Tidak Berubah Pikiran

"Tumben Mbak menitipkan Biyu di akhir pekan?"

Gaitsa tersenyum mendengar pertanyaan wanita berseragam biru di hadapannya. Biasanya ia memang hanya menitipkan bayinya saat hari kerja.

"Ada hal yang harus kuurus, jadi mohon bantuannya untuk hari ini juga." Gaitsa menyerahkan bayi berusia lima bulan dari dekapannya.

Wanita itu segera pergi dan melambaikan tangan setelah mencium pipi bulat bayinya. Gaitsa harus pergi ke tempat yang sudah ia rencanakan sejak setahun sebelumnya. Surat perceraian dan hak asuh anak, sekarang adalah waktunya untuk menyerahkan surat-surat itu ke pengadilan. Tentu saja, ada hal lain yang harus ia lakukan terlebih dahulu sebelum mengirimkan suratnya.

Gaitsa bergegas sembari bersenandung, menikmati warna biru cerah yang membentang di langit. Wanita itu menaiki taksi yang sudah dipesan sebelumnya.

"Tujuan ke mana, Mbak?"

"Bandara," jawab wanita itu semangat. Netra gelapnya menatap jalanan yang hari ini terlihat lebih indah. Gaitsa mencoba menahan tawanya membayangkan seseorang yang mungkin sedang kesulitan di hari cerah seperti ini.

"Ah, sebelum ke bandara, antarkan saya ke tempat lain dulu!"

***

"Berapa lama lagi kita akan mendengarkan mereka berdebat?"

Di tempat lain, seorang pria dengan kaca mata membingkai hidung mancungnya tampak mengeluh seraya melihat arloji di pergelangan tangan.

"Maaf, Tuan, apa kita cari jalan memutar saja?"

"Tidak perlu," jawabnya tegas. Ravendra tidak pernah merasa sejengkel ini seumur hidupnya.

Ada sedikit masalah dengan anak perusahaan di Malaysia dan Ravendra harus ke sana untuk menyelesaikannya. Ia diburu waktu, tapi kesialan demi kesialan membuat perjalanannya ke bandara jadi terhambat.

Ravendra harus mendengarkan makian dan umpatan seseorang yang menuduhnya mencuri tempat parkir. Mobil yang selalu terparkir di basement tanpa pernah bergerak selama sebulan terakhir dikatakan telah mencuri tempat parkir kemarin. Pria itu berusaha menjelaskan berulang kali setelah melihat sopirnya yang ketakutan.

Setelah melalui perdebatan cukup panjang, orang itu pergi saat menyadari bahwa ia salah orang. Ravendra membuang waktu selama lima belas menit untuk perdebatan tidak penting di tengah kesibukannya.

Lalu setelah akhirnya bisa ke luar, ban mobilnya kempes di tengah perjalanan. Tidak ada ban cadangan dan akan memakan waktu lama kalau harus menunggu orang bengkel datang. Ravendra terpaksa menghentikan taksi dan meminta sopir untuk lebih cepat.

Tapi, lihat apa yang terjadi sekarang? Terjadi kecelakaan di depannya. Sebenarnya itu tidak bisa disebut kecelakaan, mobil mereka hanya hampir saling menyerempet. Bahkan tidak ada kerusakan apa pun. Tapi mereka tetap berdebat dan saling menyalahkan.

"Sepertinya sudah selesai," ucap sopir taksi saat melihat orang-orang yang mengganggu ketertiban jalan akhirnya bubar. Beberapa mobil lain yang terjebak akibat perdebatan itu juga mulai bergerak setelah memberikan klakson panjang, tanda bahwa mereka sedang kesal.

Ravendra menghela napas dan memberi perintah untuk lebih cepat. Netra coklatnya melirik arloji dan berdecak. Kenapa hari ini ia tertimpa kesialan berulang kali?

Taksi sampai di bandara tiga puluh menit setelahnya. Ravendra menghela napas lega sembari memasuki bandara dengan langkah cepat.

"RAVENDRA!"

Benar-benar sial! Ravendra mengeratkan genggamannya di tas berisi laptop yang tengah dibawanya, menghela napas saat harus menghentikan langkah ketika seseorang memanggil. Suara wanita yang jarang didengar namun sangat familiar membuat bibirnya tersenyum mengejek.

"Apa ia akhirnya kehabisan uang?" gumamnya setelah melihat seorang wanita bersurai panjang sedang berlari. Alis pria itu bertaut saat melihat seseorang yang ikut berlari di belakang Gaitsa.

