menapis hunusan pisau dari orang yang satunya, dia sempat mengelak namun pisau itu menyerempet bagian pinggangnya, itu menaikkan marahnya, dia segera memukul kedua pria itu, hingga membuat semuanya tersungkur jatuh, bahkan pria yang memegang pisau itu hingga pingsan di buatnya.
Para pria penyerang yang masih sadar segera membawa temannya yang tak sadarkan diri, mereka segera membawa teman-temannya ke dalam mobil dan segera pergi dari sana.
Jenny membesarkan matanya besar, dia benar-benar tak menyangka Jonathan bisa melakukan hal itu, Jonathan segera berjalan ke sisi mobil Jenny sambil memegangi lukanya yang terasa mulai sakit.
Jenny segera membukakan jendela mobilnya, kali ini dia baru yakin pria itu benar-benar Jonathan, seluruh tubuhnya basah kuyup, bibirnya terlihat sedikit bergetar, dia memandang Jenny yang masih menyisakan wajah panik dan sekarang bertambah cemas.
"Kau tidak apa-apa?" tanya Jonathan.
Jenny tak menjawab, dia berpikir, kenapa Jonathan yang bertanya seperti itu, bukannya seharusnya Jenny yang bertanya itu padanya, namun Jenny tidak mungkin mengatakan hal itu, dia hanya mengangguk-angguk sejenak memandang wajah serius Jonathan itu.
"Baiklah, pulanglah segera, ini sudah dini hari," kata Jontahan, dia menepuk jendela Jenny agar Jenny menutup jendelanya kembali, Jenny mengerti maksudnya, dia segera menutup jendelanya, setelah tertutup sempurna baru Jonathan meninggalkan Jenny.
Jenny melihat pria itu dari spion mobilnya, berjalan sedikit terbungkuk seperti menahan sesuatu, entah kenapa perasaannya menjadi cemas, apalagi melihat Jonathan hampir tersungkur untung saja dia memegang tiang penyangga lampu, dengan tertatih dia kembali berjalan.
Melihat hal itu, Jenny merasa ada yang tidak beres, entah kenapa dia merasa harus melihat keadaan Jonathan bahkan hujan yang masih cukup deras walaupun tak sederas awal, tidak menghalanginya, Jenny segera keluar dari mobilnya, air hujan yang dingin segera bergulir menyentuh kulit putih Jenny, dia bergidik menahan dingin, namun dia segera berjalan mengejar Jonathan yang berjalan pelan.
Jenny mencapai tubuh Jonathan, menarik pundaknya yang tegap, membuat Jonathan terhenti dan melihat ke arah Jenny yang sekarang ada di depannya, akibat dari tarikannya, jas Jonathan sedikit tersingkap.
Jenny kaget hingga mulutnya terbuka, kemeja putih Jonathan sudah bercampur dengan darah, dia tak tahu ternyata Jonathan terluka.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Jonathan kaget melihat Jenny yang keluar dari mobilnya, dia kira Jenny sudah pergi. Tak menyangka melihat gadis itu berdiri di depannya dengan seluruh badan yang sudah basah kuyup.
"Kau terluka?" kata Jenny samar di tengah hujan.
Jonathan tak menjawab, dengan cepat dia membuka jasnya, menaruhnya ke atas kepala Jenny, walaupun tetap tak bisa lagi membuat Jenny kering, namun setidaknya Jenny tidak terkena hujaman hujan lagi.
Jenny yang melihat perlakuan yang diberikan oleh Jonathan hanya diam saja, memandang wajah pria yang tampak serius menutupi dirinya dengan jas itu, entah kenapa di dinginnya hujan itu hatinya dan perasaannya menghangat seketika.
"Masuklah, aku tidak apa-apa? pulang sudah larut malam," kata Jontahan lagi.
"Tidak, kau harus di obati, aku akan mengantarmu," kata Jenny yang melihat sebuah motor besar di sisi jalan, sepertinya Jonathan mengendarai itu, dia tak akan membiarkan Jonathan pulang dengan motor itu, karena lukanya cukup banyak mengeluarkan darah.
