Seorang lelaki bertubuh tinggi, badan atletis sedang berjalan keluar dari bandara sambil menarik kopernya. Ia berjalan tegak dengan langkah kaki cepatnya keluar dari sana. Beberapa gadis menatapnya dengan penuh kekaguman melihat penampilannya yang terlihat sempurna. Menurut mereka, kalau lelaki itu sangatlah sempurna.
Apalagi lelaki tampan itu memakai setelan jas yang menghiasi tubuh atletisnya, ditambah kacamata hitam yang ia pakai membuat dirinya semakin terlihat tampan dan cool. Lelaki itu tak lain adalah Ikrar Abraham, seorang pewaris dari Keluarga Abraham.
Meskipun lahir dari keluarga kaya, namun ia sama sekali tidak pernah sombong dengan semua yang ia miliki, bahkan ia sudah biasa bepergian dengan pesawat biasa yang sekarang ia tumpangi. Kalau ada hal mendesak, baru ia akan menggunakan jet pribadi milik keluarganya.
Kini ia berdiri menunggu Emir menjemputnya kembali ke Mansion Abraham. Asisten ibunya itu sekarang sudah menjadi kepala rumah tangga di kediaman Abraham. Ia yang mengurus semua Mansion Abraham selama majikannya pergi. Ia tinggal disana bersama dengan istrinya yang bernama Lumi. Lumi sendiri merupakan dokter pribadi keluarganya meneruskan ayahnya yang sudah meninggal beberapa tahun yang lalu.
Ikrar berdiri di pintu keluar Bandara, tepatnya di pinggir jalan yang di lewati beberapa taksi bandara. Ia menyaksikan beberapa taksi lalu lalang di depannya sambil memegang koper disampingnya.
“An an ... aku kembali!” dalam hati Ikrar sambil tersenyum memperbaiki kacamata hitamnya.
Beberapa menit kemudian, ia berdiri menunggu disana, namun Emir tak kunjung datang menjemputnya.
“Kenapa paman Emir lama sekali sih? Aku harus menemui An an secepatnya!” keluhnya sambil terus menatap jam tangan yang disematkan di pergelangan tangan kirinya.
Tak lama setelah ia mengeluh tentang Emir, Emir pun datang dengan mobil mewah yang ia kendarai bersama kedua pengawalnya.
Ia turun dari mobil setelah mobilnya berhenti, tepat di depan Ikrar. Ia berjalan cepat menghampiri Ikrar yang berdiri menatapnya dengan kesal.
Emir langsung membungkukkan tubuhnya di depan Ikrar.
“Maaf Tuan Muda, saya terlambat menjemput Anda. Tadi ada masalah di perusahaan yang harus saya tangani!” jelasnya.
“Aku pikir paman melupakan kalau hari ini aku kembali. Aku sudah menunggu lama disini,” jawab Ikrar dengan kesal.
“Maafkan saya Tuan Muda. Saya tidak melupakan kalau hari ini Anda datang. Hanya tadi ada penerimaan pegawai baru di perusahaan, dan saya tidak bisa menyuruh orang sembarangan menjemput Anda!” jelas Emir.
“Masalah apa?” tanya Ikrar penasaran.
“Saya mewawancarai beberapa karyawan untuk menjadi sekertaris pribadi Anda selama di perusahaan,” jawab Emir.
“Apa ibu yang menyuruhmu melakukan semuanya?” tanya Ikrar.
“Iya tuan, nyonya bilang kalau saya harus secepatnya menyiapkan semuanya sebelum Anda masuk bekerja di Perusahaan,” jawab Emir.
“Sudahlah ... antar saja aku ke rumah An an sekarang!” perintahnya.
Emir mengangkat kepalanya, menatap bingung wajah Ikrar.
“An an siapa Tuan Muda?” tanya Emir. Ia tidak tahu kalau An an adalah nama panggilan Ikrar untuk Tania.
“Tania paman, Tania,” jawab Ikrar.
“Baik tuan muda.”
Emir pun menyuruh kedua pengawalnya untuk mengambil koper Ikrar, kemudian memasukkannya ke dalam bagasi mobil.
Ikrar masuk ke dalam mobil ketika melihat pengawalnya sibuk memasukkan kopernya. Disusul Emir yang juga ikut masuk ke dalam mobil.
Sebenarnya Emir belum tahu tentang kabar Tania selama ini. Ia hanya tahu kabar kecelakaan yang menimpa ayah Tania. Apalagi ia tidak pernah berkunjung ke rumah Tania setelah kecelakaan yang menimpa ayah Tania. Ia juga tidak pernah memberitahukan masalah kecelakaan ayah Tania pada Ikrar atas permintaan ibu Ikrar. Adelia yang merupakan ibu dari Ikrar tidak mau kalau Ikrar kembali ke Indonesia sebelum menyelesaikan pendidikannnya.