"Syukurlah kamu belum berangkat!" seru Gaitsa saat sudah sampai di hadapan Ravendra dengan napas terengah. Keringat membuat penampilannya terlihat sedikit berantakan, tapi Gaitsa tidak peduli.

"Kenapa kamu di sini? Dan bersama Alan?"

"Surat cerai!" ujar Gaitsa begitu mendengar pertanyaan pria di hadapannya. "Hari ini harusnya aku mengajukan surat perceraian kita ke pengadilan, tapi aku lupa suratnya ada di mana. Aku menemui Tuan Alan dan minta tanda tanganmu, tapi katanya aku harus memintanya sendiri."

Ravendra menatap tidak percaya pada wanita yang mengejarnya hingga bandara hanya untuk meminta tanda tangan untuk surat cerai. Pria itu menerima map yang disodorkan Gaitsa, mengabaikan tatapan tajam seseorang berstatus pengacara sekaligus sahabat terdekatnya.

Pria itu berniat membaca isi surat, tapi pengumuman yang mengingatkan tentang keberangkatan pesawat tujuan Malaysia terdengar di seluruh bandara. Ravendra tidak punya waktu untuk membaca satu per satu surat itu, jadi memilih percaya pada pengacara yang akan mengurus sisanya.

Gaitsa menahan seringai melihat Ravendra menandatangani surat-surat itu dengan cepat tanpa membacanya.

"Sudah, kan? Aku harus pergi sekarang," ucap pria itu setelah menyerahkan kembali berkas ke tangan Gaitsa. Ia baru akan berbalik saat wanita itu menahan lengannya.

"Kamu tidak akan berubah pikiran, kan?"

Ravendra mengernyitkan dahi. Berubah pikiran dalam hal apa?

"Kamu akan membiarkan perceraian kita berjalan lancar tanpa menghalangi apa pun, kan?"

Pertanyaan Gaitsa membuat Ravendra hampir tertawa mencemooh. Siapa yang menghalangi siapa?

"Aku tidak akan menuntut apa pun dari hubungan yang hanya kita lewati selama satu malam. Jangan khawatir, Alan akan mengurus segalanya sehingga perceraian kita berjalan lancar. Lalu, aku tidak akan pernah mengajukan banding."

Kalimat tegas pria itu membuat Gaitsa mengulum bibir, hampir berteriak bahagia sebelum melepaskan lengan yang masih ditahannya. Gaitsa sempat melambai setelah Ravendra berbalik. Perceraian mereka akan diurus dengan cepat saat pria itu sibuk dengan pekerjaan di luar negeri. Gaitsa tidak akan lagi bertemu atau memiliki alasan untuk melihat wajah menyebalkan itu.

"Kamu dengar yang dikatakan Pak Presdir, kan?" Gaitsa berbalik pada pria yang masih menatap tajam punggung Ravendra. Kalau matanya bisa mengeluarkan api, punggung Ravendra pasti sudah terbakar.

"Sampai bertemu di pengadilan," ucap Gaitsa sebelum melenggang pergi dengan surat cerai dan penyerahan hak asuh penuh yang sudah ditandatangani Ravendra.

Alan yang juga tidak sempat membaca surat-surat itu mengernyit. Wanita itu terlihat bahagia setelah menerima surat cerai. Kenapa? Ia tidak memindahkan seluruh saham dan properti Dewara Grup ke tangannya, kan?

Di luar bandara, Gaitsa kembali menaiki taksi untuk pulang. Ia akan mampir ke pengadilan untuk menyerahkan berkas yang diperlukan. Wanita itu yakin akan menang. Mereka hanya akan berusaha menentang kalau Gaitsa memindahkan seluruh saham dan properti Dewara Grup padanya, tapi tidak mungkin berusaha keras hanya untuk seorang bayi.

"Apalagi aku punya surat pernyataan yang ditandatangani secara sadar dan disaksikan seorang pengacara," gumamnya seraya tersenyum semakin lebar.

Setelah sampai di lingkungan apartementnya, wanita bersurai panjang itu langsung menuju tempat penitipan anak. Ia merindukan bayinya. Sosok mungil dengan pipi bulat dan berisi yang tidak pernah membuatnya bosan.

Gaitsa langsung menuju lantai dua, ke tempat bayinya berada. "Biyu!" panggilnya setelah membuka pintu, tersenyum semakin lebar setelah melihat putranya tengah tengkurap dengan bola-bola kecil di sekitarnya.

"Wah, Mamanya Biyu sudah pulang!" Perawat di ruangan itu langsung menggendong Biyu, melambaikan tangan bayi itu ke arah Gaitsa sambil membawanya menuju pintu.