"Aku tidak apa-apa," kata Jonathan lagi, padahal nyerinya sudah sangat terasa.
Jenny menatap Jonathan yang wajahnya memucat, tak tahu karena dinginnya hujan atau karena lukanya.
"Tak boleh, kau ikut aku atau aku akan terus di sini," kata Jenny kembali membuka jas Jonathan yang tadi menaunginya.
"Baiklah, pakai itu," kata Jonathan, dari awal tahu seberapa keras kepalanya Jenny ini.
Jenny memandang Jonathan dengan cemas, dia jalan perlahan sambil memandang Jonathan sejenak, dia lalu berjalan menuju ke mobilnya, Jonathan mengikutinya, dengan menahan pinggangnya yang perih dia sebisa mungkin berjalan di belakang Jenny, namun dia mulai sempoyongan.
Jenny yang sedikit melirik Jonathan tahu bahwa Jonathan sebenarnya tak begitu baik keadaannya, dengan inisiatifnya langsung memapah Jonathan, Jonathan kaget, namun dia hanya menatap wajah Jenny yang bibirnya tampak gemetar, terlihat sekali kedinginan, namun dia tetap memapah Jonathan.
Jenny membuka pintu mobilnya, dengan perlahan memposisikan Jonathan, setelah Jonathan duduk dengan baik dia baru menutup pintunya, lalu segera masuk ke dalam mobilnya.
Jonathan tampak tergeletak di kursi penumpang, menahan nyeri yang sangat, sepertinya lukanya cukup dalam, dia mengerang saat mencoba menekan lukanya agar darahnya tak lagi keluar.
Jenny hanya melihatnya sekilas, dan cepat-cepat bersiap-siap untuk pergi dari sana.
"Bertahan lah," kata Jenny panik menjalankan mobilnya.
Jenny memeluk dirinya sendiri, sudah hampir 1 jam dia menunggu, sebenarnya dia dipersilakan oleh dokter untuk melihat tindakan yang harus dilakukan pada Jonathan tapi dia merasa tak sanggup melihatnya, dokter mengatakan bahwa luka Jonathan tidaklah berbahaya, pisau itu tidak menusuk ke dalam, hanya melukai bagian pinggangnya, sayangnya luka itu cukup dalam memotong daging Jonathan sehingga dia harus mendapatkan jahitan.
Jenny meringkuk, melihat jam sudah hampir jam 3 pagi, untung saja perawat memberikannya selimut tebal dengan teh panas selama menunggu, jika tidak, mungkin dia sudah menggigil menahan dingin karena basah di seluruh tubuhnya, ingin mencari baju, namun tak mungkin ada toko baju yang buka pukul 2 pagi seperti ini.
Tak lama pintu ruang tindakan itu terbuka, Jonathan tampak sudah berdiri tegap seperti tidak ada apa-apa, hanya jasnya yang merah terkena darah dan sobeklah yang menandakan seberapa panjangya luka itu terbuat.
Jonathan memasang wajah kagetnya, dia kira Jenny sudah meninggalkannya, ternyata dia mendapati wanita itu meringkuk terbungkus selimut tebar berwarna dusty pink sambil memegang sebuah mug, dia melihat Jenny yang rambutnya mulai mengering, wajahnya tampak sedikit pucat, tentu, dia tidak tidur, dan harus basah-basahan seperti itu namun matanya langsung berbinar ketika melihat Jonathan di ambang pintu.
"Sudah selesai? apakah harus dirawat?" tanya Jenny yang langsung berdiri meninggalkan selimut hangatnya.
"Tidak perlu, hanya perlu kontrol luka 3 hari dari sekarang, sekarang Tuan Jonathan sudah boleh pulang," kata dokter itu pada Jenny, Jenny hanya melirik sekilas ke arah Jonathan, bahkan dengan penampilan acak-acakan dan lembab karena hujan, pria itu sungguh mempesona, pantas saja jika dia memanfaatkan hal itu untuk memikat para gadis, dia punya modal yang mumpungi, pikir Jenny yang kembali beralih ke arah dokter itu, tak ingin lama-lama menatap Jonathan.
