Setelah dari taman, Resa langsung menuju UGD, dia segera berjalan kearah brangkar, tempat ibunya berbaring.
"Beruntung Anda datang, kami akan memindahkan ibu Hayati, keruang perawatan," seru seorang perawat.
Resa hanya menganggukkan kepalanya, dia segera mengikuti dua perawat yang mendorong brangkar menuju kamar perawatan. Sesampai kamar perawatan, tubuh lemah wanita itu, sudah berpindah, dia berbaring di ranjang Rumah Sakit itu, sedang Resa, duduk di kursi yang ada di dekat ranjang tersebut, lalu menyandarkan bagian tubuh atasnya, di sisi ranjang itu, untuk malam ini, dia tidak bisa tidur di lantai, karena tidak membawa apa-apa dari rumah.
Penunggu pasien lain, yang berada di ruangan yang sama dengan Resa, merasa iba pada gadis itu, dia berjalan mendekati Resa. "Nak, ini selimut, nanti tubuhmu pegal kalau tidur duduk meringkuk seperti itu," sapanya.
Resa menegakkan tubuhnya, bibirnya mengukir sebuah senyuman untuk wanita yang meminjamkannya selimut itu. "Terima kasih bu," ucap Resa, sambil menerima selimut yang diberikan padanya.
"Iya, sama-sama, oh ya, kalau kamu haus, itu ambil saja, di pojok itu ada air mineral kemasan gelas," wanita itu menunjuk kearah sudut ruangan, terlihat ada beberapa kardus, yang berisi air minum kemasan.
"Iya, makasih bu." Jawab Resa.
Wanita itu segera kembali ketempatnya.
Resa segera membuka lipatan selimut itu, dia mengampar di lantai, sudutnya hanya cukup untuk berbaring satu orang saja, akhirnya dia bisa tidur dengan posisi berbaring, walau hanya ber alas selimut, yang menjadi penghalang antara kulitnya dan porselen Rumah Sakit itu. Perlahan Resa memejamkan matanya. Gadis itu tertidur dengan posisi memiring, berbantalkan pergelangan tangannya.
Malam yang begitu dingin tidak membuat tidur Resa terusik, tubuhnya sangat lelah, berlari kesana kemari meminta bantuan, beruntung dia mendapat uang yang lumayan dari sang ayah. Cukup untuk membayar biaya pengobatan ibunya, beberapa hari kedepan.
Sayup-sayup terdengar suara orang-orang berbicara, karena di ruangan tempat Hayati di rawat, terdapat enam orang pasien, tentu jika matahari mulai menampakkan sinarnya di ujung timur sana, orang-orang yang ada dalam ruangan mengobrol, dengan keluarga pasien yang dekat dengan mereka.
Perlahan Resa mengerjapkan matanya. Rasanya sangat sulit untuk membuka mata, namun dia harus bangun. Perlahan Resa membuka kedua matanya, dia segera bangun dari posisi rebahannya, lalu duduk, sambil memijat beberapa bagian tubuhnya yang terasa sangat pegal.
"Sudah bangun neng?" Sapa wanita yang tadi malam meminjamkan selimutnya pada Resa.
Resa berusaha membuka matanya dengan sempurna. "Iya bu, sudah, terima kasih bu," Resa segera berdiri, dia langsung melipat selimut yang dia pakai sebagai alas tidur tadi malam.
"Ini selimut milik ibu, makasih banyak ya bu," ucap Resa.
Wanita itu tersenyum dan mengangguk. "Sama-sama neng, ini teh hangat, dan kue, anak ibu ngasih banyak, orang-orang di sini sudah ibu bagi, tinggal neng yang belum." Wanita itu memberikan segelas teh hangat dalam gelas kertas tahan panas pada Resa, juga dua potong kue.
Dengan senang hati Resa menerimanya, perutnya sangat lapar. "Terima kasih bu," ucap Resa.