Gaitsa menyambut bayinya dengan senyum lebar.

"Ayo bilang terima kasih ke Ibu susternya. Terima kasih Ibu suster!" Gaitsa menggoyangkan tangan gempal bayinya sebagai salam perpisahan sebelum meninggalkan tempat penitipan.

Wanita itu berjalan santai di sekitar taman, membiarkan putranya melihat orang-orang saling tertawa dan bermain. Suasananya memang sangat bagus. Gaitsa terus mencium pipi bulat bayi yang baru berusia lima bulan di gendongannya.

Ragata Biyu Dewara. Bayi laki-laki yang lahir dengan normal dan sehat itu adalah hadiah paling indah yang pernah dimiliki Gaitsa.

"Hari ini Mama bertemu Papa di bandara. Katanya kita boleh hidup berdua dan tidak akan pernah diganggu." Gaitsa mengelus surai kelam putranya, yang tertawa dengan menggemaskan tanpa mengerti apa yang diucapkan sang ibu.

"Papamu benar-benar orang baik," ucap Gaitsa seraya tersenyum lebih lebar.

Ia juga harus berterima kasih pada orang-orang baik yang membantunya membuat Ravendra menandatangani surat-surat itu dalam keadaan terdesak hingga tidak sempat membacanya.

“Aku akan mentraktir mereka sesuatu yang enak nanti!”

Terpopuler

Comments

Bzaa

Bzaa

semangat biyuuuu

2025-02-19

0

Hayat Muhayati

Hayat Muhayati

Bagus y

2025-01-21

1

lihat semua
Episodes
1 Sebuah Status
2 Mulai Sekarang, Kita Hidup Berdua
3 Tidak Berubah Pikiran
4 Hasil Sidang
5 Bertahan Demi Biyu
6 Pak Presdir
7 Sentuhan Kecil
8 Aku Ibunya!
9 Mimpi Masa Lalu
10 Bayi yang Ditolak
11 Fakta Aneh yang Terungkap
12 Hal-hal yang Disembunyikan
13 Ingatan Asing
14 Dua Fakta Berbeda
15 Pastikan Tidak Terjadi Skandal!
16 Kembali Diperbudak Pekerjaan
17 Sebuah Nama
18 Skandal yang Terungkap
19 Istri Rahasia Presdir
20 Proposal Dadakan
21 Konferensi Pers
22 Panggilan Video
23 Main
24 Kejutan!
25 Lukisan
26 Wanita Itu
27 Pegawai Baru
28 Gaitsa
29 Direktur Baru
30 Tentang Laporan
31 Sebuah Kisah
32 Bisikan di Antara Kebisingan
33 Pekerjaan Baru
34 Malaikat Pembuat Teh
35 Gara-gara Kopi
36 Kabar
37 Hal Tak Terlupakan
38 Kejadian di Depan Pintu
39 Mencari Ravendra
40 Hanya Ada Satu
41 Zhian
42 Duka Seorang Ibu
43 Ayah Kandung Zhian
44 Bersama Yasa
45 Seorang Ibu
46 Penderitaan Seorang Ibu
47 Bayangan di Balik Bayangan
48 Semakin Rumit
49 Sakit
50 Mimpi
51 Kediaman Zaidan
52 Cemburu
53 Nyonya Erena
54 Rumah
55 Trauma
56 Pesta Penyambutan
57 Firasat
58 Peringatan
59 Sapaan Hangat
60 Tentang Dia
61 Di Balik Layar
62 Tentang Rindu
63 Pulang
64 Seorang Ayah
65 Tuan Putri
66 Keluarga Ardian
67 Reuni
68 Cerita
69 Keluarga Lengkap
70 Mimpi Buruk
71 Pagi di Kediaman Zaidan
72 Menelpon Gaitsa
73 Kembali Pada Rutinitas
74 Bicara
75 Menjenguk Erika
76 Foto
77 Wanita Iblis
78 Obrolan Tengah Malam
79 Keputusan Erika
80 Pertemuan
81 Dari Hati ke Hati
82 Teman
83 Nona Eirin
84 Kecewa
85 Hukuman
86 Perasaan Tidak Nyaman
87 Melepas Rindu
88 Amplop Tanpa Nama
89 Alasan
90 Bertamu
91 Kekhawatiran Tak Berguna
92 Bab Kehidupan
93 Keegoisan dan Cemburu
94 Sebuah Panggilan
95 Kekasih Seseorang
96 Bukan Sinetron
97 Hadiah
98 Boneka Kelinci
99 Mimpi Tak Penting
100 Diskusi
101 Masalah yang Berputar
102 Rencana yang Gagal
103 Double Date
104 Kenyataan Pahit
105 Situasi Rumit
106 Jalan-jalan Sore
107 Bagian Takdir
108 Taman Bermain
109 Surat Kaleng
110 Find Me
111 Ingatan yang Hilang
112 Skandal Kedua
113 Gangguan
114 Pesan dari Erika
115 Potongan Ingatan
116 Hilang
117 Gadis Kesayangan
118 Berlari
119 Bukan Matahari
120 Jawaban Anda Benar
121 Ingatan Masa Kecil
122 Sebuah Janji
123 Alasan Agar Berdua
124 Tamu Tengah Malam
125 Dei
Episodes