"Baiklah, aku sudah mengurus semua administrasinya, kemana aku harus mengantarmu? " tanya Jenny pada Jontahan.
"Aku ingin kembali ke hotel saja," kata Jonathan, dia ingat dengan motornya, namun dia tidak ingin Jenny kembali ke tempat gelap itu, bisa-bisa kejadian kemarin terulang lagi, apalagi saat ini masih pukul 3 pagi.
"Baiklah, ayo aku akan mengantarmu," kata Jenny biasa saja, tanpa senyum sama sekali.
"Aku saja yang menyetir, hotelku cukup jauh dari sini," kata Jonathan mengadahkan tangannya untuk meminta kunci mobil pada Jenny. Jenny mengerutkan dahinya, jika hotelnya cukup jauh dari sini, kenapa kebetulan sekali Jonathan ada saat dia di serang seperti itu? jangan-jangan Jontahan sengaja mengikutinya? Atau malah, jangan-jangan penyerangan itu adalah idenya, bisa jadi bukan?
"Tak perlu, kau masih terluka," kata Jenny yang masih menyimpan pemikirannya dalam-dalam.
"Tidak apa-apa, aku tidak merasakan sakit, dokter memberikan obat penghilang rasa sakit," kata Jonathan seadanya, tak bisa terlalu ramah dini hari seperti ini, apalagi dalam keadaan seperti ini.
Jenny memandang Jonathan yang memberikannya tatapan tajam nan serius yang bisa membuat siapapun menuruti apa maunya, Jenny pun terkena sihir itu, dia langsung menyerahkan kunci mobil itu, dan segera mengikuti jonathan yang jalan uduluan ke arah mobil Jenny.
Jenny masuk ke dalam mobilnya, suasana basah dan lembab terasa sekali karena tadi mereka masuk ke dalam mobil itu dalam keadaan basah kuyup, tak perlu banyak basa basi, setelah melihat Jenny menggunakan sabuk pengamannya, Jonathan langsung melajukan mobilnya.
Jenny melirik Jonathan yang fokus pada jalanan yang basah dan sepi, hujan sudah tak turun lagi, bahkan tak setitik pun, seperti tak penah menumpahkan begitu banyak air. Jonathan hanya diam saja begeming fokus dengan jalanan.
"Katakan padaku, bukannya kau baru di sini? bagaimana kau hapal jalan begitu cepat? Bahkan tahu jalan dari rumah sakit kecil ke hotelmu," tanya Jenny membuka seluruh tanda tanya pada pria di sampingnya ini, pria yang terlihat mudah di tebak, namun ternyata cukup misterius baginya.
"Aku sudah sering ke sini, ibuku adalah orang negara ini, namun sejak dia SMA dia pindah ke negara Ayahku, saat dia masih hidup aku sering di bawa ke sini saat kecil, namun saat aku remaja aku harus sekolah dan pergi ke Amerika, itu membuatku jarang kembali ke sini, Abu ibuku juga dibawa ke sini," kata Jonathan tenang, bahkan tidak terterik melirik Jenny yang dari tadi menatapnya.
"Oh, lalu? Kenapa kau bisa ada disaat aku di serang, sudah tengah malah, dan jalanan itu sangat sepi, " kata Jenny menyipitkan matanya ingin menangkap apapun ekspresi yang akan dikeluarkan oleh Jonathan, sehingga dia bisa menganalisanya dengan baik.
"Menurutmu?" tanya Jonathan, lagi-lagi tak punya minat bahkan untuk melirik ke arah Jenny, hanya menatap lurus ke depan.