Wanita itu tersenyum, dan mengangguk, dia langsung pergi dari tempat Resa, dan segera kembali ketempatnya, tepat di balik tenda pembatas antara ranjang ibu Resa, dan ranjang tempat suaminya di rawat. Sedang Resa, berjalan kearah westafel untuk kumur-kumur dan mencuci wajahnya.
Dia kembali ketempatnya, meraih gelas yang berisi teh hangat itu. "Bapak sakit apa bu?" Tanya Resa, setelah meminum seteguk teh hangat yang dia pegang.
"Sakit orang tua yah gitu neng, kalau ibu kamu sakit apa?" Wanita itu balik bertanya.
"Kanker rahim," jawab Resa.
"Yang tabah ya neng, semoga ibu neng secepatnya bisa sembuh." Ucap wanita itu.
"Makasih bu, saya Resa bu." Resa memperkenalkan dirinya.
"Saya Zifah," wanita itu juga memperkenalkan diri.
"Tadi malam, neng sangat nyenyak tidur, pasti neng gak tau kalau dua kali perawat datang, memeriksa keadaan ibu neng."
"Iya bu, saya sangat lelah, saya sedih, sejak pingsan sampai saat ini, ibu saya masih belum sadar," Resa memandang sayu kearah ibunya.
Perkenalan dan obrolan mereka terhenti, saat beberapa perawat dan salah seorang dokter yang Resa kenal mendekat kearahnya, Resa segera menaruh gelas dan kue yang dia pegang, kelemari kecil yang ada di belakangnya.
"Pagi, dok." Sapa Resa.
"Pagi juga nona," jawab dokter.
Wajah dokter itu terlihat bingung, berulang kali dia terlihat membuka mulutnya, namun belum juga dia bersuara.
"Ada apa dok?" Tanya Resa.
Akhirnya dokter mulai bicara, dokter Alvian menjelaskan keadaan ibu Resa pada Resa. Resa berusaha menahan napasnya, sungguh berat mendengar penejelasan dokter, tentang keadaan ibunya.
"Saya akan usahakan secepatnya dok, untuk mempersiapkan semua persyaratan operasi ibu saya," ucap Resa.
Setelah memeriksa ibu Resa, dokter dan perawat itu pergi dari ruangan itu. Resa terlihat lemas setelah mendengar semua ini, dia mendudukkan dirinya di kursi yang ada.
*Sepertinya, aku harus menemui N*yonya Ramida secepatnya, baiklah, aku rela menjadi istri rahasia, selamanya, demi mama, yang membutuhkan pengobatan jangka panjang. Gerutu hati Resa.
Dia segera berjalan kearah kamar mandi, untuk menyegarkan wajahnya, juga keperluan lainnya. Selesai dari kamar mandi, Resa berjalan kearah ranjang ibunya. Wajahnya menoleh kearah wanita yang baik hati itu. "Bu, boleh saya minta tolong?"
"Iya, katakan, minta tolong apa neng?"
"Saya mau keluar, andai nanti ibu saya bangun dan menyakan saya, bilang saya menyelesaikan pekerjaan saya, ibu pasti faham bu," pinta Resa.
"Iya neng, semoga lancar ya pekerjaannya."
"Iya bu, terima kasih banyak, jika pekerjaan saya selesai, pasti ibu saya akan di bawa para perawat dari sini," ucap Resa.
Wanita itu hanya tersenyum dan mengangukkan kepalanya.
Resa segera keluar dari ruangan itu, dia memaksa kakinya untuk melangkah lebih cepat, tujuannya, tempat laboratorium Rumah Sakit ini, untuk menemui wanita yang tadi malam, menawarkan kesepakatan dengannya.
Sesampai di depan ruangan yang dia tuju, keadaan nampak sepi, karena masih begitu pagi. Resa melangkah mondar-mandir di depan ruangan itu, hatinya sungguh gelisah, memikirkan ibunya yang sendirian di ruang perawatan, namun dia harus tetap di sini menunggu wanita yang bernama Ramida itu.