Updated 125 Episodes

1
Sebuah Status
2
Mulai Sekarang, Kita Hidup Berdua
3
Tidak Berubah Pikiran
4
Hasil Sidang
5
Bertahan Demi Biyu
6
Pak Presdir
7
Sentuhan Kecil
8
Aku Ibunya!
9
Mimpi Masa Lalu
10
Bayi yang Ditolak
11
Fakta Aneh yang Terungkap
12
Hal-hal yang Disembunyikan
13
Ingatan Asing
14
Dua Fakta Berbeda
15
Pastikan Tidak Terjadi Skandal!
16
Kembali Diperbudak Pekerjaan
17
Sebuah Nama
18
Skandal yang Terungkap
19
Istri Rahasia Presdir
20
Proposal Dadakan
21
Konferensi Pers
22
Panggilan Video
23
Main
24
Kejutan!
25
Lukisan
26
Wanita Itu
27
Pegawai Baru
28
Gaitsa
29
Direktur Baru
30
Tentang Laporan
31
Sebuah Kisah
32
Bisikan di Antara Kebisingan
33
Pekerjaan Baru
34
Malaikat Pembuat Teh
35
Gara-gara Kopi
36
Kabar
37
Hal Tak Terlupakan
38
Kejadian di Depan Pintu
39
Mencari Ravendra
40
Hanya Ada Satu
41
Zhian
42
Duka Seorang Ibu
43
Ayah Kandung Zhian
44
Bersama Yasa
45
Seorang Ibu
46
Penderitaan Seorang Ibu
47
Bayangan di Balik Bayangan
48
Semakin Rumit
49
Sakit
50
Mimpi
51
Kediaman Zaidan
52
Cemburu
53
Nyonya Erena
54
Rumah
55
Trauma
56
Pesta Penyambutan
57
Firasat
58
Peringatan
59
Sapaan Hangat
60
Tentang Dia
61
Di Balik Layar
62
Tentang Rindu
63
Pulang
64
Seorang Ayah
65
Tuan Putri
66
Keluarga Ardian
67
Reuni
68
Cerita
69
Keluarga Lengkap
70
Mimpi Buruk
71
Pagi di Kediaman Zaidan
72
Menelpon Gaitsa
73
Kembali Pada Rutinitas
74
Bicara
75
Menjenguk Erika
76
Foto
77
Wanita Iblis
78
Obrolan Tengah Malam
79
Keputusan Erika
80
Pertemuan
81
Dari Hati ke Hati
82
Teman
83
Nona Eirin
84
Kecewa
85
Hukuman
86
Perasaan Tidak Nyaman
87
Melepas Rindu
88
Amplop Tanpa Nama
89
Alasan
90
Bertamu
91
Kekhawatiran Tak Berguna
92
Bab Kehidupan
93
Keegoisan dan Cemburu
94
Sebuah Panggilan
95
Kekasih Seseorang
96
Bukan Sinetron
97
Hadiah
98
Boneka Kelinci
99
Mimpi Tak Penting
100
Diskusi
101
Masalah yang Berputar
102
Rencana yang Gagal
103
Double Date
104
Kenyataan Pahit
105
Situasi Rumit
106
Jalan-jalan Sore
107
Bagian Takdir
108
Taman Bermain
109
Surat Kaleng
110
Find Me
111
Ingatan yang Hilang
112
Skandal Kedua
113
Gangguan
114
Pesan dari Erika
115
Potongan Ingatan
116
Hilang
117
Gadis Kesayangan
118
Berlari
119
Bukan Matahari
120
Jawaban Anda Benar
121
Ingatan Masa Kecil
122
Sebuah Janji
123
Alasan Agar Berdua
124
Tamu Tengah Malam
125
Dei

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!