"Menurutku? Entahlah, terlalu aneh untuk di katakan bahwa kebetulan kau ada di sana," kata Jenny mengungkapkan isi pikirannya, dia bukan tipe wanita yang bisa menutupi isi pikiran dan isi hatinya, jika ya maka dia mengatakan iya, jika tidak ya tetap akan tidak.
"Memang tidak kebetulan, aku mengikutimu.”
"Benarkah? atau jangan-jangan orang-orang tadi adalah orang suruhanmu?"
Kali ini Jonathan mengerutkan dahinya, dia melirik Jenny sekilas, lirikan mata tajam itu membuat Jenny terdiam, apa dia salah bicara? Sepertinya tidak.
"Kau wanita yang cerdas, tapi kau tidak menganalisa dengan tepat, jika mereka adalah orang suruhanku, aku hanya akan menyuruh mereka untuk menakutimu, berpura-pura melawanku lalu pergi begitu saja, untuk apa aku harus menahan sakit dan harus di jahit 14 jahitan seperti ini, satu lagi, luka ini akan berbekas, kau kira aku rela melakukannya hanya untuk mu? Terlalu pendek menganalisa seperit itu," kata Jonathan sedikit geram, untuk apa dia harus melakukan hal terhina seperti itu, untuk mendapatkan perhatian Jenny? Tak perlu seperti itu, wanita ini juga sudah masuk dalam perangkapnya, hanya saja dia masih belum menyadarinya.
Jenny memutar otaknya, benar juga apa yang di katakan oleh Jonathan, jika mereka orang suruhannya, tak mungkin dia rela mendapat begitu banyak jahitan, mungkin jika goresan sedikit tidak akan apa-apa, namun 14 jahitan, dan ya, pria macam Jonathan ini pasti sangat memperhatikan fisiknya, bekas luka itu akan sangat menganggu nantinya jika dia harus bertelanjang dada.
"Baiklah, maafkan aku sudah menuduhmu, tapi untuk apa kau mengikutiku?" kata Jenny sekenanya saja, tidak merasa terlalu bersalah, setidaknya dengan begini dia tidak menaruh curiga atau bertanya-tanya.
“Aku sedang ingin pulang saat aku melihatmu masuk ke dalam mobilmu, awalnya aku tidak ingin mengikutimu, apalagi saat itu hujan sangat deras dan aku tak membawa mobil, tapi saat kau masuk ke dalam mobil, aku melihat 2 orang yang terus mengawasimu, dan feelingku benar, mereka sudah mengincarmu, aku cukup gemas melihat caramu membawa mobil, kaku dan sangat memancing, mobil mewah berjalan di tengah hujan, dini hari pula, dan pernahkah kau berpikir, kau menyalakan lampu dalam mobil beberapa kali, membuat semua orang bisa tahu bahwa kau hanya wanita dan sendirian di dalam mobil? Tentu semua orang ingin memangsamu," kata Jonathan, cukup cepat dia melajukan mobil itu, tentu, dia tak ingin berlama-lama, selain pakaiannya yang lembab, dia juga memperhatikan Jenny yang masih memakai pakaian yang lembab.
Mendengar penjelasan Jonathan, Jenny hanya bisa terdiam, dia memang tidak mengawasi sekelilingnya karena hujan deras, lagi pula sudah pukul 12 malam ketika dia keluar dari club malam itu, dan dia memang beberapa kali menghidupkan lampu di dalam mobilnya untuk mencari ponselnya yang terjatuh, sejauh ini alasan Jonathan masuk akal.
"Kebetulan sekali ya kau dan aku dalam satu tempat yang sama," kata Jenny lagi, masih ada yang mengganjal di pikirannya, dia orang yang tak percaya kebetulan.
"Itu club malam paling eksklusif di negara ini, semua orang akan memiliki tujuan ke sana, dan orang-orang yang mengundang temannya yang berasal dari luar negara pasti akan memberikan tempat paling baik di negaranya, club itu salah satunya, jadi apa menurutmu itu kebetulan, aku rasa tidak, sudah aku katakan, aku cukup sering ke sini, dan punya beberapa teman, mereka mengundangku, sudah seperti itu saja," kata Jonathan lagi, kali ini melirik ke arah Jenny, wanita ini ternyata cukup sulit untuk dipuaskan rasa ingin tahunya, tak seperti wanita biasanya.