Penantian Resa selama 40 menit tidak sia-sia, di ujung lorong sana, terlihat wanita umur 50 tahunan, tapi, dia masih terlihat cantik, berjalan kearah Resa. Dari kejauhan, wanita itu nampak tersenyum padanya. Wanita itu semakin dekat dengan posisi Resa berdiri saat ini.
"Aku senang kau datang, artinya kau menerima penawaranku bukan?" Ucapnya, senyuman wanita itu sungguh sumringah.
"Iya Nyonya, saya menerima penawaran Nyonya, kapan ibu saya bisa di operasi?" Tanya Resa, langsung.
"Secepatnya, tapi sebelum itu, ayoo kita periksa dirimu lebih dulu, aku ingin menantu yang sehat, untuk mengantarkan penerus keluarga kami," Ramida langsung membawa Resa masuk kedalam ruangan di depan mereka.
Resa sungguh tegang, dia khawatir, kalau dirinya tidak sehat, otomatis, jalan kedua yang terpaksa dia ambil, menjual dirinya ketempat hiburan malam, hanya itu yang ada di pikirannya. Resa menjalani serangakaian tes. Tidak terasa hampir dua jam mereka berada di ruangan itu.
Ramida nampak santai, bahkan dia sangat asyik dengan ponselnya, menunggu rangkaian pemeriksaan kesehatan yang dijalani Resa.
"Nyonya Ramida," seorang dokter memanggil Ramida.
"Iya dok," Ramida segera berdiri, dia menyimpan ponsel kedalam tasnya. Lalu berjalan mendekati dokter itu.
"Pemeriksaan kesehatan Resa selesai, dia tidak memiliki masalah dengan kesehatannya," ucap dokter.
Dokter menerangkan banyak hal, dan panjang lebar tentang keadaan Resa, dari hasil tes yang dia jalani. Ramida semakin terlihat ceria, mengetahui hasil pemeriksaan Resa. Setelah selesai dengan dokter keluarga itu, Ramida segera mengajak Resa untuk pergi dari ruangan itu.
Dua perempuan itu berjalan ber iringan menusuri lorong rumah sakit itu.
"Ayoo, kita selesaikan untuk permasalahan ibumu, setelah aku membayar lunas biaya operasi ibumu, kau harus segera ikut aku, untuk ibumu, kau tidak perlu memikirkannya, aku akan menyewa perawat untuk menjaga ibumu."
Resa hanya diam, mendengarkan perkataan Ramida.
Mereka sampai di loket pembayaran, Ramida membayar semua biaya operasi ibu Resa, juga meminta perawat memindahkan ibu Ramida keruangan yang lebih baik. Urusan itu selesai. Sedang Resa, mulutnya masih menganga melihat nominal jumlah uang yang di keluarkan Ramida untuk ibunya.
"Ayo kita pergi," ucap Ramida. Perkataan Ramida, membuat Resa sedikit terlonjak, karena kaget.
"Iya, Nyonya." Resa segera mengikuti langkah kaki wanita yang berjalan di depannya itu. Hingga mereka sampai di area parkir Rumah Sakit. Resa masih bingung, walau dia dulunya bukan orang miskin, tapi mobil wanita ini sungguh mewah, menurutnya.
"Ayoo masuk!" Ucap Ramida.
Resa menyadarkan diri dari lamunannya, mengagumi mobil itu, dia segera masuk dan duduk di samping Ramida.
Karena kedua penumpangnya sudah masuk, supir Ramida mulai melajukan mobil, meninggalkan area Rumah Sakit.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Jasmine
pertaruhan yg mahal harganya..
hidup ini spt arena perjudian
2022-11-25
0
Ga kepo¹
Harus kuat 💪
2022-02-06
0
Liya Homsar
tak masalah menjual diri dengan status istri simpanan yang penting sah di mata agama apa lagi ini demi seorang ibu yang telah bertaruh nyawa untuk melahirkan mu Resa. Yakinlah tak ada yang sia sia jika kau ihklas.
2021-03-20
0