...🌦️...
...🌦️...
...🌦️...
Hari demi hari Rania menghabiskan waktu hanya untuk melayani sang suami. Mulai dari membuatkan sarapan, menemani membaca sampai memenuhi semua keinginannya.
Meskipun permintaannya aneh-aneh, Rania tahu, Jim-in melakukan itu memang sengaja ingin merepotkannya saja.
Benar apa yang dikatakannya waktu itu. Jika kini Rania sudah seperti mainannya. Bahkan ia harus rela putus kuliah hanya untuk mengabdikan diri pada sang tuan muda.
Jika Jim-in sedang bosan maka Rania harus siap dimainkan dan setelah puas, sang istri dibiarkan begitu saja.
Tidak terasa perjalanan rumah tangga mereka yang seperti itu sudah berjalan tiga bulan.
Hari-hari terberat ia lalui hingga membuatnya terbiasa. Rania mendapatkan kehidupan baru bersama pria yang tidak pernah ia kenal. Jim-in, pemilik senyum secerah mentari menyimpan segudang misteri.
Sebagai seorang istri yang setiap hari melayaninya, Rania penasaran akan masa lalu sang suami, terutama kenapa bisa berada di kursi roda.
"Enak yah kamu santai-santai di sini baca majalah dan minum teh."
Ucapan dingin itu kembali menyapa Riana yang tengah beristirahat di ruang makan.
Ia pun menoleh ke samping kanan melihat Jim-in tengah di dorong oleh pelayan senior untuk mendekatinya.
"Aku sedang istirahat Tuan Muda." Rania sudah kebal dengan perkataan menusuk dari sang suami.
"Oh kalau begitu bagus. Sekarang kamu ikut saya. Cepat!" titahnya tidak ingin dibantah dan dengan malas Rania pun mengikutinya.
Tidak lama berselang mereka tiba di lantai atas. Balkon yang lebih besar dari ruang tamu di rumahnya itu membuat Rania tercengang. Bagaimana tidak, di sana banyak sekali sampah, ranting pohon dan juga tanah. Seperti habis ditinggalkan bermain oleh anak-anak, kotor, lembab dan sedikit berbau.
Rania pun menoleh ke arah Jim-in menuntut penjelasan. "A-apa maksud semua ini."
"Sang Ook." Panggil Jim-in kepada si pelayan.
Pria tua itu pun menyodorkan alat pel dan juga seember air bersih yang sudah diberi pengharum. Iris jelaga Rania menatapnya masih tidak mengerti.
"Kamu harus bersihkan semua ini seperti sedia kala. Waktumu dua puluh menit. Kalau sampai tidak selesai, kamu tahu sendiri akibatnya."
Smirk yang tercetak di wajah tampan Jim-in seketika membuat Rania menelan ludah. Ia tahu suaminya ini tidak mungkin main-mian.
"Ba-bagaimana bisa aku membersihkan balkon kotor ini sendirian? Tuan Muda pasti bercanda, kan?" tanyanya ragu.
"Apa mukaku terlihat sedang bercanda? Waktumu dimulai sekarang. Cepat!" titahnya langsung.
Rania menghentakkan kaki singkat lalu mulai membersihkan tempat itu.
"Apa dia benar-benar gila? Aku harus membersihkan semua kekacauan ini? Dasar Jim-in. Astaghfirullah," gumam Rania mencoba bersabar.
Di sana, di depan pintu masuk ke balkon Jim-in dengan setia menemaninya. Ia melihat Rania begitu gigih dalam melakukan pekerjaan tersebut.
Sedari tadi ia juga terus memerintahkan ini itu kepadanya. Seolah Rania mainan baru yang berhasil ia dapatkan.
"Itu kamu tidak bersih."
"Jangan dulu dipel masih banyak debunya."
"Kerja itu pakai tangan jangan pakai kaki."
"Yang benar Rania. Kamu ini!"
"Bersihkan cepat!"
"Aku bilang ce-"
Karena banyak sekali ocehan keluar dari mulut keriting Jim-in, Rania terpeleset sabun yang disebarkannya dan terjatuh begitu saja. Tentu saja hal tersebut menjadi tontonan tambahan bagi sang suami. Terlebih saat busa sabun yang bertebaran di sana menumpuk di gamis serta beterbangan sampai ke hijabnya.
Suara tawa pun menggelegar dari arah sang tuan muda. "Apa aku bilang kerja itu pakai tangan. Bisa juga kamu bikin lelucon seperti itu."
Tidak henti-hentinya Jim-in tertawa seraya memegang perutnya yang ngilu.
"Sama sekali tidak lucu. Sakit tahu." Teriak Rania berusaha untuk berdiri. Namun, belum juga ia berdiri tegak kakinya kembali terpeleset dan jatuh untuk kedua kalinya.
"Bodoh sekali." Jim-in kembali tertawa renyah melihatnya kesakitan.
Sang Okk yang tengah berdiri di sampingnya menatap sang tuan muda dalam diam. Pria paruh baya itu melengkungkan senyuman melihat perubahan Jim-in.