Jenny mengangguk-angguk kecil, dia rasa hal itu cukup masuk akal baginya, tidak ada lagi pertanyaan dalam kepalanya, jadi dia memutuskan untuk diam.
Tak lama mereka tiba di hotel mewah yang di tempati oleh Jonathan, Jonathan segera keluar, dia menyerahkan kunci itu pada petugas yang 24 jam setia melayani, Jenny mengerutkan dahinya, kenapa Jonathan malah menyerahkna kuncinya pada petugas parkir, setelah memberikan kunci, dengan cepat Jonathan segera membukakan pintu untuk Jenny.
"Tidak, aku akan pulang saja," kata Jenny yang tak punya minat bermalam dengan pria ini.
"Ini sudah jam 3 pagi, bajumu basah kuyup, dan juga mobilnya basah di dalamnya, tunggu hingga matahari terbit, aku akan menyuruh pihak hotel untuk membersihkan mobilmu, lagipula jika kau pulang jam segini ke istana, apakah tidak akan menjadi perbincangan?"
kata Jonathan dengan wajah serius.
Jenny kembali memutar otaknya, apa yang di katakan oleh Jonathan benar juga, sekarang mereka tinggal di lingkungan istana, jika tadi mereka tinggal di rumah mereka, itu tak ada masalahnya, tapi jika tinggal di istana, bisa-bisa dia akan dianggap mencoreng nama keluarga.
"Tenanglah, aku tidak akan melakukan apa-apa, lagi pula jika ingin, aku akan memesankan kamar hotel yang lain," kata Jonathan yang menangkap keraguan Jenny.
"Baiklah, tak perlu menyewa lagi, aku hanya tinggal menunggu pagi, jika sudah maka aku akan segera pulang," kata Jenny lagi.
"Ok, kalau begitu," kata Jonathan lagi.
Jonathan segera berjalan memasuki hotel itu, mereka segera menuju lift dan Jonathan segera menekan tombol lantai paling atas, tak lama mereka sampai di lantai paling atas hotel itu, tempat presidential suite berada, Jonathan segera memindai kartunya, dan pintu hotel itu terbuka.
Seperti biasa kamar hotel itu mewah bak kamar istana, di dalamnya juga sebenarnya terdapat 2 kamar, Jonathan langsung menunjukkan kamar untuk Jenny.
"Satu orang tapi menyewa kamar begitu besar," kata Jenny sambil melirik kamar yang di tunjukkan oleh Jonathan.
Jonathan hanya mengulum senyum, wanita ini banyak protes, tapi entah kenapa dia menyukainya.
"Hanya jaga-jaga jika ada seorang gadis yang hampir kena rampok, lalu basah kuyup dan terlalu dini untuk pulang ke istananya, ternyata tak sia-sia menyewa kamar sebegini besar bukan?" kata Jonathan seolah membalikan sindiran Jenny, dia melangkah ke arah kamar utama yang ada di seberang kamar Jenny, dibatasi oleh ruang tamu yang tak kalah mewahnya, "mandilah, atau kau akan sakit, tenang saja aku tidak akan aneh-aneh denganmu,” sambung Jonathan, dia segera masuk ke dalam kamarnya, meninggalkan Jenny yang masih kaku menatap kamar Jonathan.
Jenny segera meletakkan tasnya ke atas ranjang, dia segera mengambil ponselnya dan mengirim pesan pada bibinya jika dia malam ini menginap di salah satu kediaman temannya, setelah dia mengirim pesan, dia melangkah ke arah kamar mandi, tubuhnya masih merasa sangat dingin, mungkin mandi air hangat akan sedikit mengurangi dinginnya.
