Rama yang tak rela akan apa yang dilakukan oleh Adjie, telah berupaya untuk membalaskan dendamnya. Bagaimana tidak, ia yang melamar dengan habis-habisan, justru pria itu yang mendapatkan madunya.
Pengantin baru itu menyelinap.pergi. Ia sudah mengerahkan orang-orang bayarannya untuk menyambangi rumah Adjie.
Setibanya digubuk yang sudah tua itu, Rama tampak sangat geram. Tatapannya tajam yang menggambarkan betapa amarahnya ia.
"Adjie! Adjie! Keluar kamu!" hardiknya dengan kasar. Sungguh ia tak ingin menunda begitu lama untuk segera melenyapkan pria miskin itu.
Seorang pria berkulit coklat dan cenderung gelap keluar dari dalam rumahnya. Ia terlihat begitu santai menghadapi Rama yang berteriak menyebut namanya dengan lantang.
Ia berdiri diambang pintu dan sedikit terkejut karena mendapati ada banyak orang dihalaman rumahnya.
Semakin lama, warga mulai berkumpul dan merasa penasaran dengan apa yang akan terjadi. Sebab kabar malam tadi tentang kejadian dirumah pengantin telah menyebar dengan begitu cepat.
Wati yang merasa penasaran ikut keluar rumah, dan ia tercengang melibat orang-orang berkumpul dihalaman.
"Ada apa ini?" tanya Wati dengan rasa penasarannya.
"Mbak Wati! Si Adjie ini sudah melakukan kesalahan dan dosa besar. Maka ia harus dihukum dan meninggalkan desa!" salah satu orang suruhan Rama angkat bicara.
"Hah!" Wati memperlihatkan wajah keterkejutannya dan menarik nafasnya dengan dalam untuk mencoba menenangkannya. "Kesalahan apa yang dilakukan suami say sehingga kalian harus menghukumnya!" wanita itu membela.
"Dia telah menyalahgunakan sebuah mantra pengasih untuk menzinahi para korbannya," yang lain menimpali.
Wati membeliakkan kedua bola matnya. Lalu berkacak pinggang dengan sikap menantang. "Yang kalian maksud itu Cintya?"
"Ya, Cintya!" Rama menyahut dengan ekspresi wajah yang penuh amarah.
"Eh, Rama! Kamu jangan menyalahkan kang Adjie! Itu salah Cintya sendiri yang datang kemari dengan merengek-merengek minta dizinahi!" Wati membela aang suami dan menjadi tameng untuk pria yang saat ini dicintainya dengan ugal-ugalan.
Seketika semua orang yang berkumpul dihalaman rumah tercengang. "Mbak Wati! Kamu sudah gila ya! Jadi kamu tahu jika Cintya datang kemari dan meminta dizinahi, tetapi kamu mengijinkan?!" Salah satu warga menyela.
"Iya, emangnya kenapa?! Kan Cintya sendirinyang gatelan, gak dituruti ancamannya mau bunuh diri!" Wati menambah volume nada bicaranya dengan membusungkan dada yang memperlihatkan ekspresi angkuhnya.
"Hah! Si Wati emang sudah gila! Bisa-,bisanya ia membela pria brengsek itu!" gumam warga dan mulai terdengar bisik-bisik tetangga yang terus menggema.
"Pasti Wati kena ajian pengasih jaran goyang milik Adjie juga, makanya gak sadar gitu!" salah satu warga menimpali.
"Ini tidak bisa dibiarkan, Adjie harus diusir dari kampung ini, ia sudah membahayakan!" warga yang lain merasa jika ini sangat tidak wajar dan Adjie telah salah menggunakan ajian mantra yang dimilikinya.
"Ayo, usir dia!" Rama menimpali dan menunjuk ke arah Adjie yang masih berdiri mematung didepan pintu.
Tanpa menunggu lama, para warga menyeret Adjie keluar dari pintu dan tak memperdulikan Wati yang terua merengek memohon agar suaminya tidak dimassa.
"Pergi tinggalkan desa ini! Pergi sejauhnya!" teriak para warga yang telah berhasil membuat Adjie tersungkur diatas tanah.
Buuuugh...
Satu begem mentah kembali mendarat disudut bibirnya dan membuat pria itu mengaduh kesakitan. Cairan pekat keluar dari sudut bibirnya dan hal itu membuat bibirnya mengalami pembengkakan.
Entah siapa yang memulainya, sebuah pemantik api dilemparkan diatas gubuk yang dindingnya terbuat dari tepas kulit dahan pohon sagu.
Material yang mudah terbakar, membuat gubuk itu cepat hangua dengan kobaran api yang membumbung dengan kepulan asap hitam.
