Malam semakin gelap. Terdengar suara rintik-rintik hujan diatas genteng yang membuat suasana semakin meresahkan.
Udara dingin yang menyentuh kulit membuat orang-orang ingin mencari kehangatan malam ini dan setidaknya bergelung dibawah selimut.
Seorang wanita tampak gelisah diatas ranjang. Ia sesekali bangkit dan kembali berbaring lagi.
Sesekali ia menoleh ke arah pintu kamar yang sengaja ia buka untuk memberi jalan bagi pria yang sedang ditunggunya.
Waktu sudah memperlihatkan pukul 9 malam. Akan tetapi pria yang ditunggunya tak juga terlihat datang. Ia sudah cukup bersabar untuk menunggu waktu itu, dan rasa ingin untuk melakukan kemaksiatan itu tak lagi dapat dibendungnya.
Wati, ya. Sang janda yang kini mersa seolah menjadi gila karena menaruh rasa cinta dan keinginan untuk terus bercinta dengan Adjie, pemuda yang pernah ia hina.
Tetapi kini, perasaannya berbanding terbalik, karena ia begitu memuja sang pria. Baginya tidak ada pria manapun yang dapat menggantikan kedudukan Adjie dihatinya.
Waktu terus bergulir. Tetapi Adjie tak kunjung datang. Wati.semakin gelisah. Sungguh, ia inginkan pria itu malam ini.
Hujan mulai deras. Sesekali kilatan cahaya terlihat berkilat untuk membelah kegelapan malam yang semakin kelabu.
Wati tak dapat menahan perasaannya. Ia seperti gila akan perasaannya terhadap sang pria.
Duuuuuaar...
Suara petir menyambar dan diiringi kilatan halilintar yang membuat kamar Wati seperti diterangi cahaya bohlam ratusan volt.
Ia tersentak kaget karena suara petir yang seolah ingin menyambar tubuhnya.
Wanita yang selama ini takut akan suara petir, tak lagi dapat mengontrol kewarasannya. Ia tak lagi takut, dan semuanya sudah diluar kendalinya.
Wati tak lagi perduli dengan hujan ataupun petir. Ia harus bertemu dengan Adjie malam ini juga.
Ia keluar dari pintu rumahnya. Suasana sudah sangat sepi. Selain rumahnya yang berada dipenghujung dan juga rintikan hujan yang membuat warga memilih untuk segera bergelung dengan tidurnya ketimbang keluyuran diluaran.
Wati mencoba menghidupkan mesin motornya. Akan tetapi tak juga dapat berfungsi.
Hasratnya sudah menggebu. Ia memerlukan penuntasan malam ini juga. Sesekali petir menyambar, dan hal itu tak membuat Wati gentar untuk menyambangi rumah Adjie.
Ia menembus derasnya guyuran hujan. Tubuhnya mulai menggigil kedinginan. Ia setengah berlari untuk mempercepat langkahnya agar tiba dirumah sang pujaan hatinya.
"Adjie. Mengapa kau tega menyiksaku! Aku akan gila jika tidak dapat tidur denganmu malam ini," Wati terus berguman dalam lirih.
Hatinya saat ini begitu nelangsa. Ia tak mengerti mengapa ia menginginkan hal yang tak seharusnya ia lakukan.
Ia semakin mempercepat langkahnya. Tubuhnya terguncang mengikuti irama gerakan langkahnya, hingga membuat dua buah melon yang berukuran jumbo itu bergerak liar kesana kemari.
Tampak.dikejauhan atap rumah sang pujaan hati sudah terlihat dan ia semakin bersemangat untuk segera tiba disana.
Karena suatu kenekad-annya, ia lupa mengenakan alas kaki dan tak lagi merasakan perih saat bebatuan kecil menggores kulit tapak kakinya yang sangat bening.
Nafasnya semakin memburu, gemuruh didadanya terus saja bertumbuh, ingin rasanya oa segera jatuh dalam pelukan sang pria.
Sementara itu, Adjie sudah tertidur pulas. Ia sangat lelah karena seharian menggarap kebun singkong m
milik Juragan Wahyu serta kebun milik Wati hingga lupa batasan.
Malam yang dingin membuatnya bertambah lelap tertidur dan ini sangat begitu membahagiakannya dalam merajut mimpi.
Wati sudah tiba didepan rumah Adjie. Suasana terasa begitu sepi dan hening. Ia merasakan firasat jika pria itu tak memenuhi janjinya karena hari hujan.
