Selama di perjalanan mereka, Faza fokus menyetir dan Zia fokus membaca buku, lalu tak lama Faza membuka percakapan.
"Zia..." Panggilnya.
"Kenapa, Om? " Zia menoleh.
Faza menatap Zia dia masih risi dengan panggilan om tapi semenjak tau identitas dirinya yang notabenya cicit mafia dia tidak mau lagi mempermasalahkan itu.
Bahkan Faza ingat pas minta maaf sama Mba Mia sambil gemetaran, dia juga minta maaf sama Vandra yang notabenya saingan dirinya.
Rela? Oh tidak! Faza masih menyimpan rasa sama Mba Mia tapi dia pendam dalam hati.
Semenjak kejadian itu juga dia mulai punya pacar.
Namanya Gladis cewe yang selalu deketin dia. Itu pun terpaksa soalnya pas di sekolah ketemu Vandra dia ditatap tajam mulu, dia selalu salah dimata Vandra wali kelasnya, bahkan dia bernafas saja kayak salah.pada akhirnya dia memutuskan menerima perasaan Gladis yang centil nauzubillah.
Di pikir suami mana yang tidak kesa dan marah? Faza paham itu, makanya dia cari aman dengan cara nerima Gladis untuk sementara.
Semenjak itu kehidupan sekolahnya tenang dari dendam kusumat Vandra, namun harus sabar meladeni kelakuan Gladis. Tak tanggung-tanggung dia yang dijuluki kulkas 9 pintu harus berpura-pura jadi palyboy, dia kencan buta dengan beberapa wanita dalam waktu singkat, alasan lainnya agar Gladis mutusin dia juga.
Eh malah tidak sesuai espektasi, tambah lengket malah si Gladis. Jadi, dia nyerah untuk melakukan hal itu, dia akan berkata langsung pada Gladis kalau dia hanya pion untuknya. Jika mereka kencan, Faza selalu membawa Zia untuk dijadikan alasan kabur, supaya si Gladis tidak minta cium ya tetek mbengek (segala macam). Saat dia bertemu para gadis kencan buatnya dia juga membawa Zia.
kencan buta hanya dalih perlindungan diri dari Vandra, dia membawa Zia untuk di jadikan tameng, sekaligus agar Zia mengatakan kelakuannya sama Vandra, supaya Vandra beropini dia emang playboy, karna seorang Playboy, tidak ada yang serius akan cinta.
Entah sejak kapan dia semakin bergantung bawa Zia kemana-mana. sebelum mengungkapkan perasaanya ke Mba Mia dia juga sering ajak Zia pergi ke mana pun dia pergi, ke mall, nongkrong, kerja kelompok, dulu niatnya buat dapetin hati Zia, siapa tau jadi bapak angkatnya.
Sekarang tidak ada alasan, tapi dia nyaman dengan adanya Zia, ditambah jika ada wanita yang akan menyentuhnya, Zia yang akan mengkritik mereka, Faza jadi tidak perlu membuat alasan dia tidak perlu minum obat atau takut ada wanita yang akan menyentuhnya.
......................
"Om Faza, idih. Manggil-manggil tapi malah diem aja, kenapa?"
Lamunan Faza langsung buyar. "Eh maaf,ada yang gue pikirin."
Zia menatap Faza yang menyetir. "Pasti mikirin cewe mana yang mau di ajak kencan buta lagi." Lalu dia menghembuskan nafas berat. dia dapat firasat dirinya akan digunakan kembali oleh Faza buat dalih kalo gak suka cewe itu. "Tapi aku tidak keberatan." tambah suara batinnya.
"Cita-cita kamu mau jadi dokter ya? Serius amat baca bukunya."
"Bukan om, cita-cita ku mau jadi mata-mata." Jawab Zia dengan muka datar.
"Lah kok baca buku kedokteran? Yang bener aja kamu cil,cil." Faza menepok keningnya, "Mana ada mata-mata bacanya buku dokter?"
"Biar kalo luka pas mata-matain orang bisa obatin dirinya sendiri dengan tepat dalam keadaan darurat."
"Tapi gak dari dini juga kale, ntar lu udah remaja cita- cita lu bakal berubah, pas kuliah lu dewasa baru deh inget perkataan kekanak-kanakan kamu sekarang."
Faza tak habis pikir dengan cara berfikir Zia, tapi dia tak heran si kalo Zia jenius. Bapak, emaknya aja tidak bisa diragukan, sampe-sampe dirinya mengira Vandra sedang dalam menyelesaikan misi di sekolahnya.
"Terus Zia harus ganti cita-cita gitu?"
"Iya lah, yang mudah aja kamu kan cewe."
"Misal jadi ibu rumah tangga gitu? Kan mudah tinggal nunggu di nafkahin."
"Buset, masih bocil aja pikirannya dah nikah, emang nikah lu kira enak?"
"Ck, makanya gak usah larang-larang Zia om, om gak bakal paham rasanya jadi Zia."
"Emang bocil punya masalah?"
Zia hanya menggeleng-geleng malas, batinnya berkata. "Karna om gak tau jadi mata-mata saat aku dewasa adalah persetujuanku dengan kakek agar ayah dan bunda bersama."
"Kok bisa sih bocah kayak lu mikir nikah sama duit?"
"Ya bisa, karna Zia udah rasain gimana pentingnya harus dapat sosok suami yang kaya raya."
"Ck." Faza berdecak dalam hatinya menjulidi Zia. "Mungkin karna dari keluarga mliyader makanya mikirnya kaya gitu dasar."
