lima

Hari berganti, dan kini Adjie telah menyelesaikan puasa mutihnya untuk mendapatkan keampuhan dari ajian yang akan ia praktikan tentunya.

Menurut Muji, ia dapat menggunakan ajian tersebut dengan jarak jauh dan tanpa menyentuh korbannya.

Malam yang sunyi dengan rintihan hujan gerimis yang menambah ke syahduan malam yang semakin sepi.

Adjie tak sabar untuk menggunakan mantra tersebut, dan entah apa yang sedang ia fikirkan, bayangan wajah Wati terlintas dibenaknya, sang janda yang telah menorehkan luka dihatinya dengan sikap angkuh dan sombong.

Pria jomblo itu duduk bersila sembari memejamkan kedua matanya.

Ia berkonsentrasi pada pusat fikirannya untuk membayangkan wajah sang janda dengan body aduhai yang mana dapat begitu mudah masuk ke alam fikirannya.

Adjie merapalkan mantra yang sudah ia hafal berulang kali dan mulutnya komat-kamit melantunkan kalimat yang seharusnya tak ia anut untuk.demi sebuah ambisi balas dendam.

"SUN MATEK AJIKU SI JARAN GOYANG, TAK GOYANG ING TENGAH LATAR. UPET-UPETKU LAWE BENANG, PET SABETAKE GUNUNG GUGUR, PET SABETAKE LEMAH BANGKA, PET SABETAKE OMBAK GEDE SIREP, PET SABETAKE ATINE SI Wati binti Cecep ..... (Maaf, mantra author skip)

Adjie berulang kali membacakan ajian tersebut dengan konsentrasi yang cukup tinggi dan tak lupa ia terus membayangkan wajah Wati yang sungguh membuatnya merasa tersinggung.

Setelah melakukan ritualnya, Adjie membuka matanya, lalu tersenyum penuh kemenangan dan ia akan menunggu reaksi si janda esok pagi, apakah ritualnya berhasil tertuju pada korbannya.

Adjie beranjak dari duduknya. Lalu melangkah menuju dipan kayu yang sudah tampak tua dengan kasur kapas yang sudah lepek dan kempis karena tidak pernah dijemur, bahkan bercampur bau apek dengan peta berbagai pulai yang menggunakan cairan iler.

Adjie menyingkap kelambu yang merupakan tempat perlindungannya dari gigitan nyamuk yang selalu ganas saat malam hari.

Ia mulai mengantuk, dan tertidur pulas untuk menjemput mimpinya yang tertunda.

Ditempat lain. Seorang wanita berwajah cantik tampak gelisah dan ia bangkit dari ranjangnya.

Tiba-tiba saja hatinya merasakan sebuah gumpalan misterius yang mengikatnya untuk tertuju pada seseorang, dan tak lain adalah Adjie.

Ya, pria miskin yang selalu ia hina dan dibenci setengah mati, kini tiba-tiba saja membuatnya tak nyenyak tidur.

Satu hal lain yang membuatnya semakin merasa frustasi, diarea sensitifnya merasakan denyutan yang berkeinginan untuk sang pria segera menggumulnya.

Wanita itu tak lain adalah Wati -sang janda bohay kini merasakan jatuh hati setengah mati secara mendadak dan ia mulai tak dapat mengontrol perasaannya yang menggebu.

Wanita itu tak dapat tidur sepanjang malam karwna terus terbayang pada sang pria yang kini seolah mengikat hatinya.

****

Pagi ini Adjie tampak bersemangat. Ia sarapan dengan beberapa potong singkong rebus dan segelas kopi hitam, lalu menutupnya dengan sebatang rokok yang menjadi penyemangat bagi hampir seluruh pria dimuka bumi, meskipun benda tersebut mengandung racun nikotin berbahaya, tetapi sanggup membelinya meski harganya lebih mahal dari sekilo beras.

Pria itu keluar dari gubuknya. Lalu berjalan menuju kebun milik Juragan Wahyu.

Hari ini ia sengaja hanya menggunakan celana panjang berbahan jeans tanpa pakaian yang menutupinya.

Pria itu seolah sengaja memamerkan otot tubuhnya yang membentuk roti sobek istilah sebutannya.

Ia berjalan melenggang tanpa cangkul dipundaknya, sebab ia hanya menanam singkong dan ia akan kebut agar cepat selesai, sebab ada pekerjaan lain yang sudah menantinya.

Atap rumah milik Wati sudah terlihat dikejauhan. Pepohonan rindang dikanan dan kiri jalan membuat suasana semakin begitu hening dengan sepinya para warga yang tidak beraktifitas dikarenakan hari pergi ke rumah tetangga sebelah dusun yang akan mengadakan pesta khitanan dan warga bergotong royong untuk mebuat pesta berjalan lancar.