"Kang Adjie. Ya ampun, Kang... Melihat dinding rumahmu saja aku sudah merasa sangat bahagia, apalagi jika dapat tidur seranjang denganmu dimalam yang sunyi dan dingin ini,"gumamnya sembari menggigil kedinginan.
Tubuhnya tampak meremang karena bulu kuduknya yang meremang, bahkan wajahnya sudah memucat dan bibirnya terlihat membiru.
"Ia berjalan dengan langkah gontai melintasi genangan air setinggi mata kakinya.
Tercipta percikan dan gelombang bagaikan sebuah ombak kecil dari pergerakannya pada genangan air.
Setelah tepat berada didepan pintu. Wati mengetuk dengan tangan gemetar karena jujur saja sudah sangat kedinginan.
Tok... Tok... Tok...
"Kang Adjie. Kang adjie, buka pintu, Kang," panggil Wati yang terkalahkan oleh suara hujan.
Pakaiannya sudah sangat kuyup dan membentuk tubuh sintalnya.
"Kang Adjie, buka, Kang," panggilnya dengan nada penuh harap.
Akan tetapi Adjie masih terbuai dalam mimpi indahnya, ia tak menyadari jika seseorang telah menunggunya didepan pintu.
Wati yang kedingingan, tak kuat lagi untuk terus berdiri, dan ia duduk menyandari pintu sembari terus memanggil nama Adjie dan berharap pria tersebut membuka pintu untuknya.
Lama ia menunggu, akan tetapi tak juga ada tanda-tanda jika pria pujaannnya akan membuka pintu untuknya, hingga akhirnya membuat ia harus merasakan kantuk yang luar biasa dan juga rasa dingin yang menembus hingga ke tulang.
******
Siang beranjak. Mentari bersinar dari ufuk timur. Adjie menggeliatkan tubuhnya karena meraskan tubuhnya sangat segar setelah dapat beristirahat dengan cukup puas.
Ia menuju dapur yang menjadi tempat dimana akan menuntaskan semua rasa lapar dan juga.hausnya.
Adjie merebus air minum pada tungku kayu dan ia mulai menyalakan pemantik api untuk menciptakan pembakaran.
Setelah selesai, ia menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
Ia melepaskan pakainnya, lalu mengguyur tubuhnya dengan air.
Tanpa diduga, seseorang menyingkap.pintu kamar mandi yang terbuat dari terpal berwna biru.
Adjie tersentak kaget dan dengan kedua matanya yang melotot dan hampir keluar dati tempatnya saat melihat Wati dengan wajah pucat pasi.
"Em, Dik Wati kapan datang kerumah akang?" tanyanya dengan bingung. Bahkan ia melupakan jika berjanji untuk datang malam tadi ke rumah sang janda.
Wati tak.menjawab pertanyaan dari Adjie. Ia terus saja masuk ke dalam bilik kamar mandi dan kali ini mtanya tertuju pada gumpalan disekitarnya yang lebih lebih menonjol.
"Mbak, kamu kenapa....?" ucapan Adjie tercekat diteggorokannya karena Wati menurunkan celana CD yang dipakai oleh sang pria.
"Wat, Wati, awww," pekik Adjie yang tak percaya jika wanita itu seperti kerasukan karena melahap miliknya dsn kebetulan pagi ini sedang bangun seperti kebiasaan pada umumnya.
Setelah mersa.puas membuat Adjie mengerang geli, kini giliran dirinya yang menguasai keadaan. Ia seolah ingin membalaskan semua dendamnya atas Adjie yang menyalahi janjinya untuk datang ke rumah.
Wajah pucat itu mendorong Adjie ke dinding kamar mandi yang bersebelahan dengan dinding kamarnya.
Tanpa mengatakan apapun, ia membuat Adjie harus kembali bermaksiat padanya.
~Jika ada keluarga atau dirimu yang mengalami gejala seperti ini, maka segeralah berobat pada ahlinya atau mandi air daun bidara. Sebab pengaruh tersebut ada campur tangan jin~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
ᴊɪʀᴏ ⍣⃝☠️
habis malam harusnya pagi dulu lah. knp langsung siang. kasian paginya kalo di tingglᥬ🤣᭄
2024-12-20
1
Lilik Farihah
mengerikan...begitu dasyatnya ajian jaran goyang
2024-12-29
0
V3
jd kasihan jg ma si Wati
2024-12-12
0