Jenny mandi dan sedikit berendam di air hangat, saat dia mulai terbuai dengan kenyamanannya, tiba-tiba pintu kamar mandinya terketuk, membuat Jenny langsung sadar seketika.
"Siapa?" jawabnya.
"Maaf Nona, saya diperintahkan Tuan Jonathan untuk membawakan Anda makanan dan minuman hangat dan juga baju untuk Anda kenakan," suara wanita terdengar di luar kamar mandi. Jenny mengerutkan dahinya, namun tak ingin melanjutkannya.
"Baiklah, letakkan saja di sana," kata Jenny.
"Baik Nona.”
Setelah merasa cukup, Jenny segera mengeringkan tubuhnya, membalut tubuhnya dengan jas mandi yang cukup tebal dan panjang, dia mengeringkan rambutnya untuk menambah kehangatan, saat dia keluar dari kamar mandi, dia sedikit kaget melihat makanan dan minuman sudah berjejer di meja dekat tempat tidurnya, di atas kasurnya juga sudah terdapat baju, terlihat baju itu bukan baju wanita, mungkin miliknya karena ukuran dan potongannya mengisyaratkan itu adalah milik pria.
Jenny mengambil baju itu, wangi maskulin yang lembut tercium segera, entah kenapa Jenny menyukainya, tentu saja Jonathan hanya punya baju pria, jika dia punya baju wanita, maka Jenny pasti akan kembali bertanya-tanya dalam otaknya.
Jenny memakai baju tidur yang hampir menenggelamkannya, sangat kebesaran untuknya, namun setidaknya lebih nyaman, seorang pelayan meminta baju kotornya untuk segera dicuci agar nantinya bisa dia gunakan secepatnya.
Jenny sedang duduk di ranjangnya sambil menyeruput teh camomile hangat saat tiba-tiba pintunya terketuk, dengan santai Jenny mempersilakan siapa pun yang ada di balik pintu itu untuk masuk, dia kira mungkin hanya pelayan, dan Jonathan mungkin sudah tidur.
Jenny langsung duduk dengan tegak ketika melihat siapa yang masuk dari pintu kamarnya, ternyata Jonathan, Jenny langsung menaikkan selimut setinggi dadanya, bagaimanapun dia tidak memakai dalaman sekarang.
"Bagaimana keadaanmu?" tanya Jonathan duduk di salah satu sofa yang ada di sana.
"Eh, aku? baik-baik saja, seharusnya aku yang bertanya seperti itu," kata Jenny melirik ke arah Jonathan yang sudah menggunakan pakaian santainya.
"Aku baik-baik saja, sudah minum tehnya? Itu akan membuatmu lebih rileks, matahari baru bersinar 3 jam lagi, kau masih bisa tidur sejenak," kata Jonathan lagi.
"Bagaimana aku ingin tidur jika kau ada di sini? " kata Jenny lagi melirik ke arah Jonathan.
"Baiklah, aku akan keluar, oh, mobilmu sedang di bersihkan, bajumu juga, akan siap setelah kau bangun nanti, selamat tidur," kata Jonathan lagi dengan senyuman indah, hampir saja ingin berdiri sebelum Jenny membuatnya mengurungkan niat untuk berdiri.
"Ya, tenang saja, aku akan pergi pagi-pagi sekali, bahkan sebelum wanitamu itu tahu aku menginap di sini, jadi tenang saja, dia tidak akan sampai tahu," kata Jenny yang ingat Jonathan bersama seorang wanita bernama Cheryl kemarin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Fransiska Siba
mudah2an sifatnya Jo mirip ibunya atau kakeknya, jgn kayak Papamu mempermainkan wanita pergi kuliah terus cari mangsa baru terus tunanganya dihamili trus diselingkuhin lagi. kalau aku jadi Ibunya Jo tinggali org kayak gitu.
2022-06-27
0
Kim Yoona
karakter jenny unik
2020-12-20
0
🌹𝕬𝖑𝖚𝖓𝖆💦
Semangat
2020-10-19
0