Dalam perjalanan menuju rumah Tania, Emir mencoba bicara pada Ikrar mengenai keluarga Tania.
“Tuan Muda!” panggilnya.
“Eem!” balas Ikrar sambil sibuk mengutak atik HP-nya.
“Sebelum kita sampai disana. Saya ingin mengatakan pada Anda kalau ayah Tania sebenarnya mengalami kecelakaan setahun setelah Anda pergi!” jelasnya melihat Ikrar di kaca tengah mobilnya.
Ikrar langsung mengangkat kepalanya melihat Emir. Ia terlihat terkejut mendengar kabar kematian ayah Tania.
“Ayah Tania sudah meninggal?” tanya Ikrar memperjelas kembali yang ia dengar dari Emir.
“Iya Tuan Muda,” jawab Emir.
“Kenapa paman baru mengatakannya sekarang?” tanya Ikrar.
“Nyonya tidak mau kalau sampai Tuan Muda terganggu mendengar masalah ayah tunangan Anda,” jawab Emir.
“Lalu bagaimana dengan Tania? Dia pasti sangat terpukul kehilangan ayahnya kan!” tanya Ikrar penasaran.
“Mengenai Nona Tania, saya tidak tahu tuan. Beberapa tahun ini saya tidak pernah mendengar kabarnya,” jawab Emir.
Ikrar semakin khawatir mendengar penjelasan Emir. Perasaannya tiba – tiba saja tidak enak mendengar berita yang dikatakan Emir. Apalagi selama ini Ikrar tidak pernah mendapat balasan email yang ia kirim untuk Tania.
Entah apa yang terjadi pada Tania. Perasaannya was – was kalau terjadi sesuatu pada Tania. Ia menggeleng – gelengkan kepalanya mengusir semua pikiran anehnya. Pikiran kalau Tania sudah melupakannya, pikiran kalau ia tidak bisa menemukan Tania di rumah besarnya.
Apa yang terjadi jika pikiran anehnya itu benar – benar terjadi. Pasti ia akan sangat terpukul dan kecewa.
Beberapa menit setelah pembicaraannya dengan Emir, mobilnya telah sampai disebuah rumah bergaya klasik dengan cat berwarna putih polos. Rumah Keluarga Tania. Tampak dari luar kalau rumah itu sama sekali tidak ada perubahan semenjak ia pergi ke luar negri beberapa tahun yang lalu.
Hanya cat berwarna putih polos yang tampak masih baru. Ikrar turun dari mobilnya, berdiri menatap rumah, tempat yang selalu ia kunjungi saat masih remaja.
Ia berdiri di samping mobil, membuka kacamata hitamnya untuk bisa menatap jelas rumah mewah yang ada di depannya. Seketika ia melihat bayangan dirinya dan Tania sedang berlari kejar – kejaran masuk ke dalam rumah. Tania tertawa keras sambil berlari masuk ke dalam rumahnya bersama Ikrar yang ikut berlari mengejarnya.
“Tuan Muda!” panggil Emir.
Bayangan kenangannya langsung hilang saat Emir memanggil dirinya. Ia menoleh melihat Emir di sampingnya.
“Ayo masuk!” ajak Ikrar.
“Baik,” balas Emir.
Ikrar masuk ke dalam rumah Tania dengan langkah tegaknya. Ia didampingi Emir yang ikut berjalan di belakangnya saat itu.
Ikrar berdiri tepat di depan pintu rumah Tania ditemani Emir. Ia menarik nafasnya, lalu mengeluarkan secara perlahan, mencoba menenangkan dirinya. Ia merasa gugup bertemu dengan Tania, kekasih masa kecilnya.
Tak lama kemudian, Ikrar mengangkat tangannya untuk membunyikan bel rumah Tania. Setelah berbunyi yang ketiga kalinya, terlihat seorang pembantu dari dalam rumah berjalan menghampiri pintu rumahnya. Ia membuka pintu dan melihat Ikrar berdiri tegak bersama Emir, tepat di depan pintu.
.
.
.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Rindy
komen nya lucu2 . . .
tp ada benar nya jg sih komen nya 😂
anggap aja mereka gak punya hp sama sekali 🤭
2021-06-06
0
lelah sekali
bener2 los kontak
2021-05-31
0
Ida Saidah
masa sklh gk ad libur y..
2021-04-01
1