Wati berlari menghampiri Adjue dan mendekap lelaki tersebut. "Kang Adjie, ayo, kita pergi dari sini!" Wati mencoba membantu suaminya untuk segera bangkit. Ia takut jika warga yang tersulut emosi akan bertindak lebih pada pria yang dicintainya itu.
Adjie beranjak bangkit dan mengikuti langkah Wati yang memapahnya untuk pergi dari rumahnya sendiri.
Pria itu menatap gubuknya yang hangus terbakar dengan begitu cepatnya dan se0ertinya tidak ada yang tersisa disana.
"Tunggu!" Rama mencegah langkah keduanya.
Wati menghentikan langkahnya. Lalu menoleh ke arah Rama yang tampaknya masih belum puas untuk membuat Adjie lebih menderita lagi.
"Mbak Wati jangan sampai membawa Adjie tinggal dirumah milik mbak, jika masih membandel, jangan salahkan kami jika juga membakar rumah mbaknya!" Rama memperingatkan.
Wati menatap tajam pada bocah ingusan itu. Ia meeasa jika Rama sudah sangat keterlaluan. Cintya yang datang mengemis pad suaminya, tetapi justru menjadi tertuduh.
Tanpa menjawab pertanyaan dari Rama, ia memalingkan wajahnya dan kembali memapah suaminya untuk meninggalkan kerumunan warga yang menatap mereka dengan tatapan penuh kebencian.
Setelah berjalan sejauh lima ratus meter, akhirnya mereka tiba dirumah Wati yang sudah beberapa hari ia tinggalkan.
Wanit itu membawa semua uang tabungannya dan juga beberapa perhiasan emas yang selama ini ia dapatkan dari hasil memeras juragan Wahyu.
Ia membawa beberapa pasang pakaiannya, lalu mencoba menghidupkan mesin motornya. Ia akan membawa Adjie sejauh mungkin dari desa ini dan tidak ingin pria itu terluka lagi.
Setelah mempersiapkan semuanya dan mesin motor kembali menyala, ia membonceng Adjie dan berniat akan pergi ke kota untuk mendapatkan kehidupan yang baru.
Ditempat lain, para warga sudah membubarkan diri, dan diantara mereka ada Darmi yang saat ini merasa nelangsa hatinya karena harus kehilangan Adjie. Jika sampai saja pria itu pergi meninggalkan desa, maka artinya ia tidak dapat bertemu dengan pria itu lagi.
Warga merasa puas karena sudah dapat membuat Adjie sengsara. Namun satu hal yang mereka lupakan, jika rapal mantra tersebut dapat digunakan jarak jauh meski tanpa beratap muka asalkan mengetahui nama dan juga wajah korbannya.
Wati mengendarai motornya dengan kencang. Ia membenci warga desa yang telah mendiskriminasi mereka, terutama Adjie. Ia merasa suaminya tidak bersalah dalam hal ini, karena Cintya sendiri yang datang padanya.
"Tenanglah, Kang! Kamu akan aman bersamaku. Kita mulai kehidupan yang baru ditempat lain. Kita buktikan pada warga kalau kita bisa sukses dikota!" Wati menyemangati sang suami yang sedari tadi masih diam tanpa sepatah kata pun.
Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih 5 jam lamanya. Wati dan juga Adjie tiba dipinggiran kota.
Berbekal dengan tabungan milik Wati, mereka mengontrak sebuah rumah dan ini untuk sementara sebelum Adjie mendapatkan pekerjaan nantinya.
Ditempat lain, Juragan Wahyu yang mendengar kepergian Wati bersama Adjie merasakan patah hati yang mendalam. Ia tidak lagi memiliki boneka yang dapat dimainkannya kapan saja. Ingin memberontak, ia takut ketahuan istrinya, maka ia hanya dapat merenungi nasibnya yang sial.
"Wati, aku tetap menunggumu!" bisiknya dalam hati dengan wajah yang tidak bersemangat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
⍣⃝ꉣꉣAndini Andana
lah juragan Wahyu juga kena pelet tah? 🏃♀️🏃♀️🏃♀️ dah tau Wati mendua masih mau menunggu 🙄🤣🤣🤣
2024-12-16
5
neng ade
ya mau ga mau Adjie dan Wati harus pergi meninggalkan desa itu .. semoga aja Adjie tak gegabah lagi gunakan ilmu nya meski bisa di pakai dlm jarak jauh
2024-12-16
3
Lilik Sriyani
gak kebayang klo wati sadar terlepas dari ajiannya, tantrum si wati ini
2024-12-16
4