Bab 4. Mengalami lumpuh

Cahaya matahari menembus jendela rumah sakit, memantulkan sinar lembut di atas selimut putih yang membungkus tubuh Gus Syakil. Setelah dua hari tak sadarkan diri akibat kecelakaan, ia akhirnya membuka matanya perlahan. Ruangan itu terasa asing, dengan bau khas antiseptik yang memenuhi udara. Pandangannya masih kabur, namun bayangan seseorang duduk di sampingnya mulai terlihat jelas.

Ning Chusna, bundanya, duduk di sana dengan wajah yang tampak kelelahan dan mata sembab karena tangis. Begitu menyadari putranya terbangun, Ning Chusna segera menggenggam tangan Gus Syakil dengan penuh kasih sayang.

 "Syakil... Alhamdulillah, Nak. Kamu sudah sadar. Bagaimana perasaanmu sekarang?" tanya Ning chusna dengan suara serak.

Gus Syakil berusaha berbicara pelan, "Bun... aku di mana? Apa yang terjadi?"

Ning Chusna mengusap air mata, "Kamu di rumah sakit, Nak. Kamu kecelakaan dua hari yang lalu. Tapi alhamdulillah, dokter bilang kondisimu mulai stabil."

Gus Syakil mencoba menggerakkan tubuhnya. Tangannya terasa berat, tetapi masih bisa digerakkan. Namun, saat ia mencoba menggerakkan kakinya, tidak ada respon. Hatinya mulai gelisah. Ia mencoba sekali lagi, namun tetap tidak ada perubahan.

"Bu... kenapa kakiku? Aku... aku tidak bisa merasakannya." ucap Gus Syakil dengan suara bergetar.

Ning Chusna wajahnya berubah pucat, "Syakil... sabar, Nak. Dokter bilang ini hanya sementara. InsyaAllah, dengan terapi dan doa, kamu akan pulih."

Gus Syakil mencoba bangun, tetapi gagal, "Bun, aku tidak bisa menggerakkannya. Apa aku... lumpuh?"

Ning Chusna menggenggam tangan Gus Syakil lebih erat, menangis, "Jangan berpikir seperti itu, Nak. Ini ujian dari Allah. Bunda yakin kamu bisa melewati ini."

Kata-kata Ning Chusna tidak mampu meredakan kepanikan di hati Gus Syakil. Dunia seolah runtuh di hadapannya. Ia membayangkan rencana hidupnya yang kini terasa hancur—pernikahannya dengan Farah, tanggung jawabnya sebagai seorang pemimpin pesantren, dan cita-citanya untuk terus berdakwah.

Air mata perlahan mengalir di pipinya. Ia merasa marah, kecewa, dan sedih, semuanya bercampur aduk. Ning Chusna terus mencoba menenangkannya, tetapi Gus Syakil hanya bisa menatap langit-langit dengan tatapan kosong.

Ning Chusna "Syakil, dengarkan Ibu. Ini bukan akhir dari segalanya. Kamu masih punya banyak hal untuk diperjuangkan. Farah, S2 mu, dan hidupmu, semua masih ada harapan."

Gus Syakil menyeka air matanya, "Tapi, Bun... bagaimana aku bisa beraktifitas jika aku seperti ini? Bagaimana aku bisa menikah dengan Farah? Apa yang bisa kuperbuat sekarang?"

Ning Chusna, "Nak, hidup ini penuh dengan ujian. Allah tidak akan memberikan cobaan di luar kemampuan hamba-Nya. Kamu harus kuat. Semua ini ada hikmahnya."

Gus Syakil menggeleng pelan, "Aku tidak tahu, Bun... Aku merasa tidak sanggup."

Ning Chusna mengusap kepala putranya, "Syakil, jangan pernah meragukan kekuatan doa. Kamu adalah anak yang kuat. bunda akan selalu ada di sampingmu, dan kita akan menghadapi ini bersama."

Hari itu, Gus Syakil merasa dunianya hancur. Namun, di tengah rasa putus asa, suara lembut Ning Chusna menjadi pengingat bahwa ia tidak sendirian. Meski cobaan ini berat, Gus Syakil tahu bahwa hidupnya masih memiliki tujuan yang lebih besar. Ia hanya perlu waktu untuk menerima kenyataan ini dan menemukan kekuatan dalam dirinya untuk bangkit kembali.

Doa Ning Chusna terus mengalir, berharap Allah memberikan keajaiban untuk putranya. Dan di hati kecil Gus Syakil, ia mulai mencari jawaban atas pertanyaan yang terus membayangi: "Mengapa Allah memilihku untuk menerima cobaan ini?"

Rupanya Sedati tadi ada seseorang yang tengah berdiri di balik pintu kamar itu, mendengarkan percakapan mereka, dia adalah Sifa.

"Aku harus gimana sekarang?" gumam Sifa pelan, ia mengurungkan langkahnya untuk masuk ke dalam ruangan, ia memilih mundur dan pergi dari sana.

