Clara menatap dirinya di depan cermin, ia menggunakan gaun pengantin yang begitu mewah.
Clara
Kenapa aku harus menjalani ini? Kenapa aku harus menikah dengan seseorang yang bahkan belum pernah kutemui?
(dalam hati)
Clara
(Menatap wajahnya di cermin, mencoba meyakinkan diri)
Ini demi keluarga. Ini demi ibu. Aku tidak bisa mengecewakan mereka.
Tiba"bara masuk ke ruangan clara
Bara
Apa lo siap?
Clara
Aku... aku rasa begitu. Tapi aku tidak tahu apa yang harus aku rasakan. Ini semua terlalu cepat.
Bara
Tak usah di hiraukan
Clara
(Tersenyum pahit) Aku mengerti. Tapi aku merasa seperti aku hanya ada di sini karena kewajiban.
Bara
Benar. Ini memang hanya formalitas. Tidak ada yang lebih dari itu. Kita hanya melakukannya untuk menjaga hubungan bisnis keluarga kita. (tegas)
Clara
(mencoba menahan air mata) Aku tidak tahu apakah aku bisa melakukannya, Bara. Ini terasa sangat berat.
Bara
*Langsung pergi mengabaikan Clara
Pernikahan itu akhirnya tiba. Clara berjalan pelan menuju altar, kaki terasa berat, seperti ada beban besar yang menggantung di dadanya.
Di depannya, Bara berdiri tegak. Sosoknya tinggi, mengenakan jas hitam rapi, dengan ekspresi datar yang sulit dibaca. Tidak ada senyuman, tidak ada sapaan lembut. Tidak ada yang menunjukkan bahwa ini adalah hari yang seharusnya bahagia.
Pendeta
Apakah kamu, Bara, bersedia menerima Clara sebagai istrimu, untuk menjalani hidup bersama dalam suka dan duka?
Bara
Ya
Pendeta
Dan apakah kamu, Clara, bersedia menerima Bara sebagai suamimu, untuk menjalani hidup bersama dalam suka dan duka?
Clara
Yaa, saya bersedia.
Prosesi itu berlangsung dengan cepat. Mereka bertukar cincin, dan Clara merasakan beratnya cincin yang melingkar di jarinya. Tidak ada ucapan manis atau janji-janji penuh kasih. Hanya sekadar seremonial yang dilakukan untuk memenuhi kewajiban.
Comments