bab 7

“Aku ketemu Nanda tadi.”

Gina menoleh dari tempat duduknya, matanya membulat. “Di mana?”

“Di kantornya Kak Sean.”

“Kak Sean? Kakaknya April?”

Arsen mengangguk, lalu duduk di samping wanita yang kini telah menjadi istrinya. Tangannya terangkat, mengusap lembut kepala Gina, menyusuri helaian rambut hitam yang jatuh di bahunya.

“Terus? Sejak lulus, kita memang lost contact sama Nanda, kan? Dia tiba-tiba menghilang begitu saja.”

Arsen kembali mengangguk, lalu menarik kepala Gina ke dadanya, membiarkannya bersandar dengan nyaman.

“Aku cuma menyapa tadi. Nanda nggak banyak berubah. Tapi…”

“Tapi apa?”

Arsen terdiam sejenak, memilih kata yang tepat agar tidak terdengar merendahkan.

“Dia terlihat agak kaku saat bertemu tadi.”

“Kaku bagaimana?”

Arsen menghela napas, mengingat kembali pertemuannya dengan Nanda.

“Tadi aku makan di kantin kantor Kak Sean, lalu melihatnya di sana. Dari seragamnya, sepertinya dia bekerja di bagian kebersihan.”

“Oh… begitu,” gumam Gina pelan. Ia mengangguk, seolah memahami sesuatu. Pasti Nanda merasa minder. Tapi setahu Gina, sahabatnya bukan tipe orang yang mudah minder.

“Aku dapat nomornya,” lanjut Arsen.

“Kamu sudah menghubunginya?”

“Belum.”

“Bagi ke aku dong.” Gina menengadahkan tangan, meminta nomor itu.

Arsen mengambil gawainya, mencari kontak Nanda, lalu mengirimkan nomornya ke ponsel Gina.

“Aku telepon sekarang, ya?” Gina segera menekan tombol hijau. Namun, panggilannya hanya berdering tanpa jawaban.

Sebelum sempat berkata apa-apa, suara berat dari arah belakang mengejutkan mereka.

“Sen, besok antar adikmu ke latihan renang sama guru baru, ya?”

Arsen dan Gina menoleh bersamaan. Papa Arsen berdiri di ambang pintu ruang keluarga, menatap mereka dengan ekspresi tenang.

“Jam dua siang sampai sore. Bisa, kan?”

“Guru baru?” Arsen mengernyit.

“Iya, tadi Papa sudah menghubunginya. Dia bersedia.”

“Kok ganti?” tanya Gina. “Jam segitu Arsen masih kerja, Pa.”

“Guru yang lama harus pergi ke luar kota. Jadi, sementara ini kita pakai guru baru.”

“Di mana?”

“Hotel Cokro.”

Arsen melirik Gina, lalu kembali bertanya, “Nanti ketemu siapa?”

“Namanya Nanda,” jawab Papa Arsen santai.

Arsen dan Gina saling berpandangan.

“Nanda Ayunda?”

“Iya. Kalian kenal?” Papa Arsen mengernyit heran.

Gina langsung berseru, “Biar aku aja yang antar, Pa!”

Papa Arsen semakin heran.

“Namanya sama seperti teman sekolah kami dulu, Pa. Namanya juga Nanda Ayunda. Dulu dia atlet renang, pernah juara se-kabupaten juga,” jelas Gina antusias.

“Wah, kalau benar, kebetulan banget ya.”

“Iya, Pa. Kami sudah lama banget kehilangan kontak sama Nanda.”

####

Keesokan harinya

Pagi itu, seperti biasa, Nanda menyelesaikan pekerjaannya di gudang. Saat itulah Irham datang, tersenyum padanya.

“Jadi, setelah ini kamu langsung ke latihan renang?”

“Iya, Mas,” jawab Nanda sambil merapikan pel yang baru saja dipakainya.

“Keren banget kamu. Pekerja keras.”

Nanda tersenyum mendengar pujian itu. “Keadaan, Mas. Orang tua sudah nggak ada, keluarga juga nggak punya. Aku harus mempersiapkan masa depan.”

Irham terdiam, menatap gadis berkulit sawo matang di hadapannya dengan perasaan iba.

“Kamu punya pacar?” tanyanya tiba-tiba.

Nanda mengalihkan pandangan dari ujung pel ke wajah Irham, lalu menggeleng pelan. “Aku nggak pacaran.”

“Hebat!” Irham mengacungkan dua jempolnya. “Jaman sekarang, susah nemu cewek berprinsip kayak kamu.”

Nanda tertawa kecil. “Bukan karena prinsip juga sih. Memang nggak ada yang mau aja.”

“Merendah,” gumam Irham sambil ikut terkekeh.

Namun, tanpa mereka sadari, dari kejauhan sepasang mata elang menatap tajam dengan ekspresi dingin.

“Cih, dasar wanita tukang tebar pesona,” gumam seseorang sebelum berbalik dan pergi.

###

Saat Nanda baru saja keluar dari kantor, Irham menepikan motornya di hadapannya.

“Ayo naik, Mas antar,” ujarnya.

Nanda tertegun. “Eh?”

“Kamu mau langsung ke tempat les, kan?”

“I-iya, Mas.”

“Ya udah, naik aja. Biar nggak telat.”

“Tapi… nanti merepotkan.”

“Nggak kok! Buruan, anak-anak sudah nunggu.”

Akhirnya, Nanda mengangguk, menerima helm dari Irham dan naik ke boncengan.

“Terima kasih ya, Mas.”

