...Bab 2...
Sembilan puluh sembilan persentase, hanya tinggal beberapa minggu lagi penyerangan kedua akan dimulai. Mungkin sudah tiba pesta bersih-bersih dimulai, mengemukakan semarak nyanyi-nyanyi tenang usai Mahakuasa Terbuang menyatu sebagai pupuk.
Mengingat soal ini, ditambah penuntasan perang digapai atas kemenangan pihak lawan, pembabatan tak tersisa menjadi sebab, alasan sebenar kejatuhan Pejuang untuk mengungsi ke posko, menanti kehadiran raga dalam rangka mengurangi cidera luka di sekujur badan.
Sekitar selusin teridentifikasi sudah tidak sanggup melukis mentari, namun bukan berarti sumbu perang bakal hilang, memberhentikan proyeksi tanpa ada kompensasi nan sepadan.
Dia merupakan seorang wanita, tidak lain dan bukan adalah Ling Xu, seorang herbal tradisional yang berasal sedari asosiasi Dewa Buangan.
Ayahanda pergi secara tragis, sementara nyawa ibunda melayang akibat dinodai bejad manusia ramai-ramai.
Setidaknya prakarsa kemarahan sanggup diringkas, namun tetep mengutamakan kebencian barang herbal nan berlipat selaku ikrar, deklarasi jijik yang berbuah perolehan keliling tenaga medis.
Jasa Ling Xu pada peralihan terkini tentu tidak dapat dipandang kebetulan.
Menggunakan adidaya wewenang Pimpinan kota, tanpa pikir panjang narasumber berlari, cepat-cepat menaruh macam ramuan manjur demi terbebas, meringankan beban sekaligus penopang para Pejuang bilamana pertahanan benteng diserbu.
Sudah cukup lama, baginya.
Takut memandang, kekhawatiran berlebih waktu menseksamai kehilangan banyak darah sempat merajut, menghantui akal sehat Ling Xu untuk beberapa bulan lamanya.
Jelas dampak samping Pertentangan Harmoni teramat dashyat, memberitakan juta hingga triliun ke atas baik pada korban ataupun luka-luka antar Pejuang atau manusia biadab.
Setiap saat, belajar dan terus meneliti berhasil Ling Xu pertahankan.
Terbiasanya memandang kesedihan, larut tangis pilu membuat mentalitas kokoh, sudah kagak panik bahkan terpampang tenang santai mengesampingkan jerit nyelekit pembawa ajal.
Menangisi kagak ada arti dimaknai.
"Tinggalkan, semua keabadian."
"Dimulai kembali? Menyusahkan kalian, biadab Manusia!!"
"Cita rupa nan seragam."
"Mengapa semua kulit otot hanyalah brengsek, biadab lagi baj*ngan semata?!"
"Keduniawian perlu patuh."
"Demi apa pun kau berhutang seribu kali, sampai penghujung pun kunanti!!"
"Karenanya materi bernilai dan juga tidak diapresiasi patuh!!”
Asik mengganti, balut perban mengedepankan peringanan luka Pejuang ke-29, rapal mantra tiada disangka terngiang, tangkap siar nan memupuk keiktusertaaan jengkel lagi muak sesaat sunyi hening mendentumkan letup dahsyat.
Resah sikap buru-buru bersikap.
Meski tahu tugas ini merupakan amanat, menyelamatkan diri tergolong hal terpenting, imbas dampak ketidakkonsistenan tabur penyembuh yang terpaksa batal seiring tekad cabut dideklarasi.
Kepanikan, rasa takut disertai bumbung cemas terus menerpa, mengindikasi remaja di bawah kata dewasa tersebut berpaling, sejenak celingak-celinguk sebelum pelangkahan laju mengungkap realisasi.
Dentum besar bukan diidentifikasi sebagai kewajaran awam.
Peristiwa terkait sudah pernah terlewat, memaknai kerasnya medan pertempuran dimana ikrar mantra senantiasa beriringan maha agung letupan.
Memahami resiko menyertakan jamin selamat harus tetap eksis, pegang ujung gaun segera berlangsung, tiada ganggu menyaluri separuh tenaga sebagaimana kebutuhan, lestari bertindak dan tetap memegang teguh sampai ledak bom membuyarkan harap imajinasi.
Baru setengah jalan, bahkan kurang dari persentase separuh tertanam pada kini keadaan.
"Waaaaaa."
Mengingat kebesaran yang begitu mustahil untuk ditahan, hasil pengaktifan menggelegar suara langsung menghantam, ekstrim perubahan berkapasitas tinggi tetiba menghantam tepat tubuh Ling Xu, mesti berguling diselingi banjir muntah darah selaku undangan telan lubang menenggelami utuh tubuh.
Terpaksa masuk tiada diminta, rasanya.