****

Matahari pagi mulai menembus jendela kamar rumah sakit, menyinari Gus Syakil yang masih berbaring di tempat tidur. Meski pikirannya masih dipenuhi kegelisahan, Ning Chusna terus memberikan semangat dengan duduk di sampingnya, mendampinginya tanpa henti. Suasana pagi itu cukup tenang hingga seorang perawat mengetuk pintu dan mengabarkan bahwa ada tamu yang ingin bertemu.

Tak lama, Kyai Irsyad dan putrinya, Imah, memasuki kamar dengan raut wajah serius. Ning Chusna bangkit untuk menyambut mereka, meski hatinya mulai diliputi rasa cemas. Kedatangan mereka terasa mendadak, dan Ning Chusna dapat merasakan ada sesuatu yang berbeda.

Ning Chusna tersenyum sopan, "Assalamualaikum, Kyai Irsyad. Alhamdulillah, terima kasih sudah meluangkan waktu untuk menjenguk Syakil."

Kyai Irsyad membalas salam, "Waalaikumsalam, Ning Chusna. Tentu saja, bagaimana keadaan Syakil sekarang?"

Ning Chusna masih tersenyum kecil, meski ada kesedihan, "Alhamdulillah, kondisinya mulai membaik. Hanya saja, kakinya masih belum bisa digerakkan. Kami sedang berikhtiar dan berdoa semoga Allah memberikan kesembuhan."

Gus Syakil, yang terbaring di tempat tidur, menatap Kyai Irsyad dan Imah dengan tatapan penuh tanda tanya. Ia mencoba menyapa mereka dengan suara lemah.

Gus Syakil, "Kyai... Bu Imah... terima kasih sudah datang. Maaf jika saya menyusahkan kalian untuk datang ke sini. Fatah tidak ikut?" tanyanya berharap ia bisa melihat Farah.

Imah tersenyum kecil, namun tidak menyembunyikan kesedihannya, "Tidak apa-apa, Gus. Kami ingin melihat langsung keadaan Anda, Fatah sedang ada kesibukan di rumah."

"Maaf ya Bu, saya jadi tidak bisa ikut menyiapkan acara pernikahan. Farah pasti sibuk sendiri."

Kyai Irsyad menarik napas panjang, lalu memulai pembicaraan dengan nada serius.

"Syakil, Ning Chusna, kedatangan kami ini sebenarnya bukan hanya untuk menjenguk. Ada hal penting yang ingin kami sampaikan."

Ning Chusna duduk kembali, terlihat cemas, "Apa yang ingin Kyai sampaikan?"

Kyai Irsyad menatap Gus Syakil, "Setelah mempertimbangkan kondisi Syakil saat ini, kami merasa perlu untuk membicarakan kembali rencana pernikahan dengan Farah."

Gus Syakil menegang mendengar ucapan itu. Ia mencoba duduk lebih tegak, meski tubuhnya masih lemah.

"Kyai... apa maksud Anda?" tanya Gus Syakil dengan suara pelan.

"Syakil, kami tahu ini mungkin terdengar berat, tapi saya harus jujur. Dengan kondisi seperti ini, saya merasa tidak bijaksana untuk melanjutkan rencana pernikahanmu dengan cucu saya. Kami tidak ingin membebani Farah dengan situasi yang mungkin sulit baginya untuk dijalani." ucap kyai Irsyad dengan entengnya.

Suasana ruangan seketika menjadi hening. Ning Chusna menahan napas, berusaha memahami maksud Kyai Irsyad, sementara Gus Syakil hanya bisa menundukkan kepala. Kata-kata itu terasa seperti pukulan telak, seolah membenarkan ketakutannya sejak mengetahui kondisinya.

"Kyai, apa tidak ada cara lain? Syakil masih memiliki semangat untuk sembuh. Kami percaya bahwa Allah akan memberikan jalan." ucap Ning Chusna dengan suara bergetar.

Kyai Irsyad menghela napas panjang, "Ning, ini bukan tentang keraguan pada kekuatan Allah. Tapi saya harus memikirkan Farah. Sebagai seorang kakek, saya hanya ingin memastikan kebahagiaan cucu saya. Jika pernikahan ini dilanjutkan, saya khawatir malah akan menjadi ujian berat bagi keduanya."

Gus Syakil mengangkat wajah, mencoba tegar, "Kyai... jika ini keputusan yang terbaik untuk Farah, saya mengerti. Saya tidak ingin menjadi beban bagi siapa pun, termasuk Farah."

Imah tersentuh, "Gus, ini bukan soal Anda menjadi beban. Tapi... kondisi seperti ini memang sulit bagi kami untuk mempertimbangkan hal lain." ucapnya dengan suara lirih.

Ning Chusna merasa hatinya hancur mendengar percakapan itu. Namun, ia tahu bahwa Kyai Irsyad tidak bermaksud jahat. Dalam hati, ia berdoa agar Gus Syakil diberikan kekuatan untuk menghadapi kenyataan ini.

