Resa merasa sedikit lega, akhirnya dia bisa membayar administrasi pengobatan ibunya, kini wanita yang berusia kisaran 50 tahunan itu, mendapat pelayanan medis. Infus sudah terpasang di pergelangan tangannya, entah berapa suntikan juga, obat yang di suntikkan oleh perawat pada tubuh wanita yang masih belum sadarkan diri itu.
Seorang perawat datang mendekati Resa. "Maaf, Nona Resa, di kelas mana ruangan yang anda pilih, untuk perawatan lebih lanjut?"
"Kamar yang paling murah sus," ucap Resa.
"Baiklah, sebentar lagi, ibu anda akan dipindahkan ke kamar B10, nomer 102, lantai tiga," ucap perawat itu.
"Iya sus," jawab Resa, suaranya, terdengar begitu lemas.
"Satu lagi, dokter Alvian meminta anda menemuinya," ucap perawat itu.
Resa menarik begitu dalam napasnya, dia mulai menerka-nerka, apa yang akan dokter Alvian bicarakan nanti padanya. "Iya Suster, terima kasih." Resa langsung bangkit dari posisinya, dia melangkahkan kakinya menuju ruangan dokter Alvian.
Dokter Alvian, dokter muda yang berumur 35 tahun, dokter itu yang selama ini yang biasa di temui Resa dan mamanya, namun satu bulan terakhir, Resa dan Hayati tidak datang menemuinya lagi.
Tokkk tok tok!
Resa mengetuk pintu ruangan dokter itu.
Ceklakkk!
Seorang perawat membukakan pintu ruangan dokter tersebut. "Silakan masuk," ucap perawat itu.
Resa mengukir senyuman di wajahnya, menundukkan sedikit wajahnya, dia melangkahkan kakinya masuk kedalam ruangan dokter itu.
"Selamat malam, dok." Sapa Resa.
"Selamat malam, silakan duduk." Dokter Alvian meng isyarat dengan tangannya, menujuk kursi yang ada di depan meja kerjanya.
Resa segera menarik salah satu kursi, lalu duduk di sana.
Dokter Alvian memandang sayu kearah Resa, tangannya menyodorkan sesuatu, kearah resa. Resa segera meraih amplop besar bewarna coklat, yang diberikan dokter Alvian padanya. Matanya berkaca-kaca saat melihat laporan yang tertulis di kertas yang dia ambil dari amplop besar tadi.
"Ibu anda harus secepatnya menjalani operasi pengangkatan rahim, operasi yang ibu anda jalani sebelumnya, memang berhasil, tapi masih ada sel kanker yang tertinggal, saat ini sel kanker itu semakin berkembang," ucap dokter.
Resa hanya menunduk, memandangi kertas itu, tapi dia tidak membacanya lagi, hanya air mata yang terus menetes.
"Lima tahun yang lalu, ibu anda rajin menjalani pengobatan, kenapa dua tahun terakhir kalian jarang datang? Hanya datang di saat-saat mendesak seperti ini?" Tanya dokter Alvian.
Resa tidak bisa menjawabnya, bukan urusan dokter itu tentang permasalahan keluarga yang menimpa dirinya dan ibunya.
Dokter Alvian mulai mengerti kesulitan gadis itu, karena dari tadi hanya air mata yang terlihat menentes dari mata gadis itu.
"Saran saya, bicarakan dengan keluarga anda, setelah operasi ini pun, ibu anda masih perlu pelayanan medis lainnya," ucap dokter.
Hanya helaan napas Resa yang terdengar, dia tidak mampu berkata atau membalas ucapan dokter, bagaimana dia menjanjikan akan meng operasi ibunya, jika uang saja tidak punya.
"Baiklah, saya sudah selesai, anda boleh pergi," ucap dokter Alvian.
Resa segera berdiri. "Terima kasih dok, saya permisi." Ucapnya, dia langsung pergi dari ruangan dokter itu.
Dengan perasaan yang begitu sesak, Resa menyeret kakinya untuk terus melangkah, dia tidak kembali ke UGD. Tapi dia melangkah menuju taman Rumah Sakit, bangku taman yang di terangi cahaya lampu, yang menghiasi taman itu, menjadi pilihan Resa untuk duduk, menumpahkan rasa sesak di hatinya.
Dia duduk di bangku itu, menaikkan kedua kakinya, kedua tangannya memeluk kedua lututnya, dan menenggelamkan wajahnya bertumpu pada lututnya. Dia menumpahkan tangisannya.
"Haruskah aku menjual diriku, untuk pengobatan mama? Darimana lagi aku mencari uang sebanyak ini, untuk mengobati mama, upah mencuci setahun pun tidak akan cukup membayar semua biaya pengobatan mama," ucapnya, yang bercampur dengan isakan tangisnya.
Tanpa di sadari Resa, ada seorang wanita yang seumuran ibunya, duduk di bangku taman, yang tidak terlalu jauh jaraknya dengan posisinya saat ini. Wanita itu sekilas mendengar isakan Resa. Dia melangkah mendekati Resa, sedang Resa tidak menyadari ada orang lain yang mendekat padanya.
Wanita itu memandangi lekat fisik Resa, walau belum melihat wajah wanita itu, tapi jika dilihat dari postur tubuh, dan kulit putih yang dimiliki wanita itu, dia yakin, wanita yang sedang menangis ini berparas cantik. Dia menepuk halus pundak Resa.
"Kamu kenapa?" Sapanya.
