Setelah berhasil lolos dari Ray, Alisya segera memesan taksi dan langsung pulang. Ia menyandarkan tubuhnya pada kursi yang ia duduki sambil menghela napasnya sejenak.
"Tidak bisa seperti ini terus. Tapi, pasti Ray tidak akan berhenti begitu saja. Aku harus bagaimana?" gumam Alisya bingung.
Tanpa terasa, taksi yang ia tumpangi telah sampai di depan kostnya. Alisya segera turun dan masuk ke dalam kostnya. Sudah hampir dua tahun ini dirinya hidup sendirian. Bukan tanpa alasan, ia hanya ingin belajar mandiri. Itu saja.
Sampai di kamarnya, ia merebahkan dirinya dan menatap langit-langit kamarnya. Lalu mengambil ponselnya untuk menghubungi sahabatnya, Laura.
***
Seperti remaja pada umumnya, setelah selesai ngampus, Ray akan bersenang-senang dengan teman-temannya. Tak lupa, ia selalu membawa salah satu wanita yang mengerjarnya setiap harinya. Hampir setiap malam waktunya ia habiskan di klub malam tersebut. Walaupun hanya sekedar bertukar cerita maupun mendengarkan cerita teman-temannya.
Ray merasa nyaman berada di klub itu. Meskipun beberapa kali ibunya kerap memarahinya agar berhenti datang ke tempat itu.
"Ray, si Icha apa kabar?" tanya Vino, teman Ray.
"Jutek banget dia sama aku. Heran sih, padahal selama ini tidak ada yang bisa menolak pesonaku," balas Ray percaya diri. Lalu ia mengecup pelipis gadis yang ada di sampingnya. Gadis itu tersenyum dan tersipu malu.
"Kamu sih, kurangilah menggoda para wanita-wanita itu. Mana ada wanita yang serius dan percaya sama plaboy sepertimu!" timpal Andre, lalu ia tersenyum getir.
"Sialan kamu!" ucap Ray.
"Sayang, apa aku tidak pantas mendapatkan cintamu? Aku mau kok jadi pacar kamu," ujar gadis itu yang Ray ketahui bernama Gita. Gita bukanlah teman satu jurusan dengan Ray. Namun, gadis itu tak hentinya untuk mendekati Ray. Berharap bisa mendapatkan hatinya dan memilikinya seutuhnya.
Ray hanya tersenyum tipis. Gadis ini tak ada yang spesial di matanya. Bahkan ia tak tertarik sama sekali. Hubungan yang ia jalani dengan gadis-gadis itu tak ada yang ia anggap serius.
"Kamu mau jadi pacarku?" tanya Ray santai. Gita terlihat begitu senang. Ia menganggukkan kepalanya dengan cepat.
"Sayangnya tidak akan pernah terjadi. Aku hanya menginginkan Icha saja. Hanya dia yang pantas," ucap Ray. Seketika raut wajah Gita berubah masam. Ia mengepalkan tangannya dengan kuat. Sudah lama ia mengincar Ray, namun tak ada tanggapan yang serius terhadapnya.
"Selama ini kamu menganggapku apa Ray? Aku yang lebih dulu kenal kamu, bukan wanita itu," batin Gita dengan kesal.
Hari semakin larut, tak memudarkan mereka untuk tetap di sana. Meskipun teman-temannya banyak yang minum, berbeda dengan Ray. Ia bahkan tak pernah menyentuh minuman itu. Ia hanya suka dengan kebisingan dan keramaian suasana klub itu. Ia sama sekali tak tertarik dengan minuman seperti itu.
Merasa kesal dengan perkataan Ray tadi, Gita langsung meminum minuman itu dalam jumlah banyak. Ucapan Ray begitu menyakitinya meskipun ia tahu bahwa Ray tak pernah menganggapnya serius dari awal.
"Hei, kenapa kamu minum begitu banyak?" seru Ray. Ia mengambil gelas yang ada ditangan Gita.
"Biarkan aku meminumnya Ray, berikan padaku!" rengek Gita sambil berusaha mengambil kembali gelas yang ada ditangan Ray.
"Cukup! Jika kau minum lagi, aku akan meninggalkanmu di sini sekarang juga!" Ray sedikit membentak Gita. Gadis itu sedikit tersadar dan terlihat ketakutan.
