Harus kuat

Matahari bersinar di antara sela pohon yang membentuk sinar cahaya. Aku masih seperti mimpi telah kehilangan ibu. Walaupun begitu aku harus semangat untuk tetap hidup. Alasan aku hidup adalah balas dendam kepada ayahku. Aku lupa bahwa ada buku di tanganku. Aku belum mau membaca isinya. Aku simpan rapi buku itu balik bajuku.

Hal pertama yang aku pikirkan adalah bagaimana menguburkan ibu. Setelah berpikir lama aku harus menguburkan mayat ibu. Dengan perlahan aku keluar hutan. Aku mengikuti bekas jejak kakiku. Dengan perlahan tapi pasti, aku selalu mengikuti petunjuk yang aku buat semalam. Setelah sampai aku bertemu dengan ibu yang masih terbaring di tanah. Aku berusaha membuat lubang, tapi aku berfikir bagaimana cara menggali lubang.

Aku berdiri di tengah hutan yang sunyi, dikelilingi oleh pepohonan tinggi yang rapat dan cahaya matahari yang hampir tidak bisa menembus tebalnya daun pohon. Di sekelilingnya, hanya ada suara desiran angin dan dedaunan yang bergesekan. Tanpa alat, aku mulai menggali tanah dengan tangan telanjang, dengan gerakan hati-hati aku memakai tangan ku untuk menggali.

Dengan wajah yang serius aku berusaha keras untuk menekan tanah lembap yang menempel di bawah. Setiap cengkraman tangannya membawa tanah yang agak keras, lalu menariknya keluar dengan hati-hati. Ia menarik tanah sedikit demi sedikit, tubuhnya membungkuk, menggunakan kekuatan punggung dan lengannya untuk mengangkat tanah yang semakin menumpuk.

Tangan dan jariku sudah sangat kotor, kulitnya terasa kasar karena gesekan dengan tanah yang terkadang keras dan berbatu. Ia tak menghiraukan kotoran yang melekat pada jari-jari ku. Aku fokus sepenuhnya pada tujuan yaitu menguburkan ibuku walaupun dengan cara yang sederhana yaitu hanya mengubur. Tanah di sini mulai membuka tanah lebih dalam, melepaskan nafas panjang yang kadang-kadang terdengar lelah, namun ada keteguhan dalam setiap gerakan.

Di sekitarnya, suasana hutan terasa lebih mencekam. Daun-daun berguguran perlahan, seolah turut merasakan ketegangan yang ada. Beberapa kali, aku menoleh ke sekeliling, memastikan tidak ada yang mengganggu pekerjaannya. Aku juga memastikan bahwa tidak ada prajurit ayah.Tangan dan kaki kotor, ia terus menggali dengan tekad yang kuat.

Lubang mulai terbentuk perlahan, lebih dalam dari sebelumnya, tanah yang terangkat ia dorong ke sisi, menumpuknya dengan rapi. Wajahnya dipenuhi keringat, namun matanya tetap tajam, tidak tergoyahkan dari tujuannya. Seiring waktu, lubang itu semakin besar, cukup untuk membuat ibuku tertidur di sini. Dengan perlahan aku menarik tubuh ibuku ke dalam lubang.

Tubuhku yang kecil ini harus menarik tubuh ibuku yang besar. Umurku yang baru 12 tahun harus menarik tubuh ibuku yang berumur 30 tahun. Perlahan tapi pasti, tubuh ibuku sudah masuk ke dalam lubang. Walaupun masuk ke lubang tidak terlalu baik. Aku kembali menutup lubang dengan tanah. Aku mengais tanah lagi. Dengan sekuat tenaga aku menutup lubang itu. Perjuangan aku sudah selesai menutup lubang. Aku ambil bibit pohon cherry blossom. Aku berharap bunga-bunga berwarna putih yang mekar pada musim semi, menciptakan pemandangan yang menakjubkan. Karena ibu adalah musim semi bagiku.