Adjie mempercepat langkahnya, lalu tiba dibelakang rumah Wati dan tidak menemukan sang janda dirumah tersebut.

Adjie sedikit gelisah. Ia berprasangka jika ilmu yang dimilikinya tidak berfungsi dengan yang diharapkannya.

Pemuda itu melangkah kecewa menuju kebun belakang. Ia mengambil batang singkong siap tanam dan bersiap untuk bekerja.

"Baru sampai, Kang?" terdengar suara manja dari seorang wanita yang tiba-tiba saja berada dibelakangnya.

Adjie tersentak kaget. Lalu memutar tubuhnya untuk melihat ke arah sumber suara yang menyapanya.

Ia dikejutkan oleh sosok Wati yang ternyata baru saja pulang dari kali dengan pakainnya yang basah kuyup dan membentuk lekuk tubuhnya.

Adjie tercengang dengan keramahan Wati yang mendadak berubah drastis dan sikapnya yang seolah akan menggoda dirinya.

Sesaat ia ingin mencoba sejauh mana ajian petaka tersebut dapat membuat korbannya takluk.

Adjie menatap datar, lalu berpaling dan berpura-pura tidak menyahuti pertanyaan Wati yang dan mengabaikan wanita tersebut.

Pria jomblo itu ingin memberikan pelajaran pada sang janda angkuh tersebut.

"Kang, kamu marah ya sama Wati?" tanya wanita itu dengan gelisah. Ia melihat Adjie mengabaikannya dan tak memperdulikannya.

"Kang, jangan marah, dong," Wati kembali menyapa. Ia semakin tersiksa dengan diamnya Adjie. Ia juga merasa bingung mengapa hatinya begitu menghamba pada pria yang dibencinya itu.

Wanita itu tidak dapat menahan gejolak dihatinya yang memburu dan desakan dibagian sensitifnya yang inginkan penuntasan dan sentuhan hangat dari jemari tangan Adjie terlihat kasar, tetapi membuat hasratnya menggebu tanpa dapat ia kontrol.

"Kang, rumah sepi, kamu tidak mau main ke rumahku?" tawar Wati. Ia terus berupaya membuat pria itu menanggapinya.

Adjie masih tak menghiraukannya, dan tetap menanam singkong.

Wati seolah frustasi karena tak ada respon dari pria yang sudah membuatnya hampir gila dalam sekejap saja.

Ia menghampiri yang membungkuk karena proses penanaman singkong, lalu tanpa merasa malu dan sungkan ia menyentuh pundak sang pria.

"Kang, kamu masih marah?" Wati terdengar menghiba. Tatapannya terlihat sangat menderita dan ini bukan sifatnya, ia tidak mengemis iba pada siapapun. Bahkan saat suaminya menceraikan dirinya, tanpa merasa sedih sedikitpun ia merasa tegar.

Sebab dalam diri Wati tidak ada kata mencintai, tetapi ia yang dikejar dan dicintai.

Akan tetapi, kali ini ia seolah pengemis yang mengejar perhatian dari seorang pemuda miskin seperti Adjie.

Wati merasa jika kewarasannya sudah hilang. Saat ini ia hanya menginginkan pria dihadapannya.

"Pergilah! Aku hanya pria miskin yang tak pantas untukmu!" jawab Adjie dengan nada ketus.

Seketika wanita itu merasa sangat nelangsa. Dadanya seolah sesak karena sesuatu yang tak wajar dan semakin merasakan gumpalan yang mengunci hatinya.

"Kang, aku sudah meminta maaf. Aku rela kamu tidur dirumahku. Aku mau kamu nikahi sekarang, ayolah!" ia semakin merasa sangat rendah karena menawarkan dirinya secara langsung.

"Aku sudah tidak lagi berminat padamu! Aku menarik lamaranku waktu kemarin!" Adjie mencoba mengembalikan ucapan sang wanita.

Terpopuler

Comments

Ali B.U

Ali B.U

sido welas asih maring ingsun

2024-12-08

7

Heri Wibowo

Heri Wibowo

bagus Aji, biarkan Wati mengejar-ngejar mu sampai gila.

2024-12-07

3

🍵𝒚𝒂𝒚𝒖𝒌 𝒋ᷟ𝒖ⷽ𝒐ᷟ𝒔ⷽ𝒔๎🦈

🍵𝒚𝒂𝒚𝒖𝒌 𝒋ᷟ𝒖ⷽ𝒐ᷟ𝒔ⷽ𝒔๎🦈

buset dah sampe segitunya yahhh hadehhh

2024-12-09

4

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!