Ditambah ketidakpahaman kira-kira pasti, sementara waktu evakuasi menetap, menaruh ramping lekuk tubuh hanya bisa terkapar sejalan deras merah segar memancarkan rasa ngilu bagi organ terpendam.
Ling Xu tahu, begitu memahami sebab-akibat dari semua ini.
Mengetahui intensitas pancur senantiasa memancar, pengulangan keras kutuk selalu tertanam, menyemati bejad-bejad sekalian sebagai keidiotan Mahaesa atas seluruh tingkah laku selaras ulang dentum memperparah keadaan.
Jangankan berdiri, gerak satu inci bermaksud elus batu dianggap nihil, mustahil dipraktekkan tanpa ada alat bantu.
Tetapi bukan berarti ikrar lubuk bakal menyerah, paksa sikap mampu terajut, menjalin lengan untuk menukar profesi agar perpindahan badan mampu direalisasi secara cermat.
Bengkak tak tertolong, jelas pergelangan kaki perlu diselipi obat. Apa pun yang bersifat ramuan dalam rangka meniadakan tuntas mati rasa pada kaki.
"Lapar ….”
Diikuti lemas tebar menerpa, tidak adanya daya lebih untuk menyaluri tenaga tak menghalang, merobek tekad terpendam raga untuk menyantap, berusaha merangkak lagi memaksa kedua tangan sebagai titik tumpu perpindahan.
Fana sikap kagak bisa dielak.
Sekalipun Para Dewa pernah menggapai Keabadian Norma, perilaku terkait adalah citra, khas perbuatan yang takkan sanggup dipupus oleh siapapun.
Menyeret dan tetap menggesekkan tanah berulang-ulang.
Paksa tindak perlu dicantumi, mengindikasi mengenaskan nasib Dewa malang sepertinya sebagai pengingat tahta agung tiada bersifat mutlak.
Semua ada pergerakan, dan setiap reka hidup selalu tertera sebagaimana teratur putar roda.
Kurang bergizi tiap anatomi dipandang kewajaran.
Memang benar beliau adalah mujarab obat, dan udah lumayan banyak Pejuang Esa yang bersemangat atas dasar terapi obat.
Tetapi menyerahkan obat dengan mendalaminya terbilang lain, dan juga harus ditegasi bilamana luka rajut bener-bener melampaui batas.
Setidaknya fatal bentuk sama sekali nihil, belum pernah mendekati tebar robek sejauh bayar rekrut dinegosiasi. Tafsir lebih pendek, ulur tangan atau kematian disakralkan begitu aja.
Jerit kasar, dikemukakanya amurka bener-bener menghantui seisi lambung.
Dikarenakan toreh lapar mendekati kata rakus dan tamak, kental sup hitam harus terbingkai, mendeklarasi eksistensi tak terbantah bagi kedangkalan perut.
Rasa memang agak aneh, sedikit menggelembung waktu dipanasi hanya sekian, prioritas absurditas tak terbantah yang dapat membuat manusia muntah-muntah.
Ini sangat layak dijatuhi atas dakwaan menjijikkan. Namun didakwa negatif kritik bejad manusia hanyalah ocehan, sama sekali gak sanggup menghajar tekad jilatan lidah.
Rendah fluktuasi tentu saja menggiurkan, apalagi kesan nyaman tak peduli seberapa banyak santap sendok masuk.
Disertai kandungan sedikit tumbuk obat, sehat organ dapat terjamin, menjungkirbalikkan tragis sikap berdasar satu dua teguk menyeruput.
Dia sangat suka, benar-benar bahagia pada ketidakjelasan hidang menu tersebut.
“Penjahat? Atau mata keranjang tak beradab?”
“Terlalu lama menyebur tidak bisa disinyalir marabahaya menghampiri.”
Paten nafas, lestari tarik ulur respon menepati persentase tinggi, berulang penyeretan kasar tetiba membatu, beku reaksi merupakan utama reaksi begitu aneh dengung terngiang, endus siar yang diikuti familiar tebar memahat fluktuasi suatu individu.
Kagak salah dan kurang lagi.
Sekalipun buta bohlam dipaksa masuk, hangat sensasi dapat ditangkap, mendeskripsi tanda Sesama di bagian gelap sana.
Ini memang akurat Mereka? Tapi entah mengapa ulang tangkap kian meredup, menandakan penyinaran makin lama menggarisbesari pemupusan dalam kurun waktu ke depan.
Sangat disarankan tindakan Ling Xu dipuji, gak langsung masuk karena godaan atau memilih satu dua buah tindakan.
Cukup jelas, terdapat kecurigaan dibarengi bayang malapetaka. Dan hanya butuh lengah persepsi raga terikat, tiada disangka-sangka terjebak pada suatu erat ikat cipta bejad manusia.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments