Lisa akhirnya menyapa wanita muda yang diketahui sebagai anak lurah itu. "Mbak, kita mulai sekarang, ya?"
Tanpa menunggu kedatangan Tutik, Lisa langsung merias wanita itu karena ia tak ingin mengulur waktu. Semakin lama ia bekerja, semakin lama ia harus berpisah dari anaknya.
Lisa membuka kotak make-up dan mengambil termos yang memang ia bawa dari rumah. Termos itu berisi es batu yang memang biasa ia gunakan sebelum mengaplikasikan make-up agar hasil riasannya maksimal.
"Merem dulu, ya, Mbak." Lisa mengoleskan es batu kecil di tangannya pada wajah wanita muda itu. Saat itu, Rio mengintip dari balik tirai. Pria itu hanya ingin melihat Lisa karena ia begitu mengidam-idamkan wanita itu.
Ketika Lisa tengah mengipasi wajah wanita di depannya dengan kipas portabel, Tutik masuk dengan tergesa. "Maaf, Mbak. Tadi bannya bocor," ucap Tutik dengan napas tersengal.
Lisa sama sekali tak menoleh pada Tutik, ia fokus pada apa yang ia kerjakan saat ini. "Minum dulu, aku nggak mau ngurus kamu kalau kamu pingsan." Walaupun tampak dingin, Lisa memang beberapa kali melempar candaan pada asistennya itu.
"Nggak akan, Mbak. Aku udah sarapan, habis 2 piring tadi," sahut Tutik sambil meletakkan tasnya. Wanita itu lalu membantu sang bos seperti yang biasa ia lakukan.
Butuh waktu sekitar kurang lebih 1 jam sampai Lisa selesai merias calon pengantin itu.
"Gimana? Cocok sama warna lipstick-nya?" tanya Lisa ketika ia selesai memoles perona bibir berwarna merah hati pada wanita di depannya. Wanita itu memiringkan wajahnya ke kanan dan ke kiri untuk melihat bayangan wajahnya di cermin.
"Suka, Mbak. Bagus, kok."
"Ya udah, Tut, bilangin Arif kalo udah siap."
Tutik menuruti perintah bosnya.
"Mbak mau ganti baju dengan gaun dari saya?" tanya Lisa.
"Boleh."
"Mbak mau ganti baju berapa kali?" tanya Lisa pada wanita itu.
"Kalo 2 kali, tarifnya berapa, Mbak?"
Lisa akhirnya menjelaskan secara rinci biaya yang harus ditanggung sesuai dengan jumlah pakaian yang akan digunakan.
"Ya udah, Mbak, 2 aja. Bajunya warna apa aja? Itu ada pasangannya, kan? Maksud aku buat pacar aku juga ada, kan? Kan nggak lucu kalo aku aja yang ganti-ganti, tapi pacar aku pake itu-itu aja."
Lisa tersenyum. "Aku nggak bawa banyak, sih, Mbak. Tapi semuanya emang pasangan, kok. Ada warna merah, putih, pink sama marun."
Tutik kembali masuk ke ruangan di mana Lisa berada. Istri Toni itu lalu menatap wanita yang sudah cukup lama bekerja dengannya itu. "Tut, buka kopernya, Mbaknya mau milih gaun."
Setelah semuanya siap, sesi pemotretan pun dimulai. Lisa akhirnya bisa bersantai sambil minum es teh yang disediakan oleh Arif.
"Sibuk banget, ya, sekarang?" tanya Arif basa-basi. Ia duduk di samping Lisa sambil mengamati Rio yang sibuk memotret pasangan muda-mudi yang akan menikah itu. Tutik sibuk membantu Rio dalam menyiapkan segala pose.
"Nggak juga, sih. Aku nggak pernah ambil job lebih dari 1 dalam sehari. Nggak sanggup aku, Rif." Lisa menjawab santai.
"Hei, kamu kan bisa cari orang lain lagi, biar tambah gede usaha kamu itu. Nama kamu tuh udah besar, pasti banyak orang yang cari."
"Iya, aku sering nolak job kalo hari itu emang udah ada yang isi. Bukannya aku nolak rejeki, Rif, tapi aku kerja begini karena aku seneng. Aku nggak mau ngoyo banget, yang ada aku nggak ada waktu buat anak dan suami. Ini tadi aja aku males mau ambil, nggak enak sama kamu." Lisa mengaku jujur.
Arif mengangguk. "Iya, sih. Suami kamu udah banyak duit, kalo soal duit kamu nggak akan kekurangan."
Lisa tersenyum. "Itu tauk!" celetuknya menyombongkan diri.
Arif tertawa.
Lisa ikut tertawa sesaat lalu kembali memperhatikan Arif dan Tutik.
"Rif, Rio itu masih single?" tanya Lisa yang begitu penasaran pada pria yang kini sibuk dengan kameranya.
"Single. Dia mah playboy, nggak ada seriusnya sama cewek, gimana mau nikah kalo nggak serius-serius."
Lisa terkejut mendengar penjelasan Arif. "Dia playboy?"
Arif mengangguk. "Gonta-ganti aja sukanya. Seminggu bisa ganti 10 kali."
Lisa mengembuskan napas panjang. "Jadi emang dia playboy? Apa dia sengaja kirim foto dia buat mancing aku? Emang dia nggak tahu kalo aku punya suami dan bahkan anak? Atau emang dia nggak peduli?" Lisa sibuk dengan pikirannya sendiri.
Sesi pemotretan akhirnya selesai. Lisa merapikan grown-grown dan memasukkannya ke dalam koper, dibantu dengan Tutik.
"Kamu deket sama Rio?" tanya Lisa yang sedari tadi sudah penasaran.
Tutik menggeleng. "Enggak, emangnya kenapa, Mbak?"
"Dia tahu aku libur dari kamu, kan?"
"Iya, tadi aku kan posting status di WA kalo aku lagi di rumah, rebahan. Aku buat caption kalo enak bisa rebahan pas libur. Nah, Mas Rio chat aku, tanya apa Mbak nggak ada job hari ini. Ya aku jujur, dong, Mbak." Tutik bercerita dengan jujur.
"Kalian saling simpen nomor?" tanya Lisa lagi.
"Ya kan emang dari awal Mas Rio kerja sama Mas Arif aku udah simpen nomornya Mas Rio. Kan kita suka minta foto dari Mas Rio," sahut Tutik lirih.
Lisa mengangguk.
"Kenapa emangnya, Mbak?" Tutik merasa penasaran.
"Nggak apa-apa, aku tanya aja. Aku kira kamu sama Rio deket, soalnya dia bilang tadi kamu yang kasih tahu kalo aku libur hari ini."
Tutik mengangguk. "Ya biasa aja, sih, Mbak. Deket juga karena pekerjaan, kan?"
.
Lisa dan Tutik pamit pulang.
"Aku pulang dulu, Rif, Yo."
Arif dan Rio yang masih merapikan kabel-kabel, berdiri dan menatap Lisa dan Tutik. "Kok buru-buru? Eh, udah dibayar kan? Tadi bilangnya sama aku mau sendiri-sendiri aja bayarnya," tanya Arif.
Lisa mengangguk. "Udah, kok. Aman, thanks ya udah ngerepotin aku hari ini, udah ganggu hari libur aku," ucap Lisa meledek.
Arif tertawa terbahak-bahak, Rio malah tersenyum sambil mencuri-curi pandang pada Lisa. Wanita itu pun sesekali menatap Rio demi memperhatikan pria itu.
"Terima kasih, Mbak," ucap Rio sambil tersenyum manis. Lisa mengangguk.
"Ayo, Tut, kita pulang."
Lisa membawa kotak kosmetik dan Tutik membawa koper. Rio tak tinggal diam, ia merebut kotak yang Lisa pegang, termasuk koper yang dibawa Tutik. "Biar aku bantu."
Lisa menatap aneh pada Rio. "Ya udah, Rif, aku pulang. Da...."
Tutik membantu Rio memasukkan kotak kosmetik dan koper ke dalam mobil.
"Terima kasih, Mas," ucap Tutik yang lalu masuk ke dalam mobil.
"Hati-hati, Mbak." Rio menyapa Lisa lagi, wanita itu mengangguk pelan.
Ketika Lisa hendak membuka pintu mobilnya, Rio memanggil nama wanita itu.
"Mbak Lisa, lain kali aku boleh telepon Mbak, ya? Aku pengen ngobrol sama Mbak." Pria itu melancarkan aksinya untuk mendekati Lisa.
Lisa mengerutkan keningnya. Ia semakin yakin kalau Rio memang sengaja mendekatinya karena ingin menggodanya. "Aku udah punya suami, Yo." Lisa berusaha bersikap tegas.
"Aku tahu, Mbak." Rio pantang menyerah.
Lusi tersenyum kecut. "Jadi kamu nggak masalah dengan status aku sebagai istri orang?" tanya Lisa dengan seringainya.
"Aku nggak masalah, asal bisa deket sama wanita secantik Mbak."
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
IG👉Salsabilagresya
keren kak....
2020-12-09
0
❤️YennyAzzahra🍒
Lanjutttt
2020-10-06
1
Gendon Sudarsono
aq sukkaaa
2020-09-26
0