Dengan hati-hati aku kembali ke rumah. Aku mengambil bahan makanan yang aku beli di pasar kemarin. Aku ambil semua bahan makanan yang tersisa dan mengambil baju seperlunya. Tiba-tiba terdengar suara di pintu depan.

"Kenapa kita harus mencari peliharaan wanita itu..." kata prajurit.

" Mayat hidup? " kata prajurit lain.

Aku bergegas bersembunyi. Aku bersembunyi di lemari.

" Rumah ini sudah kosong..." kata prajurit lagi.

Setelah suara prajurit itu tidak terdengar. Aku keluar rumah melalui jendela kamar. Aku bergegas keluar sambil membawa buntalan kain yang berisi baju dan makanan. Aku kembali bergegas ke dalam hutan. Menyusuri hutan yang semakin dalam dan semakin sedikit sinar matahari yang masuk. Aku makan roti yang telah aku bawa. Aku berpikir untuk membangun rumah untuk tinggal.

Aku berhenti sebentar di luar hutan. Sambil berdiri di pinggir hutan yang lebat, memandangi kedalaman pepohonan yang hampir tidak pernah disentuh manusia. Dengan langkah pelan namun pasti, aku memasuki wilayah yang lebih dalam, aku membawa hanya buntalan kain yang ada di tanganku . Pakaian yang aku pakai sudah penuh dengan tanah dan juga keringat. Apalagi wajah ku yang sudah tidak bersih karena tanah.

Akhirnya, setelah berjalan jauh, ia menemukan sebuah gua kecil yang tersembunyi di balik semak-semak dan batu besar. Mulut gua itu terlihat cukup dalam dan terlindungi, memberikan rasa aman dari cuaca buruk dan potensi bahaya dari hewan liar. Dengan rasa lega, aku melangkah masuk ke dalam goa yang sejuk dan gelap. Di dalamnya, udara segar berhembus perlahan, dan ada rasa seolah-olah tempat ini sudah menunggu kedatangan diriku.

Gua itu cukup besar untuk menjadi tempat tinggal sementara, meskipun sederhana. Aku mulai membersihkan lantai gua dari batu-batu kecil dan puing-puing yang terjatuh. Dengan tangan kosong, aku mengumpulkan daun-daun besar untuk dijadikan alas tidur dan pelindung dari dingin yang kadang bisa membuat menggigil di malam hari. Api unggun yang ia buat di dekat mulut gua menyala perlahan, memberi cahaya dan kehangatan di malam yang hening. Api itu tidak hanya menjadi penerang, tetapi juga memberikan rasa aman dari ancaman hewan yang mungkin berkeliaran di luar.

Malam di dalam gua terasa hening, hanya ada suara gemericik angin yang terdengar dari jauh, seolah berbisik lewat celah-celah batu yang mengelilingi gua. Udara di dalamnya sejuk, membawa ketenangan yang berbeda dari dunia luar yang bising. Di dalam kegelapan, api unggun yang menyala di dekat pintu gua memancarkan cahaya redup yang menari di atas dinding batu. Nyala api yang lembut itu menciptakan bayangan misterius, seakan menghidupkan gua dengan pola-pola cahaya yang terus berubah.

Di atas alas daun dan rerumputan kering, aku terbaring dengan perasaan yang tidak karuan, merasakan tubuh tenggelam dalam keheningan malam. Dengan mata terpejam, rasa kantuk perlahan datang, dibawa oleh kenyamanan yang tak biasa. Keletihan dari hari yang penuh dengan aktivitas, dari upaya membangun tempat tinggal sederhana dan mencari makanan, kini mulai mereda. Semua yang ada hanyalah suara detak jantungnya sendiri yang tenang, berpadu dengan deru angin yang terdengar lembut.