Sementara itu, dari balik jendela kantor di lantai atas, Sean memperhatikan pemandangan itu dengan tatapan yang sulit diartikan.

###

Saat perjalanan, Irham melirik Nanda sekilas. “Kita jemput sepupuku dulu ya?”

“Di mana, Mas?” Nanda ragu. Ia melirik jam di pergelangan tangannya.

“Dekat kok. Kamu masih terima murid baru, kan?”

“Maksudnya?”

“Ponakanku sudah lama pengen belajar renang. Sekalian aja, biar ikut les sama kamu.”

Nanda tertawa hambar. “Jadi nggak enak, Mas.”

“Masih bisa, kan?”

“Iya sih,” jawab Nanda. Lagi pula, hari ini hanya ada tiga murid. Nambah satu sepertinya tak masalah.

###

Begitu sampai di hotel, Nanda terkejut melihat sosok yang menunggunya.

“Gina!?”

“Nanda!”

Tanpa ragu, Gina langsung memeluk sahabatnya erat. Mata mereka berkaca-kaca.

“Kamu kok bisa di sini?” tanya Nanda setelah melepas pelukan.

“Aku nganter Baren,” jawab Gina sambil menunjuk bocah laki-laki yang berdiri di belakangnya.

“Baren?”

“Iya, adiknya Arsen.”

Nanda ternganga. “Jadi yang menghubungiku semalam itu papanya Arsen?”

Gina mengangguk.

“Kamu?” tanya Nanda, ingin tahu tentang kehidupan sahabatnya.

“Aku sempat putus sama Arsen, tapi kami ketemu lagi. Cinta lama bersemi kembali,” jawab Gina dengan senyum berbinar.

Nanda ikut tersenyum. Ia senang mendengar kebahagiaan sahabatnya.

Sementara itu, Irham hanya tersenyum tipis, memperhatikan pertemuan penuh haru itu.

Saat Gina duduk di pinggir kolam bersama Irham, ia melirik pria di sampingnya. “Kamu tertarik sama Nanda?”

Irham terdiam, lalu terkekeh. “Menurutmu?”

Gina menyeringai. “Kalau begitu, cobalah jadi oppa Korea. Dulu dia penggila drama Korea.”

Mereka pun tertawa bersama.

###

Dari lantai dua hotel, Sean berdiri di balkon, menatap ke bawah. Matanya menangkap sosok Nanda yang sibuk mengajar anak-anak berenang.

Tiba-tiba, suara seorang wanita menyadarkannya.

“Sayang, lihat apa sih?”

Sean menoleh. Wanita cantik dengan gaun ketat itu merangkul lengannya.

“Bukan hal penting,” sahutnya.

Namun, saat berjalan menjauh dari balkon, bayangan Nanda masih ada di benaknya.

###

"Aku tak pernah tertarik dengan wanita berkulit hitam. Karena itu aku memilihnya, aku sangat yakin tak akan jatuh cinta. Karena memang dia bukan tipeku."

Mata Sean terpaku pada sosok gadis yang sedang menyeberang dan menolong seorang anak sekolah yang jatuh berserempetan dengan pengendara lain. Membantu meminggirkan motor dan menuntun anak SMA itu ke tepi.

Memberi minum kemasan dan melihat luka-luka di kaki dan lengan. Rupanya Nanda pun selalu membawa obat luka dan perban. Sehingga dengan sigap gadis itu mengobati luka luar.

Sean masih terpaku di dalam mobilnya yang terjebak macet akibat kecelakaan itu. Sebagian kendaraan ada yang mendahului, namun, ia tetap berhenti ditempat.

Walau gadis itu tak cantik, tetapi, ia memiliki jiwa sosial yang tinggi. Bukan kali pertama Sean melihat aksi gadis yang sudah resmi menjadi istrinya itu meski diatas sebuah perjanjian. Bahkan beberapa kali ia melihat Nanda yang membantu orang lain di jalan, kadang ia membeli dagangan milik pedangan yang jualannya masih banyak, membeli beberapa bungkus dan memberikanya pada orang-orang yang ia temui kurang mampu di jalan.

Dan kini, Sean melihat lagi Nanda yang sedang membantu seseorang yang kecelakaan di jalan.

Mobil Sean baru mulai bergerak setelah melihat Nanda berjalan lagi. Seperti penguntit, ia pun melambatkan laju kendaraanya di belakang Nanda. Entah kenapa ia melakukan hal semacam ini. Sesuatu yang tak pernah ia lakukan sebelumnya.

Tiba-tiba gawainya berdering, Sean mengambil gawai yang ia letakkan di dasboard.

"Ya?"

"Sayang? Kapan kamu sampai? Aku sudah jengah di kamar sendirian."

"Aku kejebak macet. Tunggu di sana dengan tenang ya?"

"Baiklah, sebagai gantinya, belikan aku cake yang enak."

"Apa imbalannya?"

"Dua kali?"

Sean tersenyum nakal, "kalau begitu, cukup dengan kue. Tak perlu yang enak."

"Iihh baiklah. Sampai kau puas ."

Sean terkekeh-kekeh,"oke, aku segera datang."

Sambungan terputus, Sean melihat punggung Nanda sekali lagi, lalu tancap gas.

"Dia tidak sebanding dengan para teman kencanku," gumamnya tersenyum miring.

Terpopuler

Comments

kalea rizuky

kalea rizuky

ya jelas teman kencan mu jalang beda lah ma Nanda yg ori

2025-03-23

1

Uthie

Uthie

biar dapat karma atas ucapannya 😂

2025-03-23

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!