Resa menegakkan wajahnya, saat merasakan ada tangan yang mendarat di pundaknya. Resa segera menghapus air matanya. "Tidak apa-apa Nyonya." Resa berusaha menutupi deritanya
Wanita itu tersenyum, benar dugaannya, gadis ini memiliki paras yang cantik. "Maaf, tadi aku mendengar sedikit isakan tangismu, kenapa kau berpikir untuk menjual diri? Apa masalahmu? Barangkali kita bisa saling bantu." Wanita itu terus mengukir senyuman di wajahnya. Dia segera duduk di samping Resa.
Resa masih membisu, dia bingung, bagaimana mungkin bercerita dengan wanita asing, yang kini duduk di sampingnya.
"Namaku Ramida, siapa namamu?" Tanya wanita itu.
"Namaku, Moresa, aku biasa di panggil Resa."
"Resa, kadang pertemuan, perpisahan dan lainnya, memang ditakdirkan Tuhan, apakah pertemuan kita ini salah satu takdir? Agar kita bisa saling bantu?"
Resa masih bungkam.
"Katakan apa masalahmu, mendengar isakan tangismu tadi, rasanya itu bukan masalah yang mudah, mau berbagi denganku? Walau nantinya aku tidak bisa bantu, siapa tahu aku bisa membantumu mencari solusi untuk masalahmu," ucap Ramida.
Resa memantapkan hati, untuk menceritakan apa masalah yang menimpanya. "Sebenarnya mama sudah lama mengidap kanker, selama ini mama selalu menjalani pengobatan, tapi lima tahun terakhir, pengobatan mama tidak maksimal, apalagi satu tahun terakhir ini, untuk obat penghilang rasa nyeri saja, aku tidak mampu membelinya, padahal mama sangat membutuhkannya," ucap Resa.
Resa memandang kearah wanita itu, terlihat wanita itu mendengar dan menyimak ceritanya. Resa meneruskan kembali ceritanya.
"Karena penyakit mama itu, mama menikahkan papa dengan pembantu kami, tapi bukannya membantu mama membahagiakan papa, wanita itu malah membuat kami terusir dari rumah. Sepertinya dia tidak mau berbagi suami, dengan mama. Setelah di usir, aku dan mama, pindah ke kontrakan kecil. Satu tahun ini kami hidup menderita, rupanya derita kami masih kurang, kini mama harus di tuntut untuk menjalani operasi," keluh Resa.
"Kau yakin mau menjual dirimu, untuk pengobatan ibumu?" Tanya Ramida.
"Jika kepepet, bagiku kesembuhan mama adalah hal utama, aku tidak perduli dengan diriku." Jawab Resa.
Wanita itu terus memandangi Resa, dia mengagumi garis wajah yang dimiliki Resa.
Wanita yang cantik, sangat tepat untuk melahirkan penerus keluarga kami. Gerutu hati Ramida.
"Walau mama menjalani operasi, hal itu belum selesai, mama harus menjalani serangkaian pengobatan lainnya," sambung Resa.
"Aku bisa membantumu, tapi, kamu juga harus membantuku."
"Bantuan apa yang Nyonya inginkan pada saya?"
"Menjadi istri kedua putraku, tapi mungkin selamanya kau hanya istri kedua yang dirahasiakan, ini bukan pernikahan kontrak, kalau putraku ingin melepasmu, baru kau bisa lepas dari ikatan ini, jika dia tidak mau melepaskanmu, maka selamanya kamu jadi istri kedua yang dirahasiakan," seru Ramida.
Resa mematung, wajahnya nampak kaget mendengar tawaran yang Ramida berikan padanya. Bagaimana mungkin, setiap wanita pasti ingin menikah, tapi jika pernikahannya menjadi yang kedua, dan dirahasiakan pula. Bagaimana masa depannya.
"Jika kau mau, aku akan menjamin kebutuhan hidup ibumu, menjamin pengobatannya yang terus berlanjut, kamu hanya perlu bilang, pada ibumu, kalau kau bekerja menjadi babysitter, yang menjaga mantan bayi, maaf ... maksudku menjaga mertuaku."
"Bukan cuma itu. Aku akan memberi ibumu rumah, memberimu uang, hanya saja tidak bisa memberimu status pernikahan di mata masyarakat. Kau juga tidak boleh menunda kehamilan, andai menantu kami tidak menolak untuk hamil, aku tidak akan meminta putraku untuk menikah lagi."
Resa memandangi wajah Ramida, wajah wanita itu benar-benar serius dengan tawarannya.
"Jika kau bersedia, maka operasi ibumu akan segera dilakukan, pikirkan Nona. Tapi sebelum itu, aku ingin memastikan kesehatanmu dulu. Jika kau setuju, temui aku di depan laboratorium Rumah Sakit ini." Ramida menepuk lembut bahu Resa, dia segera pergi dari taman itu.
Resa mematung, matanya terus memandangi punggung wanita itu, yang kian menjauh dari pandangan matanya.
"Inikah karma karena aku sangat membenci istri kedua papa? Sekarang aku yang terpojok, hanya pilihan ini yang bisa menolong mama."
Air mata kembali membasahi pipi Resa yang begitu putih dan mulus.
"Apakah ini hukuman buatku? Aku bahkan lebih hina dari nenek sihir itu, nenek sihir menjadi istri kedua papa atas restu mama, tapi aku? Aku akan jadi istri kedua yang dirahasiakan. Malangnya nasibku." Resa segera melangkahkan kakinya menuju UGD.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Amelia Syharlla
nanti juga bakal jadi istri satu satunya ❤️❤️❤️
2023-01-27
0
Jasmine
lebih baik status istri kedua yg dirahasiakan drpd jd pelacurr
2022-11-25
0
Arin
ya trima aja resa,dri pada jual diri...mending jdi istri kedua gpp'lh y
2022-07-19
0