Beberapa menit berselang Jim-in pun akhirnya sudah bisa menghentikan tertawanya. Ia pun kembali memperhatikan Rania yang bekerja sembari mengomel tidak jelas.
Ia tidak tahu yang diucapkan sang istri, banya saja bibir ranum itu terus berceloteh. Jim-in kembali melengkungkan senyuman.
"Saya senang Tuan Muda bisa ceria lagi. Apa karena Nona Rania? Saya harap Nona bisa membuat Tuan semangat lagi."
Ucapan Sang Okk tepat membuat Jim-in menoleh dan memudarkan bulan sabit di wajahnya.
"Aku tidak suka kamu berkata seperti tadi. Bawa aku masuk hawa di sini membuatku kepanasan," titahnya kemudian.
Tanpa mengatakan apa pun lagi Sang Okk menarik sang tuan muda masuk ke dalam.
Tidak sengaja Rania pun mendengar ucapan tadi lalu menoleh ke samping melihat kepergiannya dengan tanda tanya besar. Ia masih tidak tahu siapa Park Jim-in itu sebenarnya.
"Tidak mungkin, tidak ada apa-apa, kan? Pasti ada alasannya kenapa Sang Ook-ssi mengatakan seperti itu pada tuan muda. Park Jim-in? Siapa dia di masa lalu? Apa dia benar-benar pria brengsek?"
"Sepertinya benar. Masa iya aku disuruh membersihkan balkon kotor ini sendirian? Dasar tidak punya hati," racay Rania menahan kekesalan.
"Astaghfirullahaladzim Astaghfirullahaladzim Astaghfirullahaladzim, tenang Rania. Kamu harus tenang. Anggap saja ini sebagai sedekah. Kamu bisa mendapatkan pahala. Baiklah semangat, bismillah." Ia pun kembali melanjutkan kegiatannya seorang diri.
...🌦️🌦️🌦️...
Jim-in sudah berada di taman belakang, di saat dirinya merasa tidak enak hati, selalu melarikan diri ke sana. Hanya ada ia seorang yang tengah memandangi berbagai jenis bunga tumbuh subur dan memberikan aroma menenangkan.
Jim-in menatap kosong ke depan. Kepalanya seperti tidak bisa berpikir jernih. Perkataan Sang Ook, pelayannya kembali terngiang. Benarkah ia merasa bahagia dengan adanya Rania? Sungguh persepsi yang menyebalkan.
Ia mengepalkan tangan erat, bola matanya bergulir ke bawah seraya menunduk dalam.
Ia melihat kedua kakinya yang sudah tidak bisa di gerakan lagi. Dirinya bagaikan hidup tanpa jiwa, kebebasannya hilang setelah hari itu.
"Kenapa aku harus mengalami semua ini? Benar-benar tidak adil. Aku ingin seperti dulu lagi," gumamnya meredam kesedihan.
Bayang-bayang masa lalu kembali hinggap membuatnya tidak bisa menahan air mata. Kristal bening itu terus berjatuhan membasahi pipi tanpa henti.
Tanpa ia sadari sepasang mata bulan tengah mengawasinya. Rania bisa melihat bahu rapuhnya bergetar hebat. Ia pun mengurungkan niat untuk mengatakan jika pekerjaannya sudah selesai.
Kedua kaki itu pun seolah memaksanya untuk diam saja di tempat tidak mau menambah kekecewaan.
Sedetik kemudian Rania mendengar isakan memilukan yang keluar dari mulut dingin pria Park itu. Entah kenapa ada perasaan tidak enak yang menyapa hatinya begitu saja.
Ia tahu di balik sikap penguasanya ada sesuatu hal yang disembunyikan.
"Aku tidak tahu jika Jim-in menyembunyikan kesedihan seperti itu. Apa yang terjadi di masa lalu? Kenapa aku tidak suka melihatnya menangis? Lebih baik jika dia membentak ku atau apa," cicit Rania masih mengawasi sang suami.
Tenggang rasa timbul membuat ia ingin menghapus kepedihan yang dialami Jim-in. Namun, bagaimana bisa? Bahkan keberadaannya saja hanya dianggap sebagai pelayan, tidak lebih.
Status mereka berbeda jauh, Rania tahu itu. Dirinya tidak bisa disebut wanita beruntung, memiliki pria bak pangeran seperti Jim-in.
Justru ia merasa terjebak dan terkurung. Jika boleh, Rania ingin berteman saja dengannya. "Dan tidak harus sebagai perawat ataupun pelayannya."
...🌦️KESEDIHAN🌦️...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 175 Episodes
Comments
Mia Ijaya
bawang bawang
2022-02-03
0
Erni Fitriana
kesedihan yg mendalam....perlahan kamu masuk dlm relung hati suami kamu y rania........
2021-11-15
1
Anisa Rahmawati
terimakasih sudah mampir di cerita saya.
ditunggu kelanjutannya yaaa
dan maaf telat feedbacknya🙏
sudah saya boomlike, rating 5 dan fav yaaa
mari saling mendukung 😊
2020-09-19
2