Tapi meskipun tidur itu nyaman, ketenangan itu juga membawa kesendirian yang dalam. Sesekali, telinga mendengar suara langkah kaki hewan liar yang terdengar jauh di luar gua. Hanya itu yang mengingatkannya bahwa ia tidak sendirian di alam ini. Namun, ia merasa aman dalam tempat yang telah ia pilih, jauh dari dunia luar yang penuh keramaian.

Saat matanya terpejam lebih dalam, ada rasa damai yang mengalir dalam dirinya. Dalam keheningan gua yang gelap, dengan udara segar yang masuk melalui celah-celah batu, ia menemukan kedamaian yang sulit dijelaskan. Malam pun berlarut, dengan tidur yang nyenyak di bawah perlindungan alam yang memeluknya dengan cara yang tak terduga.

Episodes
1 Anak Yang Malang
2 Ramuan Elixir Lume
3 Terlambat
4 Harus kuat
5 Tinggal di Hutan
6 Pohon Aneh
7 Bangkitnya Sang Jendral
8 Pertanda dari Langit
9 Orde Cahaya Biru
10 Gosip Baru
11 Gerbang yang Terbuka
12 Propaganda Bulan Biru
13 Bayiku yang Malang
14 Kembali ke dunia.
15 Ramalan Palsu
16 Siapa Bayi Itu?
17 Rencana Pembangunan Wilayah
18 Protes
19 Rencana Pembangunan
20 Kebangkitan Rivendale
21 Pembangunan Pertama
22 Pembangunan Kedua
23 Pembangunan Ke Tiga
24 Denyut Nadi Rivendale
25 Pembangunan Dermaga dan Pasar yang Ramai
26 Rencana Jahat Raja Alistair
27 Menebar Racun
28 Restoran Sarapan Tepi Dermaga Rivendale
29 Keributan di The Morning Hearth
30 Rivendale Kota Kacau
31 Rivendale Terkepung oleh Wabah
32 Keberangkatan Rea ke Desa Elden
33 Kota Rivendale Setelah Kepergian Rea
34 Kesepian
35 Usaha Perbaikan Desa Elden
36 Mengatasi Masalah Baru
37 Pulang Kembali
38 Merencanakan Masa Depan Kesehatan
39 Pembangunan Rumah Kaca di Musim Salju
40 Harapan di Musim Salju
41 Kota Rivendale berbenah
42 Masalah Pembangunan
43 Kota Rivendale yang Maju
44 Kota Rivendale Kembali Bangkit
45 Rencana Raja Alistair
46 Infiltrator (Penyusup)
47 Rencana ke Pesta
48 Istirahat
49 Perjalanan ke Kerajaan
50 Mencari Informasi
51 Pesta
52 Pesta dimulai
53 Provokasi Raja
54 Misi di Balik Pesta
55 Siapa Aku ?
56 Dongeng Pangeran yang Hilang
57 Tunggu Aku
58 Elise dan Dongeng Rahasia untuk Kaelan
59 Aku Tahu Siapa Aku
60 Rencana Kabur 1
61 Rencana Kabur 2
62 Pergi
63 Mencari Pangeran
64 Perjalanan Menuju Markas Orde Bulan Biru
65 Pertemuan Dua Kaelan
66 Pertemuan dengan Keluarga
67 Perasaan Apa Ini?
68 Kabar Pangeran Hilang
69 Rencana Lord Adric
70 Mengganti Nama
71 Malam yang Tenang Sebelum Badai
72 Kedatangan Orde Bulan Biru di Rivendale
73 Namaku Roman
74 Desas-desus di Ibu Kota
75 Menuju Penghakiman
76 Pengadilan Terbuka di Ibu Kota:
77 Ramuan Ikatan Darah
78 Pedang Pewaris
79 Kekacauan di Ibu Kota
80 Raja yang Murka
81 Perintah Raja
82 Surat dari Bangsawan Kerajaan
83 Persiapan Perang
84 Perang akan dimulai
85 Perang di mulai
86 Bakar Perbekalan Raja
87 Perang dengan Taktik
88 Asap
89 Pasukan Zombie
90 Pasukan Raja Terdesak
91 Raja Kabur
92 Kabar Kematian Raja
93 Kematian Sang Raja
94 Kota Rivendale yang Kembali Hidup
95 Menuju Takdir
96 Kaelan Diangkat Menjadi Raja
97 Akhir yang Bahagia
Episodes