Ting
Satu pesan masuk ke dalam ponsel Ray. Ia melirik sekilas lalu menghela napasnya sejenak. Ia segera membereskan barangnya dan bersiap untuk pergi.
"Andre, kamu antar Gita pulang. Aku tak tertarik mengantar gadis yang sedang mabuk," ucap Ray datar. Ia meninggalkan mereka bertiga begitu saja. Satu pesan itu membuat Ray patuh untuk segera pulang.
"Sialan! Lagi-lagi harus aku yang mengantar wanitanya pulang," gumam Andre dan Vino hanya tertawa melihat kekesalan sahabatnya itu.
Jalanan masih terlihat begitu ramai. Dengan santai Ray mengarahkan mobilnya menuju rumahnya. Ya, pesan tersebut berasal dari ibunya. Meminta Ray agar segera pulang.
Pukul 22.30 Ray baru sampai di rumahnya. Setelah memarkirkan mobilnya, ia bergegas menuju kamarnya. Nampak sepi, pasti ibu dan adiknya sudah tertidur, pikir Ray.
"Mau sampai kapan kamu seperti ini Ray?" Suara itu berhasil membuat langkah Ray terhenti. Ia menoleh ke arah tangga yang sudah ada ibunya di sana. Ray hanya terdiam. Ia tak berani menatap ibunya.
"Ray capek Ma, mau istirahat dulu," ucap Ray karena tak ingin berdebat dengan ibunya.
"Tunggu! Kamu ini sudah besar. Tidak bisakah kamu memikirkan masa depanmu?" ucap ibu Ray dengan sedikit meninggikan suaranya. Ray hanya menatap ibunya sekilas lalu memilih untuk pergi ke kamarnya.
"Ray! Mau ke mana kamu? Mama belum selesai bicara!" panggil ibu Ray. Namun Ray tetap berjalan menuju kamarnya. Bahkan ia mengunci pintu kamarnya setelah ia masuk ke dalam.
Ray terduduk di tepi ranjang. Tatapannya kosong melihat pantulan dirinya di cermin. Kilatan ingatan di masa lalu membuatnya kesal dan ingin marah.
"Jika bukan karena papa, kami tidak akan menderita! Brengsek!!" gumam Ray. Ia mengacak rambutnya dengan asal.
"Ray, mama ingin bicara sama kamu sebentar," ucap ibu Ray sambil mengetuk pintu kamar Ray.
"Besok saja Ma. Ray lelah hari ini," tolak Ray. Ia berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
"Sampai kapan kamu menghukum dirimu seperti ini sayang. Semenjak mas Harun pergi meninggalkan kami, sikap Ray berubah drastis. Maafkan mama sayang," gumam Mayang, ibu Ray.
Karena tak mendapati jawaban dari putranya, ia memilih untuk kembali ke kamarnya. Namun sebelum ke kamarnya, ia menuju kamar Akira, anak keduanya yang saat ini masih berumur loma tahun. Mayang mengusap dan mengecup kening putrinya itu dengan lembut. Saat ini, hanya kedua anaknya yang menjadi sumber kekuatannya setelah suaminya pergi meninggalkannya begitu saja. Cukup lama Mayang berada di kamar Akira. Tanpa sadar, sudut matanya berair dan ia segera mengusapnya.
"Mama hanya ingin melihat kalian bahagia dengan tanpa atau adanya kasih sayang seorang ayah," gumam Mayang. Ia membenahi selimut Akira sebelum meninggalkannya.
Tanpa terduga, Ray tengah berdiri di balik pintu dan melihat kesedihan ibunya. Dan itu membuatnya semakin membenci ayah kandungnya yang meninggalkannya begitu saja. Hatinya hancur melihat ibunya sedih dan menangis. Ia juga ikut terluka melihatnya.
***
Waktu menunjukkan pukul 23.00 tepat. Selesai mengerjakan tugas, Alisya segera menghamburkan diri ke ranjangnya. Mengerjakam tugas membuatnya lelah dan ingin segera menutup matanya. Namun sebelum memejamkan mata, ia menghubungi Laura terlebih dahulu. Hanya sekedar bertukar cerita dan berguaru melalui telepon. Hingga pada akhirnya Alisya tertidur dengan pulas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
Asri Devi
lanjut thor
2021-01-01
0
Mita Yuniarti
lanjut kk🤗
2020-08-26
0
Sweet_Seventeen
lanjutt
2020-08-26
0