Setelah beberapa saat, tiba-tiba mereka kembali ke dagangan tamu. mereka adalah Gus Zidan dan istrinya, paman dari Gus Syakil. Kyai kembali menjelaskan kedatangan mereka pada Gus Zidan tentang keputusannya, dan Gus Zidan berusaha membujuk kyai Irsyad untuk mempertimbangkan keputusannya, tapi ternyata keputusan kyai Irsyad dan Imah sudah bulat dengan tidak bisa di rumah lagi.

ternyata lagi-lagi percakapan mereka di dengar oleh seseorang yang sedari tadi berdiri di balik pintu, ternyata Sifa datang lagi, ia berniat datang untuk tanggung jawab tapi lagi-lagi keberaniannya sif menciut saat mengetahui apa yang terjadi pada Gus Syakil.

Bersambung

Happy reading

Terpopuler

Comments

Jamil Azhari

Jamil Azhari

Moga sifa bisa jujur dan gus syakil bisa menerimanya

2025-02-20

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1. Tiba-tiba ngajak nikah
2 Bab 2. Ancaman Sifa
3 Bab 3. flashback sebelum kecelakaan
4 Bab 4. Mengalami lumpuh
5 Bab 5. Janji Sifa
6 Bab 6. Awal yang baru
7 Bab 7. ulah Sifa
8 Bab 8. Upah 10 juta
9 Bab 9. Membuktikan
10 10. Meminta satu kamar
11 11. Satu kamar
12 12. Pagi yang heboh
13 13. Dikira jalan-jalan
14 14. Gerakan hati
15 15. Sepasang mata cantik
16 16. Bertemu dengannya lagi
17 17. Pertanyaan yang sulit
18 18. Reaksi aneh
19 19. Bukan keputusan yang menguntungkan
20 20. Ingin membuktikan apa?
21 21. Jantung Sifa
22 22. Kemarahan Syakil vs Kecemasan Sifa
23 23. Rencana tersembunyi
24 24. Gagal nikah juga
25 25. Godaan sang suami
26 26. Perceraian Ning Chusna
27 27. Kedatangan Ning Chusna
28 28. Mulai membiasakan diri
29 29. Bunda Marah?
30 30. Undangan dari dokter Nino
31 31. Hal yang Sifa tidak tahu
32 32. Pesta ulang tahun
33 33. Pesta malam ini
34 34. Rahasia yang terungkap
35 35. Kejujuran Sifa
36 36. Undangan ke rumah
37 37. Tujuan pak Ahsan
38 38. Definisi pernikahan menurut Syakil
39 39. Ulah dokter Nino
40 40. Harusnya Terjadi
41 41. Hampir salah faham
42 42. Cemburu juga
43 43. Permintaan Sifa
44 44. Meminta ijin
45 45. Memilih pergi
46 46. Kecurigaan Syakil
47 47. Ketulusan Syakil
48 48. Pemilik Grafika Group
49 49. Sifa ke rumah Farah
50 50. Pertemuan Syakil dengan pak Ahsan
51 51. Pelangi setelah badai (End)
Episodes

Updated 51 Episodes

1
Bab 1. Tiba-tiba ngajak nikah
2
Bab 2. Ancaman Sifa
3
Bab 3. flashback sebelum kecelakaan
4
Bab 4. Mengalami lumpuh
5
Bab 5. Janji Sifa
6
Bab 6. Awal yang baru
7
Bab 7. ulah Sifa
8
Bab 8. Upah 10 juta
9
Bab 9. Membuktikan
10
10. Meminta satu kamar
11
11. Satu kamar
12
12. Pagi yang heboh
13
13. Dikira jalan-jalan
14
14. Gerakan hati
15
15. Sepasang mata cantik
16
16. Bertemu dengannya lagi
17
17. Pertanyaan yang sulit
18
18. Reaksi aneh
19
19. Bukan keputusan yang menguntungkan
20
20. Ingin membuktikan apa?
21
21. Jantung Sifa
22
22. Kemarahan Syakil vs Kecemasan Sifa
23
23. Rencana tersembunyi
24
24. Gagal nikah juga
25
25. Godaan sang suami
26
26. Perceraian Ning Chusna
27
27. Kedatangan Ning Chusna
28
28. Mulai membiasakan diri
29
29. Bunda Marah?
30
30. Undangan dari dokter Nino
31
31. Hal yang Sifa tidak tahu
32
32. Pesta ulang tahun
33
33. Pesta malam ini
34
34. Rahasia yang terungkap
35
35. Kejujuran Sifa
36
36. Undangan ke rumah
37
37. Tujuan pak Ahsan
38
38. Definisi pernikahan menurut Syakil
39
39. Ulah dokter Nino
40
40. Harusnya Terjadi
41
41. Hampir salah faham
42
42. Cemburu juga
43
43. Permintaan Sifa
44
44. Meminta ijin
45
45. Memilih pergi
46
46. Kecurigaan Syakil
47
47. Ketulusan Syakil
48
48. Pemilik Grafika Group
49
49. Sifa ke rumah Farah
50
50. Pertemuan Syakil dengan pak Ahsan
51
51. Pelangi setelah badai (End)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!