Updated 97 Episodes

1
Anak Yang Malang
2
Ramuan Elixir Lume
3
Terlambat
4
Harus kuat
5
Tinggal di Hutan
6
Pohon Aneh
7
Bangkitnya Sang Jendral
8
Pertanda dari Langit
9
Orde Cahaya Biru
10
Gosip Baru
11
Gerbang yang Terbuka
12
Propaganda Bulan Biru
13
Bayiku yang Malang
14
Kembali ke dunia.
15
Ramalan Palsu
16
Siapa Bayi Itu?
17
Rencana Pembangunan Wilayah
18
Protes
19
Rencana Pembangunan
20
Kebangkitan Rivendale
21
Pembangunan Pertama
22
Pembangunan Kedua
23
Pembangunan Ke Tiga
24
Denyut Nadi Rivendale
25
Pembangunan Dermaga dan Pasar yang Ramai
26
Rencana Jahat Raja Alistair
27
Menebar Racun
28
Restoran Sarapan Tepi Dermaga Rivendale
29
Keributan di The Morning Hearth
30
Rivendale Kota Kacau
31
Rivendale Terkepung oleh Wabah
32
Keberangkatan Rea ke Desa Elden
33
Kota Rivendale Setelah Kepergian Rea
34
Kesepian
35
Usaha Perbaikan Desa Elden
36
Mengatasi Masalah Baru
37
Pulang Kembali
38
Merencanakan Masa Depan Kesehatan
39
Pembangunan Rumah Kaca di Musim Salju
40
Harapan di Musim Salju
41
Kota Rivendale berbenah
42
Masalah Pembangunan
43
Kota Rivendale yang Maju
44
Kota Rivendale Kembali Bangkit
45
Rencana Raja Alistair
46
Infiltrator (Penyusup)
47
Rencana ke Pesta
48
Istirahat
49
Perjalanan ke Kerajaan
50
Mencari Informasi
51
Pesta
52
Pesta dimulai
53
Provokasi Raja
54
Misi di Balik Pesta
55
Siapa Aku ?
56
Dongeng Pangeran yang Hilang
57
Tunggu Aku
58
Elise dan Dongeng Rahasia untuk Kaelan
59
Aku Tahu Siapa Aku
60
Rencana Kabur 1
61
Rencana Kabur 2
62
Pergi
63
Mencari Pangeran
64
Perjalanan Menuju Markas Orde Bulan Biru
65
Pertemuan Dua Kaelan
66
Pertemuan dengan Keluarga
67
Perasaan Apa Ini?
68
Kabar Pangeran Hilang
69
Rencana Lord Adric
70
Mengganti Nama
71
Malam yang Tenang Sebelum Badai
72
Kedatangan Orde Bulan Biru di Rivendale
73
Namaku Roman
74
Desas-desus di Ibu Kota
75
Menuju Penghakiman
76
Pengadilan Terbuka di Ibu Kota:
77
Ramuan Ikatan Darah
78
Pedang Pewaris
79
Kekacauan di Ibu Kota
80
Raja yang Murka
81
Perintah Raja
82
Surat dari Bangsawan Kerajaan
83
Persiapan Perang
84
Perang akan dimulai
85
Perang di mulai
86
Bakar Perbekalan Raja
87
Perang dengan Taktik
88
Asap
89
Pasukan Zombie
90
Pasukan Raja Terdesak
91
Raja Kabur
92
Kabar Kematian Raja
93
Kematian Sang Raja
94
Kota Rivendale yang Kembali Hidup
95
Menuju Takdir
96
Kaelan Diangkat Menjadi Raja
97
Akhir yang Bahagia

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!