"Om kan pasti gak pernah rasain gimana dinginnya tidur di ruangan terbuka pas hujan, gak tau rasanya mengkhawatirkan beras abis buat makan besok, gak pernah liat per-" Zia terdiam dan di lanjutkan di hati
"Tumpahan darah cuman ingin bersama keluarga.".
"Per? Per apa?"
"Ih... kepo, dasar om Faza." Zia langsung berubah jadi mode julid.
Faza hanya bisa beristighfar di hati tak lupa sumpah serapah anjirnya yang tak terlewatkan, karna udah serius, dia juga penasaran emang Zia di besarin kek gelandangan apa gimana? kok bisa ngomong gitu, malah akhirnya mengesalkan.
Tak berselang lama Faza dan Zia sampai di caffe tempat Faza nongkrong bareng sohib-sohibnya.
"Eh Decan (dedek cantik), sini sayang, duduk sama Kak Gibran." ucap Gibran penuh kasih sayang, Karna dia udah sayang bangat sama Zia kek adeknya.
"Gibran, lo bener- bener kek pedofil, padahal pas waktu pertama ketemu gue mau Noel pipi Zia aja ko tegur."
"Zia, sini sama AA Qion, jangan sama mereka." ucap Qion, sambil mengedipkan salah satu matanya.
"Sstt... bisa gak si kalian diem? pada kegenitan bangat sama bocah 6 tahun."
Zia hanya memperhatikan mereka berempat karna pemandangan ini tak asing baginya, Zia bisa menilai ketulusan mereka semua padanya, dia lebih nyaman di samping Faza.
"Zia mau sama om Faza aja."
"Yah..." Qion dan Gibran bersamaan.
Sedangkan Fingga hanya berekspresi lemas, dia tak berbicara kecewa, tapi exspresinya mengatakan kecewa.
"Jadi, kenapa tiba-tiba lo panggil kita semua Za?" Gibran membuka obrolan.
Faza menatap mereka serius. "Gue bakal sekolah keluar negeri."
"Byurr..." Fingga menyemburkan minuman yang akan dia teguk.
"Jangan bercanda, Za. Gak lucu tau!" Gibran dengan tatapan tajam.
"Loh kok bisa? Kan lu janji kita sekolah bareng di university impian kita?" Tanya Qion
"Sorry bro, karna kesalahan yang gue perbuat, nyokap sama bokap gue bakal pindahin gue ke luar negeri, sampai pendidikan sebagai pewaris selesai." dengan expresi sedih.
Semua sohibnya hanya bisa terdiam sangkin kagetnya, namun mereka ingat apa yang dikatakan Faza pas di tempat nge-gym dia bilang abis ditolak Mba Mia, lalu cerita dia diomelin abis-abisan sama bokapnya dan disuruh keluar negeri.
"Lagian lo kenapa jadi bodoh si? pake suka sama istri orang. Kita bakal kangen sama lo! kenapa gak nunggu sape lulus aja? bentar lagi kita kan lulus." Gibran dengan kesal.
"Berapa lama lo di luar negeri?" Tanya Fingga.
"Entah lah, kan tadi gue bikang sampai menjadi pewaris, mungkin sampai 3 tahun atau 6 tahun atau mungkin lebih," Jujur Faza, dia tak tahu dirinya mau sampai kapan diluar neger. Bokapnya malah nyaranin biar dirinya jadi warga diluar negeri selamanya aja, sangkin takutnya di bunuh sama keluarga besar Vandra yang seorang mafia.
Faza tidka bisa cerita bahwa Vandra,Mia,Zia adalah keluarga Mafia.
Semua terdiam mendengar apa yang Faza katakan, mereka tuh bukan sekedar temen, udah kaya anak kembar, mereka dari kecil udah temenan, makanya denger salah satu keluar negeri tuh sedih, emang di kira cowi gak bisa sedih kalau temannya pergi? Qion sebenernya mau nangis tapi dia mencoba mencairkan suasana dengan berkata.
"Huee...gak ada lagi yang bisa gue jadiin alesan izin sama bokap, biar ketemu cewe-cewek gue nanti."
Mereka menatap ke arah Qion semua, tak lama mereka tertawa.
"Kampret! temen mau pergi lu masih mikirin cewe? " Faza memukul Qion pelan.
"Makan tuh kentang goreng." Fingga menjejalkan kentang goreng segenggamannya ke mulut Qion dengan paksa.
"Teman sesat emang lu, ion." Gibran Sambil memukul topinya ke Qion.
"Asw, udah njir. Lu jangan pada ancurin muka menawan bak Arjuna gue, tolong mommy...Qion di aniaya!" dengan suara dramatic di akhir kalimat.
Makin di uwel-uwel lah Qion, oleh 3 sohibnya, sementara Zia? dia hanya mendengarkan, menyaksikan ke 4 anak remaja itu kek anak batita.
Setelah itu mereka duduk dan minum, suasana yang sedih jadi bahagia karna omongan Qion beserta kelakuannya. Mereka tak perduli jadi perhatian orang, selama tidak ditegur pemilik caffe aja.
Dari awal pesan tuh tempat emang Faza udah bilang sama manajer caffe kalo mungkin akan ada sedikit kebisingan, dia juga membayar lebih untuk jaga- jaga kalo membuat pelanggan lain gak nyaman. Karna Faza paham teman-tenannya akan membuat keributan.
Zia dari tadi hanya diam, entah kenapa sekarang rasa tak nyaman ada dalam hatinya, mendengar teman seperjulid'an dan berantemnya akan pergi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
Bintang malam
sedikit menangkap, sesuai judul. kayaknya nanti Faza nikah sama dia sesuai blurb 🤣
2025-01-12
0